Tiga Puluh Enam

31K 2.5K 95
                                    


Caca berbaring dengan gelisah, sesekali dia terlihat  mengambil telepon, sesekali juga akan meletakan benda tersebut  ke tempat asalnya. Dia menghawatirkan Rion, ingin tahu apa yang dilakukan pengaman apartemen ini pada lelaki itu.

Dia memang meminta tolong security tempat tinggalnya ini untuk menjauhkan Rion dari depan pintu, tapi sekarang dia khawatir dan penasaran dengan keadaan lelaki itu.

Takut para security itu melakukan kekerasan, apalagi Rion orang asing di negara ini.

Bangun terduduk, Caca mengambil kembali telepon dan menghubungi ke bawah. Dia menunggu, lalu kembali menutup panggilan dengan tiba-tiba.

Caca kembali membaringkan diri ke ranjang, dia menghela. Ini sudah satu jam terlewat dari kejutan mendadak yang dia dapatkan tadi, tapi jantungnya masih berdebar.

Dia juga masih bertanya-tanya kenapa Rion bisa sampai ke sini, ada keperluan apa lelaki itu datang. Setelah menghilang bertahun-tahun, kini lelaki itu kembali datang dan mengacaukan rencananya.

Caca menggerutu kesal. Meski hanya menatap sekilas, wajah tampan Rion tak bisa dia lupakan dengan cepat. Lelaki itu semakin tampan dan berkarisma setelah lama tak bertemu.

Menggerutu karena kembali terpesona pada Rion, Caca memukul kepala. Dia memang bodoh sekali, melupakan lelaki kejam seperti Rion saja sulit.

Caca menghela dan kembali menelepon security di bawah. Dia hanya ingin memastikan mereka tidak melakukan kekerasan fisik pada Rion. Meski Caca ingin melupakan lelaki itu, tapi dia masih punya perasaan dan rasa peduli.

Panggilannya di angkat, tanpa basa-basi Caca langsung menanyakan Rion. Dia memekik dan lompat dari tempat tidur begitu mengetahui lelaki itu dibawa ke kantor polisi.

Setelah meminta alamat kantor polisi yang menahan Rion, Caca bergegas keluar dari apartemen. Sepanjang perjalanan dia membodohi diri sendiri dan Rion. Lelaki itu sungguh menyusahkan, dulu menyusahkan hati dan perasaannya, kini hidupnya.

Tiba di kantor polisi, Caca langsung membuat keterangan dan meminta Rion dibebaskan. Dia meringis saat lelaki itu keluar dengan wajah lebam dan tatapan menusuk.

Mencoba tak peduli, Caca langsung keluar dari kantor polisi.

"Tunggu." Caca menghentikan langkah, dia menepis tangan Rion dan mendelik menatap lelaki di hadapan. "Kamu yang memasukkanku ke sini, kan?" Caca melengos, dia enggan menjawab.

"Caca," panggil Rion tak sebaran.

"Apa?"  kata Caca kesal. Dia mundur saat Rion mendekat. Tangannya terkepal, menahan diri agar tidak memeriksa pipi lelaki itu yang semakin terlihat jelas memarnya.

Dia merindukan lelaki itu, melihatnya dari dekat malah membuatnya ingin berlari dalam pelukan Rion. Tetapi Caca harus menahannya, dia ingin melupakan Rion. Lagi pula lelaki itu sudah beristri, dan mungkin saja kini anak Rion sudah lahir mengingat sudah sebesar apa istri Rion hamil saat mereka tak sengaja bertemu beberapa bulan lalu.

"Kenapa kamu memasukkan aku ke sini?"

Caca terdiam, dia menghindar menatap Rion. Setelah mereka tak pernah bertemu sekian lama, kini apa yang dia harapkan terjadi. Rion berhenti bersikap kaku terhadapnya. Tetapi kini percuma saja, kata aku yang diucapkan Rion membuat hatinya perih. Dulu saja dia meminta tidak pernah di gubris. Bahkan dulu dia malah di marah setiap kali menggunakan kata aku saat berbicara dengan Rion.

"Kenapa kamu melakukannya."

Menggeleng, Caca mundur. Baru saja dia hendak kembali melangkah tapi tertahan karena Rion memegangi lengannya. Andai saja dia tidak berjanji pada Dan untuk benar-benar melupakan Rion, dia pasti membiarkan saja tangan lelaki itu di lengannya. Sentuhan Rion terasa hangat dan membuatnya kembali semangat.

"Bukan urusan Anda," kata Caca, dia melirik Rion sinis saat lelaki itu terkekeh. Bukannya menurut, Rion malah menarik tubuhnya hingga menempel pada lelaki itu.

Caca berontak meminta di lepaskan, tapi Rion memeluk tubuhnya dengan erat.

"Berani sekali kamu memenjarakanku, ya," kata Rion mendekap Caca semakin erat. "Aduh." Rion mengaduh dan mendorong Caca menjauh saat merasa gigitan di dadanya. Dia melotot, lalu terdiam saat melihat gadis di hadapan mengusap pipi. "Ca, kamu menangis, kenapa?" Rion mengerutkan kening bingung.

Dia menyentuh pipi Caca, lalu meringis saat mendapat tepisan dengan kasar.

"Kenapa Bapak ke sini? Kenapa Bapak menemuiku lagi?" tanya Caca menghela. Dia mengepalkan tangan, tak ingin kembali menangis di hadapan Rion. Cukup dulu saja dia selalu meneteskan air mata di hadapan lelaki itu, tidak kali ini.

"Karena aku merindukanmu, Ca."

Caca mematung, dia menatap Rion dengan wajah terkejut. Jantungnya bergemuruh dengan berisik. Apa dia salah mendengar, tidak mungkin lelaki itu tadi berkata merindukannya, kan? Tidak masuk akal.

"Ya, aku merindukanmu, Ca."

Sentuhan di pipi membuat Caca mengerjap, dia mendongak dan membisu. Senyum memikat Rion yang diberikan untuknya membuat hatinya berantakan. Beberapa bulan ini dia berusaha melupakan Rion, tidak mengingat lelaki itu setiap menjelang tidur dan hari-harinya. Tidak berhasil tentu saja, bayangan Rion sering kali menyusup masuk dan menghancurkan pendiriannya.

Namun, meski begitu dia tidak pernah lagi mencoba menghubungi Rion, mencari tahu kabar lelaki itu lewat Kaza dan berhenti mengintip foto-foto Rion di galeri ponselnya.

"Apa kabarmu, Ca. Lama kita tidak bertemu ya."

Satu tetes air mata Caca meluncur tanpa bisa di kendalikan. Dia menepis tangan Rion, mengusap pipi dan berdehem. Benar-benar tidak ingin menangis di hadapan lelaki itu lagi. "Kenapa Bapak di sini?"

Kerutan di kening Rion membuat Caca kesal, tanpa sadar dia menginjak kaki Rion dengan kasar. Membuat Rion mengaduh dan memberi jarak darinya. Begini lebih baik, Caca tak sanggup berada terlalu dekat dengan lelaki itu. Rasa suka dan cintanya untuk Rion masih terlalu kuat dan dia tak menyukai kenyataan itu.

"Aku kan sudah bilang, aku merindukanmu." Rion mendelik. Dia menunduk melihat kaki Caca, ingin sekali dia marah melihat tumit tinggi menghiasi kaki gadis itu. Pantas saja kakinya sangat sakit sampai sekarang.

Kekehan Caca membuatnya menatap gadis di hadapan dengan kening berkerut. Apa ada yang lucu dengan ucapannya? Dia rasa tidak.

"Mau Bapak apa sebenarnya? Bilang rindu tapi Bapak sendiri sudah memiliki istri dan anak. Bapak berharap saya jadi pelakor, ya? Merebut Bapak dari tangan istri dan anak Bapak. Jangan mimpi, secintanya saya sama Bapak saya masih punya hati dan pikiran. Saya tidak sudi menjalin hubungan dengan lelaki beristri, bahkan meski hanya pertemanan." Caca menatap Rion miris, dia menggeleng dan mulai mundur sebelum berbalik dan meninggalkan lelaki itu.

Caca tidak mau mendengar penjelasan Rion. Dia tak ingin usahanya untuk move on kembali ke titik awal. Dia harus melupakan Rion, kali ini harus benar-benar berhasil.
Dia lelah berjuang dan mencari perhatian lelaki itu. Sangat lelah.

Sebenarnya beberapa hari ini aku gak ada paket loh 😭😭😭

Curhat ini

Adore You (TAMAT)Where stories live. Discover now