27

734 102 12
                                    

"Jadi, bagaimana?"

Yeonjun bersama yang lainnya kini sedang duduk melingkar di lantai studio. Mereka semua tampak menunggu Jisu angkat bicara karena sejak tiba disini beberapa menit yang lalu, dia masih terdiam.

"Dia tidak mau berhenti." Jisu sedikit menegakkan tubuhnya dan mulai menjelaskan dengan nada yang tegas. "Jika aku berhenti sekalipun, itu tidak akan membuatnya menyerah. Dia bilang akan mencari orang lain untuk menggantikanku."

"Berarti tidak ada cara lain," ujar Beomgyu. "Mau tidak mau, kita harus melaporkannya, kan?"

Semua orang disana menatap Beomgyu dengan tatapan terkejut. Apakah secepat itu?

"Itu berarti," Soobin tampak sedikit ragu mengatakannya. Jadi, ia hanya menoleh ke arah Jisu dengan khawatir.

"Ya, benar," ucap Jisu dengan mantap. "Aku dan siswa lain harus mengorbankan diri atau mungkin...hanya aku."

"Tidak, Jisu." Yeonjun menyela dengan tegas. "Kita akan melakukan ini bersama-sama."

Jisu menatap penuh haru. Ucapan Yeonjun sedikit menenangkan hatinya yang kalut. "Kau sudah siap dengan segala konsekuensinya?"

"Tentu. Dikeluarkan dari sekolah ini juga bukan sebuah masalah, kan?" Yeonjun mengatakan hal itu dengan begitu santai.

"Kak," Beomgyu menginterupsi. "Aku, sebenarnya aku itu—"

"Mau meminta maaf?" Beomgyu terdiam. "Sebenarnya aku masih marah padamu yang berbicara seolah-olah hanya aku yang bersalah. Tapi, orang yang membocorkan ini bukan kau. Jadi, lebih baik kau bersyukur karena marahku teralih ke orang lain."

"Siapa orang yang membocorkan ini semua?" tanya Yeji. Untuk pertama kalinya, ia membuka suara.

"Kim Sihyun."

Soobin dan Yeji tampak terkejut kemudian saling pandang. Sihyun teman sekelas mereka dan selama ini yang mereka tahu, Sihyun anak yang baik. Cukup mengejutkan juga begitu mereka tahu kalau anak seperti dia melakukan ini.

"Tapi untuk apa?" tanya Yeonjun yang kemudian tak ditanggapi oleh siapapun karena tidak ada yang tahu harus mengatakan apa.

"Apa kau pernah berselisih paham dengannya?" Soobin juga melempar pertanyaan. Kali ini dijawab oleh gelengan kepala Jisu.

"Tidak pernah. Hubungan kami hanya sebatas memberi kertas-kertas itu. Tidak lebih," jelas Jisu.

"Lalu, siapa yang dia beritahu sampai beritanya ada dimana-mana seperti ini?" tanya Ryujin penasaran.

Jisu menghembuskan napas sejenak. "Kau pikir siapa yang punya kuasa untuk menempel semua kertas murahan itu di majalah dinding?"

"Anak-anak jurnalistik." Jawaban Ryujin membuat semua orang mengangguk mengerti.

Pada dasarnya, anak-anak jurnalistik itu jarang menempel berita berbobot di majalah dinding. Dibanding berita, mereka lebih suka menyebar gosip-gosip tidak jelas. Tidak begitu mengherankan bagi mereka ketika tahu orang-orang macam apa yang membuat berita seperti ini.

"Oh, ya," Yeji tampak mengambil ponselnya dan membuka sesuatu. "Berita itu juga tersebar di situs sekolah. Lihat," layar ponselnya ia hadapkan ke setiap orang. "Kalau kau sedikit terganggu, jangan buka situs ini atau membaca komentar jahat dibawahnya."

Jisu mengangguk pelan. Meski hubungannya dengan Yeji masih belum membaik, ia akui kalau gadis itu tak berubah sama sekali terhadap dirinya.

"Apa yang akan kita lakukan setelah ini? Ada yang punya rencana?" tanya Yeonjun.

"Aku akan diinterogasi komite pendidikan besok," Soobin tampak ingin memotong namun Jisu buru-buru melanjutkan. "Tenang saja. Akan aku jelaskan semuanya."

Start Line | TXT & ITZY [COMPLETED]Where stories live. Discover now