18

784 106 0
                                    

Yeonjun sudah kembali bersekolah dua hari selepas kejadian itu. Dia juga tidak betah kalau harus lama-lama di rumah. Rasanya suntuk sekali apalagi jika mengingat perlakuan ayahnya itu. Ya, setidaknya hal itu membuat dirinya memiliki alasan untuk membenci kata 'pulang'.

Sudah berhari-hari sejak kejadian itu dan sampai sekarang belum ada tanda-tanda pergerakan dari siapapun untuk melakukan sesuatu. Yeonjun belum bertanya pada siapa-siapa. Dia juga belum bertemu lagi dengan Soobin, Yeji dan yang lainnya.

Sekarang, dia sedang berada di dalam ruang kelasnya. Jam sudah menunjukkan waktu istirahat namun tampaknya Yeonjun enggan beranjak dari kursinya.

"Hei," sapa seseorang dari belakang Yeonjun sambil menepuk pundaknya pelan.

Orang itu memilih berdiri disamping kiri Yeonjun. Hal itu membuat Yeonjun harus mendongak untuk melihat siapa pelakunya.

"Eh, Wooyoung-ah, ada apa?" sapa Yeonjun balik.

"Kau diam saja sejak pagi. Sedang sariawan?" ledek Wooyong.

Sontak hal tersebut membuat Yeonjun mengembangkan senyumnya. Dia tidak sedang sariawan kok. Hanya sedang dalam suasana hati yang kurang baik saja.

"Ayo keluar," ajak Wooyoung.

"Kau saja. Aku sedang malas keluar," tolak Yeonjun.

Raut wajah Wooyoung tampak sedikit kecewa. Meski sudah terbiasa menerima penolakan dari Yeonjun, tapi tetap saja rasanya menyedihkan. Yeonjun masih belum mau berubah seperti dulu lagi dan itu membuat Wooyoung terus-menerus merasa gagal menjadi seorang sahabat.

"Ya sudah. Aku keluar dulu," pamit Wooyoung. Kemudian ia beranjak pergi dari sana meninggalkan Yeonjun bersama beberapa orang yang tersisa di dalam kelas.

Yeonjun melihat ke sekelilingnya. Suasananya cukup sepi. Netranya juga menangkap sosok Jisu yang masih duduk manis di kursinya. Semenjak kejadian itu, gadis itu jadi sangat diam. Dia tidak keluar kelas kalau istirahat dan tidak marah-marah kalau ada hal yang mengganggunya.

Hal ini membuat Yeonjun sedikit prihatin. Kala itu, Beomgyu dan Ryujin sepertinya cukup membuat Jisu terpojok. Dia tidak bisa berkata apa-apa setelah dua orang juniornya itu membeberkan kejahatan yang sudah dilakukan orang tuanya ke semua orang disana.

Dalam hati, Yeonjun juga merasa sedih sekali. Bukan hanya Jisu, dirinya juga menerima perlakuan istimewa itu dari sekolah. Hal itu cukup membuatnya tak punya nyali untuk berinteraksi dengan banyak orang diluar kelas meskipun mereka tidak tahu apa-apa.

Cukup lama Yeonjun terdiam, tiba-tiba terbesit dalam otaknya untuk bicara dengan Jisu. Setidaknya kalau Jisu dan dia sama-sama sedih, malu dan kecewa, mereka bisa saling menguatkan.

Akhirnya Yeonjun beranjak dan berjalan mendekat ke tempat Jisu duduk. Gadis itu sepertinya melamun hingga saat Yeonjun sudah berdiri didepannya saja dia tetap bergeming.

"Hei," sapa Yeonjun sambil melambai-lambaikan tangan didepan wajah Jisu.

Jisu tampak terkejut. Namun, ia buru-buru menyembunyikan wajah terkejutnya itu dan beralih menatap Yeonjun dengan garang. Tanpa mengatakan sepatah katapun, Yeonjun sudah paham kalau tatapan Jisu berkata seolah meminta penjelasan untuk apa dia berdiri disana.

"Ayo bicara," ajak Yeonjun santai.

Jisu tampak berpikir. Kedua tangannya bertaut seakan ragu atas ajakan Yeonjun. "Bicara apa?" tanya Jisu penuh tuntutan.

"Ikut aku, ayo," ujar Yeonjun sambil melangkah pergi.

Untuk beberapa saat, Jisu berusaha memantapkan hati. Akhirnya ia pun beranjak mengekori Yeonjun menjauh dari tempat duduknya.

Start Line | TXT & ITZY [COMPLETED]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora