1

3.1K 215 4
                                    

Awal tahun ajaran baru tak membuat siswa ditahun ketiga merasa santai. Mereka sama sekali tidak diberi waktu untuk melakukan hal-hal yang menyenangkan. Contohnya seperti sekarang ini, Yeonjun sedang terjebak dalam ujian eksak. Tak tanggung-tanggung, ada enam puluh butir soal yang harus dia kerjakan dalam dua jam. Gurunya bilang ini untuk persiapan ujian tengah semester agar mereka bisa lebih banyak fokus dalam ujian masuk universitas nanti.

Persetan dengan universitas dan ujian-ujian itu. Yeonjun bukan anak pembangkang tapi dia juga benci apabila ditekan terus menerus. Dia ahli dalam bidang seni, olahraga hingga sastra. Ilmu eksak sama sekali tidak bisa ia kuasai hingga sekarang. Apa berarti dia itu bodoh?

Itulah mengapa ia membiarkan kertasnya kosong begitu saja. Agar guru itu tahu kalau dia tidak bisa melakukan ini terus-menerus. Tidak semua siswa di kelas ini bisa menyerap ilmu dengan mudah.

Setelah dua jam berkutat dengan soal yang bahkan membacanya saja sudah membuat kepalanya berdenyut, Yeonjun pergi meninggalkan kelasnya. Ia sangat suntuk jadi udara segar bukan pilihan yang buruk.

Dia bukan siswa populer atau pintar. Banyak orang bilang dia tampan tapi nyatanya, tampan saja tak membuat nilai akademisnya bagus. Dia memiliki bakat menjadi musisi atau seniman. Namun, kemampuannya tak dianggap sebagai suatu kecerdasan karena guru-guru itu menganggap siswa yang pintar adalah siswa yang jago hitungan. Tahu begini lebih baik dia sekolah di sekolah seni saja.

Cerita bagaimana dia masuk kesinipun bukan hal yang bisa ditebak. Dia mengikuti seleksi masuk tanpa ambisi kuat dalam belajar dan selalu berpikir tidak akan lolos. Namun, betapa terkejutnya ia ketika pengumumannya keluar, namanya terpampang nyata disana. Bahkan yang lebih mengejutkannya lagi adalah dia tidak diperingkat terakhir. Dia sendiri heran bagaimana bisa seperti itu.

Tak terasa kini kakinya melangkah mendekati lapangan basket. Ada beberapa siswa yang sedang bermain disana dan ada juga yang hanya duduk-duduk di tepiannya. Yeonjun mengedarkan atensinya mencari bangku kosong yang kalau bisa dibawah pohon juga agar otaknya bisa beristirahat dengan tenang.

Setelah menemukan tempat yang cocok, ia segera duduk dan mencari posisi terbaik untuk istirahat. Ia menghela napas pelan dan mulai menutup matanya.

Belum sepenuhnya terpejam, sebuah suara menginterupsinya. Ah, betapa buruk harinya kini. Ingin tidur saja masih ada yang mengganggu.

"Hei, jangan tidur disini," ujar orang itu.

"Huh, memangnya kenapa, sih?" tanya Yeonjun kesal. Sungguh dia ingin memaki-maki orang yang mengganggu tidurnya kalau saja orang itu bukan Soobin.

"Nanti kau bisa terkena bola. Pergi sana!" perintah Soobin sambil menggerakkan tangannya seperti mengusir ayam.

Yeonjun bergeming. Dia sudah terlanjur malas bergerak lagi jadi hanya duduk dan menatap kosong ke depan. Soobin yang melihatnya hanya menggelengkan kepalanya tak habis pikir. Mau tak mau dirinya juga harus menjaga keamanan dan keselamatan setiap orang yang berisiko tercium bola basket tepat diwajah mereka.

Ia dan Yeonjun memang saling kenal namun tak begitu akrab. Satu kelas saja tidak pernah. Itulah mengapa dia hanya sebatas mengenalnya tanpa tahu lebih banyak. Perkara bagaimana mereka saling kenalpun bukan sesuatu yang spesial. Soobin adalah siswa baik hati yang dikenal oleh semua siswa yang berada ditahun yang sama dengannya, tahun ketiga.

Jadi, Yeonjun tahu dengan sendiri siapa itu Soobin. Sedangkan Soobin? Bagaimana dia mengenal Yeonjun?. Dulu mereka sempat satu sekolah ketika SMP. Hanya dua tahun saja sebenarnya, karena setahun sebelumnya Yeonjun belajar di Amerika Serikat.

"Sedang apa kau disini?" tanya Soobin. Ia bergabung dengan Yeonjun, mendudukkan diri di bangku yang sama dengannya.

"Kau tidak lihat tadi aku sedang tidur?" ujar Yeonjun kesal. Soobin hanya bisa tertawa canggung. Ia merasa bodoh karena menanyakan hal aneh seperti itu.

"Eum, maksudku, tentu saja aku tahu kau tadi sedang tidur. Aku harusnya menanyakan, tumben kau kesini?" tanya Soobin sambil menatap Yeonjun heran.

Yang ditanya hanya menghela napas berat serasa beban hidupnya lebih berat dari paus biru. Yeonjun harus menjawab apa kira-kira? Dia sendiri tidak mengerti mengapa dirinya seperti ini. Yeonjun hanya merasa jenuh dan lelah. Dia seperti tersesat dan terjerumus dalam jurang yang sangat dalam.

"Aku hanya ingin menenangkan diri," jawab Yeonjun sekenanya.

Soobin terkekeh. Sungguh lucu sekali manusia disampingnya ini. Menenangkan diri katanya? Di lapangan basket? Oh, maksudnya di tepiannya.

Mendengar Soobin terkekeh, Yeonjun mengalihkan pandangan kosongnya kepada si empunya suara. Ya ampun, apa dirinya ditertawakan oleh manusia setinggi galah ini? Yeonjun mengerutkan dahi. Ia heran. Apa yang lucu?

"Maaf, aku tidak bermaksud menertawakanmu. Tapi, bagaimana bisa kau menenangkan diri di tempat seramai ini? Yang ada kau tambah stres," ujar Soobin  dengan nada bicara yang sangat bersahabat. Tak salah ia dijuluki orang paling baik karena mungkin tanpa Soobin sadari, dia mengucapkan kalimat yang penuh perhatian pada setiap orang.

Yeonjun diam-diam merasa terkesima. Dia tak bermaksud menyalahkan Soobin tapi manusia itu malah meminta maaf. Dia hanya bertanya-tanya bagian mana yang lucu sehingga dia tertawa.

"Aku harus pergi kemana kalau begitu? Aku bosan kalau harus berada dalam ruangan setiap waktu. Kau tahu? Jiwaku ini sangat bebas," kata Yeonjun sambil menepuk dadanya bangga.

"Kau bisa ke perpustakaan kalau mau. Sambil belajar misalnya." Soobin berkata seenteng itu sambil menerima bola yang hampir mengenainya. Kemudian dia lemparkan lagi ke tengah lapangan.

"Aku itu sedang jenuh belajar. Bisa-bisanya kau menyarankanku pergi ke perpustakaan," jelas Yeonjun yang makin kesal.

"Oh, kalau begitu kau bisa ke kantin. Makan saja disana yang banyak," saran Soobin sekali lagi. Saran yang ini sudah pasti ditolak Yeonjun mentah-mentah. Dia bukan tipe orang yang kalau stres jadi banyak makan.

"Aku tidak butuh makan. Aku hanya mau istirahat," kata Yeonjun lebih tegas.

"Pergi ke ruang kesehatan saja kalau begitu. Disana ada kasur empuk dan pasti sangat nyaman tidur disana," ujar Soobin sambil menutup mata seakan membayangkan betapa nyaman tubuhnya jika sedang terlelap di atas kasur itu.

"Apa kau menyuruhku untuk berbohong pada petugas kesehatan?" tanya Yeonjun.

"Apa? Tentu saja tidak. Kau kan memang sedang sakit," jawab Soobin yang sudah membuka matanya dan menatap lawan bicaranya.

"Sembarangan. Aku tidak sakit," ujar Yeonjun yang kini bertambah kesal. Ia pikir bertemu orang baik akan membuatnya merasa baik juga. Ternyata sama saja.

Obrolan mereka berhenti ketika tiba-tiba bel masuk sudah berbunyi. Memang nasib Yeonjun sedang sial hingga istirahat lima belas menitnya hanya terbuang untuk bicara dengan Soobin. Ia beranjak pergi meninggalkan lapangan itu dan berencana menempati satu bilik di ruang kesehatan. Dia sangat butuh istirahat. Sungguh.

Start Line | TXT & ITZY [COMPLETED]Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum