13

846 114 4
                                    

Hari mulai menggelap, tetapi kumpulan siswa di ruang kelas itu tampak masih belum selesai dengan urusan mereka. Suasana disana tampak menegangkan ditambah dengan dinginnya pendingin ruangan yang membuat aura disana sedikit mencekam.

Beomgyu belum angkat bicara. Dia punya bukti yang diminta Jisu, tetapi tentu saja itu bukan bukti yang cukup kuat. Ia masih perlu waktu untuk memperlihatkan itu semua pada Jisu.

Jisu yang melihat gelagat ragu dari Beomgyu pun tersenyum puas. Anak itu sepertinya lupa sedang berhadapan dengan siapa. Ah, otaknya kini sedang memikirkan hukuman seru seperti apa yang akan ia berikan pada Beomgyu. Menggunakan sepatu merah muda? Atau mungkin mengantarkan donat setiap jam istirahat?.

Tiga orang lainnya hanya bisa terdiam. Soobin dan Yeonjun yang masih tampak tak percaya hanya bisa menatap Jisu dan Beomgyu bergantian. Mereka tidak tahu harus percaya pada siapa.

Sementara Ryujin terlihat kecewa. Ia tahu hal ini. Tentu saja. Karena ini adalah masalah yang ia ributkan beberapa minggu terakhir dengan Beomgyu. Tapi, untuk bagian memalsukan piagam penghargaan dan keterlibatan Bu Shin dengan Jisu, ia baru mendengarnya.

"Tidak ada, eh?" tanya Jisu.

Beomgyu mengalihkan pandangannya pada Ryujin. Ia berharap gadis itu membantunya walaupun ia sendiri tidak tahu dengan cara apa Ryujin bisa membantunya.

Pintu ruang kelas itu kembali terbuka dan menampilkan sosok Yeji disana. Lima pasang mata dalam ruangan itu kompak menoleh ke arah pintu itu. Beomgyu sedikit merasa lega karena setidaknya semua orang tidak lagi memperhatikannya.

"Ck, kau lagi," decak Jisu kesal.

Yeji lagi, Yeji lagi. Jisu sudah muak dengan gadis itu. Entah sudah keberapa kalinya Yeji menginterupsi segala urusannya dan itu sungguh membuat Jisu ingin meledak.

Yeji masuk ke dalam ruangan itu diikuti beberapa orang dibelakangnya. Hal itu sontak membuat Jisu mengerutkan dahinya. Ada apa kiranya hingga Yeji membawa orang sebanyak itu?

Soobin, Yeonjun, Beomgyu dan Ryujin pun sama saja. Mereka masih diam dan mengamati satu persatu siswa yang masuk bersama Yeji.

"Apa kau akan merudungku dengan bantuan mereka?" tanya Jisu dengan nada yang meremehkan.

Yeji menatapnya galak, "Aku tidak sepertimu. Aku kesini untuk mengantar gadis ini. Segera selesaikan dan biarkan mereka pulang."

Jisu mendengus kesal. Ia memperhatikan Chaeryoung dari ujung kepala hingga ujung kaki yang tentu saja membuat gadis itu risih setengah mati. "Lagipula kau siapa berani mengaturku? Jangan ikut campur. Kalau dia belum bisa pulang, berarti memang belum bisa dan itu tidak merugikanmu, Yeji."

Soobin nampak waspada. Ia bersiap-siap kalau nanti terjadi adegan pukul-pukulan atau tampar-tamparan. Yeji sudah sangat marah. Itu tandanya Soobin harus pintar-pintar membaca gerak-gerik mereka karena bisa sewaktu-waktu telapak tangan Yeji kembali mendarat dipipi Jisu.

Yeji menghela napas berat. Ia bersusah payah mengatur emosinya agar tidak lepas kendali. "Memang aku tidak rugi. Tetapi anak-anak ini perlu pulang ke rumah. Ini sudah mau malam dan kau bertanggung jawab atas semua kejadian ini."

"Hei, apa-apaan? Aku tidak memaksamu dan anak-anak dibelakangmu itu untuk tetap berada disini. Silahkan saja kalau mau pergi. Aku tidak peduli," ujar Jisu.

Sekali lagi, Yeji mengeluarkan karbondioksida dari hidungnya dengan cukup berat. Dalam hati ia merapal doa agar Tuhan memberinya kesabaran ekstra untuk menghadapi manusia seperti Jisu ini.

"Eumm..maaf. Tapi, Kak, jika boleh apa bisa aku menyelesaikan ini dahulu?" tanya Chaeryoung sambil menunduk takut.

Semua orang kini menatapnya. Yuna beberapa kali tampak menyenggolkan sikunya ke lengan Chaeryoung karena ia juga ikut gugup. Mereka semua yang menatap ke arah Chaeryoung selain Taehyun dan Huening Kai adalah seniornya. Ia benar-benar ikut merasa mati kutu.

Start Line | TXT & ITZY [COMPLETED]Where stories live. Discover now