"Aku tidak menyukainya, atau mungkin belum menyukainya. Aku berusaha mendekatkan diriku padanya, agar ia tidak merasa kesepian. Aku tahu Ivanna tidak bahagia bersama dengan Arnold, ditambah lagi dengan kehadiranmu."

"Cih!" Carla membuang wajahnya.

"Aku akan mengejar mu hingga ke ujung bumi, saat kau memperlakukan Arnold seperti tiga tahun yang lalu. Dan aku yakin, tidak akan ada perlakuan sekejam perlakuan yang akan kulakukan padamu, Carla." Sean memperingati.

Carla mengedikkan bahunya acuh lalu kembali duduk di sofa. Ia tidak peduli pada perkataan Sean. Ia hanya menginginkan Arnold. Hanya Arnold.

Sean menaiki anak tangga dan meninggalkan Carla yang asik menonton. Di mansion Arnold sebenarnya ada lift, tapi menurut Sean, itu hanya untuk orang malas.

--------

Sean berdiri tepat didepan pintu kamar Ivanna. Ia mengatur napasnya yang terengah-engah. Bagi orang awam, menaiki lantai tiga adalah yang mudah, tapi jika sampai di mansion Arnold, mungkin harus berpikir dua kali untuk menaikinya.

Mansion yang besar dan luas, membuat lantai tiga yang dilalui begitu melelahkan karena banyaknya anak tangga.

Tokkk... Tokkk... Tokkkk...

Sean mengetuk pintu kamar Ivanna. Ivanna membuka pintu kamarnya dan mendapati Sean yang berdiri tepat didepannya dengan peluh keringat yang berjatuhan.

"Apa kau baik-baik saja?" Ivanna membuka pintu kamarnya lebar lalu Sean masuk kedalam.

"Harusnya aku yang bertanya seperti itu," Sean duduk di sofa yang ada dikamar Ivanna.

Sejujurnya Ivanna tidur berpisah dengan Arnold semenjak kedatangan Carla. Sedangkan Carla tidur dikamar yang ada disebelahnya. Tiga kamar yang ada dilantai tiga itu, di isi oleh mereka bertiga. Tapi entah kenapa setiap pagi Ivanna mendapati Carla yang selalu berada dikamar Arnold.

Entah itu untuk merapikan kemeja Arnold atau mungkin memasangkan dasinya.

Ivanna juga enggan menanyakan kemana Arnold pergi. Jika ingin bekerja, untuk apa Arnold mengajak Ivanna ketempat ini? Lebih baik baginya jika Arnold meninggalkannya LA.

"Aku baik Sean, terimakasih sudah mau menanyakan keadaanku." Ivanna tersenyum.

"Ivanna..."

"Ya?"

"Sejujurnya aku khawatir jika kau berada disini terus menerus. Aku khawatir jika Carla akan menyakitimu."

Ivanna terkekeh pelan, "Yang kau khawatirkan baru saja terjadi Sean."

"Apa?!" Sean menghampiri Ivanna yang duduk di tepi ranjang.

"Iya, sebelum kau datang." Ivanna tersenyum.

"Pipimu merah Ivanna?" Sean merapikan anak-anak rambut Ivanna ke daun telinganya.

"Ngh..."

"Siapa yang melakukannya?" Sean menatap manik mata Ivanna. Ia begitu kasihan melihat Ivanna. Rasa ingin melindungi Ivanna semakin kuat dalam diri Sean.

"Carla..." Lirih Ivanna.

"Dimana? Apa Arnold melihatnya? Apa yang Arnold lakukan? Kau membalasnya?" Tanya Sean bertubi-tubi.

Ivanna terkekeh melihat Sean yang begitu mengkhawatirkannya. Sedangkan orang yang ia cintai biasa saja, walau kejadian itu berlangsung dihadapannya.

"Didepan Arnold." Ucap Ivanna singkat.

"Hah?!" Sean menganga dan memelototinya.

"Kau bercanda Ivanna." Sambungnya lagi.

"Tidak, Sean. Tadi pagi waktu aku ingin mengambil ponselku dari Arnold, aku sedang melihat mereka berdua dikamar, Carla sedangkan merapikan dasi Arnold. Lalu Arnold menghampiriku dan berkata 'Apa kau tidak memulai pembicaraan pagi ini dengan ucapan selamat pagi? Atau hal romantis lainnya?' Aku langsung mengatakan 'Apa wanita yang ada di sampingmu itu masih belum bisa membuatmu bahagia? Hingga kau masih menuntut lebih dariku? Suruh saja dia melakukan apa yang kau mau! Ucapku tidak suka." Ivanna tertawa hambar lalu melanjutkannya,

"Lalu aku memarahi Arnold karena telah membawaku ketempat yang menyeramkan ini. Tanpa aku sadari Carla marah padaku lalu menamparku, tapi Arnold hanya diam dan tidak melakukan apapun. Ya sudah aku langsung masuk ke kamar dan menguncinya." Jelas Ivanna sambil menirukan pembicaraannya dengan Arnold. Ia berusaha menyembunyikan kesedihannya dengan tertawa sesekali.

Sean menangkup pipi Ivanna dengan kedua tangannya, "Aku tidak akan membiarkan siapapun menyakitimu lagi." Sean tersenyum.

Ivanna mengangguk.

"Apapun yang terjadi mulai dari sekarang, kau harus memberitahuku. Anggap aku seperti orang terdekatmu. Jangan sungkan untuk minta tolong padaku."

Ivanna mengangguk lalu tersenyum.

"Terimakasih, Sean." Ivanna menggenggam tangan Sean yang menangkup kedua pipinya.

Tidak ada perasaan lain selain mengucap syukur yang dirasakan Ivanna. Ia tidak menganggap Sean lebih dari yang ia pikirkan. Ia menganggap Sean seperti seorang teman.

Tidak ada perasaan yang dirasakan Ivanna saat berhadapan dengan Arnold untuk Sean. Sean tidak bisa mengusik Arnold dari hatinya. Sean tidak bisa membuatnya berdebar-debar seperti Arnold menatap Ivanna lekat.

Arnold berdeham hingga membuat Ivanna terkejut dan menatapnya. Sean tidak se-terkejut Ivanna. Ia bersikap biasa seperti orang pada umumnya.

"Sudah selesai bermesraan nya?" Tanya Arnold.

"Sepertinya sudah." Sean terkekeh pelan.

TO BE CONTINUED...

------------

JANGAN LUPA TINGGALIN KOMENTAR DAN VOTE KALIAN YA. SUPAYA AKU TETAP SEMANGAT!

THANK YOU! :)

The Dangerous Billionaire [#1 McClain Series]Where stories live. Discover now