Dari Bayangan Hutan (5)

7K 1.2K 683
                                    

Pada bertanya-tanya pasti ya kenapa emak nggak unggah.

Jadi giniii ... Tiap kali emak nulis yang kayak ginian tuh, biasanya bikin emak lebih mudah tepar kehabisan energi.
Alhasil jadwal bobok jadi lebih panjang dan bikin emak tuh kesannya kayak kaum rebahan sepanjang hari gitu loh.

Nah trus yang jadi masalah saat emak bobok yang bener-bener deep sleep gitu si Adek tuh nangis-nangis mulu sepanjang malem kata babenya.

Rupanya ada yang dateng (kata suami rumah emak semalem suntuk wangi parfum Angel heart--> doi tau karena emak pernah pake) tapi karena aku bobok yang liat tuh si Adek.

Namanya anak kecil liat yang begituan ya jelas rada gimana kan. Mana pas emaknya gak ada sadar-sadar sama sekali plus babenya yang gak peka sama begituan.

Bangun pagi si Adek tau-tau udah demam gitu. Dan buat pemulihan emak jadinya bener-bener stop dulu bukanlah file ini.

Alhamdulillah yang ganggu udah insyaf dan kembali ke habitat asalnya. So emak bisa edit n lanjutin lagi cerita yang masih belum tau mau dibawa kemana endingnya ini.

Semoga suka, ditunggu komen sayangnya 😘😘😘

Aku ikut turun mengantar Bang Yose dan Judith ke bawah. Pak bos juga memberi tahu kalau Pak Dewa ikut mengantar mereka ke Bandara.

"Biar bisa langsung pedekate," komentar Judith saat aku memprotes Bang Yose yang memaksa aku ikut mengantar.

"Kan biar leluasa share and learn itu chemistrynya harus dibangun dulu Na," mengabaikan pelototanku Judith kembali menimpali.

"Dewa itu orangnya kalem dan serius," kali ini Bang Yose yang bicara. "Lo mesti sering-sering aja becandain dia biar nggak garing, kalo nggak ntar masalah kerjaan melulu yang dibahas."

"Pak Dewa temen Lo, Bang?" tanyaku kepo.

"Iya, satu almamater pas S1."

"Oh!" percakapan terhenti karena pintu lift terbuka dan kami bergegas keluar menuju meja resepsionis. Bang Yose menyerahkan kunci sekaligus melapor kalau dia dan Judith checkout dari hotel dan hanya menyisakan aku sebagai tamu.

"Kasih aja kuncinya, nanti biar saya yang urus," suara berat dan dalam yang sejak semalam menghantui benakku karena tuduhan fujoshi-yang sialnya memang benar-menginterupsi percakapan Bang Yose dengan resepsionis.

Serentak aku dan Judith menoleh hanya untuk melihat sosok tingginya berdiri dengan tangan tersembunyi di balik saku jaket denim yang dia kenakan.

Tampan, sensual, jantan, jelas dia cocok untuk menyandang status sebagai dewa dari kaum pecinta komik yaoi.

Tanpa menoleh dia maju ke depan meja resepsionis, menyisakan kesempatan bagi Judith untuk menarikku menjauh dan meneriakkan histerianya yang terpaksa harus ditahan demi nggak kelihatan kampungan banget.

"Itu orangnya?" suara tercekik Judith jelas karena dia entah sudah berapa lama menahan nafas. Saat aku mengangguk wajahnya terlihat kesal luar biasa.

"Ahh, dasar Bang Yose, giliran yang model begini gue malah diajak jaga kandang."

"Ya udah tukeran aja!?" saranku spontan.
"Gue yang balik Lo silahkan di sini sama tu dewa fujo."

Judith mendesah kecewa, dan aku tahu kalau Judith yang selalu bertanggung jawab dengan pekerjaannya jelas tahu mana yang prioritas mana yang enggak.

Tak lama dua orang yang semula sibuk dengan resepsionis menghampiri kami dan mengajak untuk segera berangkat.

Aku terngaga ngeri demi melihat tumpangan angker milik Pak Dewa.

Pengantin BunianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang