1

1.6K 82 16
                                    

Kiandri

" Aku ? bagaimana aku harus hidup tanpamu setelah ini ? Aku mohon jangan pergi bi " isak tangisku yang tak rela melepaskan kepergian dia.

" Maaf.. "

Tiit.. tiiit

Suara klakson mobil membuyarkan lamunanku dari cerita masalalu yang membuatku harus kehilangan kehidupanku yang indah.
Rasa sakit ini serta luka ini tidak bisa aku lupakan. Cinta membutakan ku. Membuatku harus sehancur ini, rasa yang membuatku tidak mau menerima siapapun untuk mengisi kekosongan hidupku setelah kepergiannya.

Dreed.. dreed..

Ponselku bergetar, ku ambil dari tasku dan sejenak kutatap nama yang tertera dilayar ponselku.
Pak Gilang. Dia adalah bos diperusahaan tempatku bekerja. Dia adalah orang yang telah menolongku selama ini, orang yang turut membantuku untuk bangkit dari keterpurukan ini. Dia adalah orang yang sangat baik, dia sudah seperti orang tua bagiku setelah aku kehilangan orang tuaku dalam insiden kecelakaan yang harus merenggut nyawa mereka.

" Hallo pak "

" Ah Kian, kau tidak lupakan dengan pesan saya ? kau harus menjemput anak saya yang baru pulang dari kuliahnya di Australia "

" Ah tentu saja tidak pak, ini sedang dalam perjalanan menuju bandara. Bapak tenang saja, semua aman "

Yaa, hari ini aku harus menjemput anaknya dibandara dan aku harus segera sampai karena waktu telah menunjukan pukul empat sore dan sebentar lagi pasti pesawat yang di tumpangi anak boss ku akan tiba.

Setengah jam aku menunggu ditempat ini. Tempat dimana terakhir kalinya aku bisa melihatnya, terakhir kalinya aku bisa memeluknya erat.
Entah kenapa luka ini kembali teringat, aku begitu menyayanginya.
Hari ini tepat lima tahun dia pergi meninggalkanku sendiri, meninggalkan semua harapan yang telah ia berikan padaku, meninggalkan luka mendalam yang membuatku membencinya, tapi rasa sayangku padanya lebih besar dari kebencian ku. Bahkan sampai hari ini pun aku masih menunggu kepulangannya, aku ingin penjelasan darinya.

Pak gilang mengirimkan ku WhatsApp yang berisi nomor handphone anaknya, dia menyuruhku untuk menghubunginya.
Vabian ? kenapa harus vabian. Nama ini mengingatkanku pada seseorang, aku harap bian yang dimaksud bukan dia.
Tak lama kemudian handphoneku berdering menandakan ada sebuah panggilan masuk, dan panggilan itu berasal dari orang yang aku tunggu kedatangannya dari tadi, bian.

" Hallo ? " terdengar suara ditelpon itu, suaranya mirip sekali dengan dia.
Hatiku berdegup kencang sekali, ada apa ini.

" Ha hallo, apakah ini bian ? " ucapku gemetar, entah kenapa tiba - tiba saja perasaanku berubah menjadi tidak enak.

" Iya aku bian, kamu orang suruhan papah bukan ? " suara ini, kenapa suara ini mirip sekali dengan suara bian yang aku kenal.

" I iya saya ada pintu keluar "

" Baiklah saya akan segera kesana "

Tut tut tut

Ia mengakhiri sambungan telpon dan perasaanku bertambah tidak enak. Ya tuhan semoga bukan dia, aku belum siap jika harus bertemu dengannya sekarang.
Tidak lama kemudian ada pesan masuk, segera aku membukanya.

" Kamu dimana ? saya sudah ada di pintu keluar " belum sempat membalas pesan itu, dia langsung meneleponku.

" Hallo sa.. "

Brukh.. " aw "

Ada yang menambrak ku hingga handphoneku terjatuh. Segera aku mengambilnya dan segera menjawab suara yang sedari tadi memanggil - manggil ditelpon itu.

Memeluk dukaWhere stories live. Discover now