"KE MOBIL GUE DIPARKIRAN CEPETAN!" Naya berteriak ketika panggilannya langsung diangkat oleh Sita--asistennya--di dering pertama. Lalu, seperti biasa, ia langsung mematikannya.

Naya memeluk roda kemudi dan menyandarkan kepalanya di sana. Serius, nyawanya tadi belum kumpul semua ketika harus menyetir. Untunglah ia bisa sampai dengan selamat, dan macet membuatnya lupa akan rasa kantuknya.

Kaca mobilnya diketuk, dan Naya hanya membuka kunci, membiarkan Sita masuk. Biasanya, gadis berumur setahun di bawahnya itu akan langsung merepet tak ada habisnya ketika ia melakukan kesalahan atau apa pun. Namun, kini mengapa malah Sita tidak mengatakan apa-apa?

"Napa lo, Sit? Sariawan?" tanya Naya tanpa mengubah posisinya.

Seseorang di sampingnya tak mengeluarkan suara sama sekali. Dan Naya akhirnya menoleh, melihat keadaan Sita si cerewet. Siapa tahu asistennya itu mati. "LHOH? AGAM? NGAPAIN?" Dirinya begitu terkejut ketika mendapati lelaki dengan setelan formal sembari memangku sebuah paperbag berwarna cokelat duduk di kursi penumpang.

Agam hanya menyodorkan paperbag itu tanpa kata.

"Katanya tadi kerja."

"Ya. Dan lo mengacaukan segalanya," jawab Agam kalem.

"Dih, apaan sih. Namanya juga sahabat, Gam, harus ada kalau salah satunya lagi butuh!" Naya berdecak sebal.

"Dan lo nggak ada tiap kali gue butuh."

"Kampret lo! Mending nggak usah ngomong, deh. Daripada sekalinya ngomong bikin gue emosi. Sana lo kerja aja! Makan tuh kertas!"

"Lo emang nggak tau terima kasih." Agam tidak merubah ekspresinya. Masih tetap kalem.

Naya hanya mengelus dadanya sabar. Menghadapi Agam memang selalu membuatnya harus mengulur batas kesabaran, dan tahan banting dengan perkataan nyelekit lelaki itu. Ia lebih memilih merias diri dan tidak peduli dengan lelaki yang masih setia di sampingnya. Selesai merias wajah, Naya lalu memakai jaket bomber yang juga Agam bawa, dan memilih memakai dress-nya di dalam saja.

"Lo udah makan siang, Gam?"

"Belum."

"Kok gitu? Mau makan bareng? Kebetulan gue emang mau minta dianterin makan sama Alfani. Nanti biar dibikinin dua." Naya mengambil ponselnya dan berniat mengetikkan pesan untuk karyawan kepercayaannya.

"Nggak usah."

"Why?"

"Gue ada janjian jam lima sore sama anaknya temen mama."

Mengangguk sekilas, Naya meraih tasnya di jok belakang. Nggak mau menatap Agam yang kini memandangnya dengan lekat. "Di mana?"

"Yellow Hill," jawabnya singkat.

Dan Naya memilih membuka pintu mobil bergegas keluar karena pemotretan akan dimulai beberapa menit lagi. Agam yang tahu diri pun bergegas keluar, memilih memasuki mobilnya sendiri tanpa sepatah kata pun.

Mood Naya yang sudah bagus setelah Agam mengantarkan barang-barangnya pun kini kembali terjun bebas. Ini sudah kesekian kali dirinya harus merusak rencana Tante Reni yang ingin menjodoh-jodohkan Agam dengan perempuan-perempuan cantik nan seksi, tidak lupa dengan karir yang cemerlang. Dari yang memiliki restoran sendiri, dokter yang sudah punya nama, pengusaha, wanita karir yang memiliki jabatan di kantor, pengacara, dan masih ada lainnya. Semua itu berhasil Naya gagalkan. Tapi kini, dirinya tidak tahu lagi harus melakukan apa.

Tidak. Tidak. Naya tidak punya perasaan apapun pada Agam. Tapi dirinya hanya belum ingin kehilangan lelaki itu sebagai sahabat, kalau nanti Agam sudah memiliki pasangan. Hanya lelaki itu yang mau direpotkan olehnya, disaat dua kakak lelakinya bahkan tidak mau repot-repot memerhatikannya.

Lamunan Naya buyar kala mendaparti tepukan kencang dari Sita di bahunya. "Cepetan, Mbak! Udah ditungguin sama Mas Aro." Sita menarik lengannya secara paksa. "Lagian ngapain pake acara telat segala, sih! Biasanya aja harus tepat waktu! Nggak mau telat semenit pun!"

"Sita, please ya, gue bukan sapi. Gue juga bukan Mbak lo! Selisih umur kita nggak sampai setahun! Dan kalau lo nanya kenapa gue telat, itu karena pesawat gue landing jam 8 pagi! Gue capek, Sita, makanya gue tidur! Dan lo bangunin gue udah kayak tukang teror lewat telepon!"

"Bodo amat, gue nggak denger! Sana cepetan ganti! Cuma ada lima menit sebelum dimulai! Duh, untung aja udah pake make up ya lo." Sita bergegas pergi meninggalkan Naya yang langsung mengganti bajunya.

Jujur saja, Naya sudah bosan berprofesi sebagai model seperti ini. Harus selalu tampil cantik, menjaga badan, menjaga pola makan, dan harus selalu bersikap baik di mana pun. Itu tidak seperti dirinya. Dan entah kenapa ia bisa bertahan dari bangku SMP sampai umurnya menginjak angka dua puluh lima, menjalani hidup penuh tekanan seperti ini.

Pemotretan berjalan lancar, meski Aro--sang fotografer sempat bad mood pada Naya karena datang terlambat dan berkali-kali take ulang. Tapi tidak bertahan lama karena kini mereka malah sedang bersendau gurau membahas apapun yang bisa bahas.

"Lo betulan bakal keluar dari dunia model yang udah besarin nama lo, Nay? Seriously?"

Naya mengangguk singkat. "Ya. Mau nama gue sebesar gajah pun gue bakal tetep berhenti. Capek gue, jual badan mulu. Kesian kan Mas-Mas yang bakal jadi suami gue nanti." Ia tertawa melihat Aro yang mendengus malas.

"Aaah, gue bakal kangen banget fotoin elo." Aro mendesah kecewa--sangat terlihat dibuat-buat.

Melempar kacang yang entah bagaimana ada di antara mereka berdua, Naya memaki Aro. "Sialan lo! Pasti seneng kan, karena nggak ada yang mau take ulang berkali-kali sampai menurut gue perfect?! Mati aja lo sana!"

Aro tertawa terbahak-bahak melihat Naya yang kini menatap sebal padanya. "Sans aja sih, tapi jujur ya, gue jadi dipakai di mana-mana setelah gue motret elo." Bener, kok. Dirinya tidak bohong sama sekali. "Makan malem perpisahan gimana? Gue traktir tenang aja."

"Cih sombong sekali kau, dude! Gue mau makan di Yellow Hill gimana?" Senyum miring Naya tiba-tiba muncul, terlebih dengan rencana mendadak yang tersusun di kepalanya.

"Oke. Gimana kalau kita berangkat sekarang? Mungkin nanti pulangnya kita bisa jadi pasangan?" Aro tergelak lagi ketika mendapati Naya melirik pedas padanya.

TBC

A/N:

Mari berkenalan dengan Naya dan Agam. I know, ceritanya mainstream baget kannnn:" tapi ya nggak papa hehe. Aku pengen aja gitu wkwk. semoga kalian nggak bosen sama cerita dengan tema membosankan ini hahaha.

Udah ada bayangan bakal gimana nggak? Udah ketebak alurnya, kah? (Semoga aja jangan)

Btw, cerita ini aku ikutkan di event GMG Hunting Writers nih, doakan ya teman-teman~


With Love,
Pulpenabu

Let's Be Together (selesai)Where stories live. Discover now