BAB 2 | Pertemuan Kedua

18.8K 699 26
                                    

"Aku tidak ingin takdir mempertemukan kita, jika takdir hanya ingin mempermainkan rasa diantara kita."

—Arvin Putra Alandra—

***

Perempuan remaja memakai seragam kotak-kotak, memasuki kamar mendekati ranjang seorang laki-laki yang dua tahun lebih muda darinya. Laki-laki itu masih bergelung dalam selimut. Perempuan itu mendengus.

"Kak Arvin, bangun, udah jam 8 nih!" teriak Arsyelia—Adik bungsu laki-laki remaja itu.

"Apa sih Dek, jangan ganggu, Kakak masih ngantuk," racaunya dengan mata terpejam.

"Ma! Kak Arvin katanya malas ke sekolah!" jerit sang Adik dengan usil.

"Pengadu!"

"Biarin, cepat siap-siap Kak, nanti telat ke sekolahnya."

"Iya bawel," sahut Arvin menyibak selimut dan turun dari kasur melangkah menuju kamar mandi.

Arsyelia kembali ke meja makan.

"Arvin udah bangun Dek?" tanya Alea —sang Mama sembari mengoleskan roti tawar dengan selai coklat kesukaan Arsyelia.

"Udah Ma, Kak Arvin susah banget dibangunin deh kalau udah tidur kayak kerbau," gerutu Arsyelia kesal.

"Nggak boleh gitu, Sayang dia kakak kamu loh," peringat Alea dengan memberi roti kesukaan Arsyelia.

"Apa yang Mama kamu bilang benar Dek, walau bagaimanapun, Arvin tetap Kakak kamu meski terkadang menyebalkan," sahut Andra— sang Papa.

"Hust, apa beda sama Papa? Sebelas dua belas," cibir Alea.

"Pagi Pa, Ma," sahut Arvin yang datang tiba-tiba.

"Kak Arvin nggak mandi ya? Kok, cepat banget sih?" tanya Arsyelia melihat Arvin sembari menggigit rotinya.

"Mandi lah Dek , emang kamu yang mandi sama dandan ngabisin waktu berjam jam," sindir Arvin.

"Ish, biarin tahu! Perempuan kan, harus gitu, iya, kan, Ma?" Arsy memandang sang Mama meminta pembelaan.

"Iya Dek, udah ya, sekarang kalian sarapan," lerai Alea.

"Adek, kan, bentar lagi lulus, Papa sama Mama udah memutuskan kalau Adek, akan satu sekolah sama Kakak kamu nanti," tutur Andra.

"Tapi Pa, Adek yang nggak mau satu sekolah sama Kak Arvin, nanti fansnya Kak Arvin bakal ganggu Adek," tolak Arsyelia manja.

"Nggak apa lah Dek, harus terima, gimana lagi punya Kakak ganteng banyak fans," sambung Arvin dengan tingkat kepedeannya.

"Idih! Sok kegantengan lo Kak, kalau Arsy jadi perempuan, nggak akan mau sama Kakak. Dirumah ngeselin, kalau diluar cueknya minta ampun," cerocos Arsy.

"Maklum aja Sayang, Kakak kamu pemalu, persis Papa dulu," tambah Alea.

"Kok, jadi bawa-bawa Papa Ma?" protes Andra.

"Ya emang, cueknya Papa , dinginnya Papa, nurun tuh ke Arvin. Untung aja, sifatnya nurun ke Mama, nggak ikut Papa semua," celoteh Alea.

Andra menghela napas jika berdebat dengan Alea, pasti selalu ada bahan yang membuat Andra diam tak berkutik.

"Kalau Adek satu sekolah sama Kak Arvin, Adek nggak mau berangkat bareng sama Kak Arvin," protes Arsy.

"Yee, siapa juga yang mau berangkat sama lo Dek, yang ada makin berat motor gue," balas Arvin tak mau kalah.

A & A [TELAH TERBIT] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang