ANCAMAN

64 31 6
                                    

"Maafkan aku brea, harusnya aku tak usah ikut campur! itu hakmu dan aku tak pantas melarangmu berpacaran dengan siapapun. Aku benar-benar merasa bersalah karena itu, sorry brea" pesan william dari kejauhan.

William tampak berdiri diujung koridor sekolah menatap kehadiran breanna ditengah koridor, meski sesekali saling menatap satu sama lain namun william memilih mengirimkan pesan sebagai perantara komunikasi dengan breanna.

Breanna cukup lega membaca pesan itu, berfikir akhirnya hubungan pertemanan mereka kembali membaik. Breanna menatap balik william yang tengah berdiri jauh diujung koridor, mereka pun saling melempar senyum.

"It's oke" balas breanna.

* * *

Brakk..

Valeria dan ketiga temannya-- sophia,jasmine dan georgia-- menepis kuat kedua bahu breanna serta mendorongnya hingga tersungkur ketika hendak berjalan menuju kantin. Mereka memblok langkah breanna dan menyeret anak itu menuju tempat yang cukup sepi, mulutnya pun dicekal kuat. Breanna hanya bisa menahan rasa sakit tarikan kuat dari keempat perempuan bertubuh jenjang dan berbobot lebih besar darinya hingga tidak bisa terelakkan.

"Apa masalah kalian denganku?!" bentrok breanna membangunkan diri dari terkaparnya. Valerie memajukan diri dari yang lain, melemparkan sorot mata memangsa kearah breanna yang malah masih ternganga dengan perlakuan mereka.

"Gadis tidak tahu diri!" ledak valerie menarik kerah seragam breanna. "Kembangkan telingamu!" sambung valerie yang kini mulai menarik kedua telinga breanna. "Kutegaskan padamu! Kalau Kauuu... Kau harus jauhi william secepatnya!" Breanna merasakan sakit ditelinganya namun dia tidak bisa berkutik melawan keempat kakak kelas berperawakan besar yang seakan siap mengeroyokinya.

"Tapi dia adalah temanku, Bagaimana bisa aku__"

Paakk..

Satu tamparan panas menepis wajah breanna yang kini mulai memerah. Tanpa sepengetahuan mereka semua, brian ternyata tengah memantau gerak gerik valerie dan ketiga temannya dari jarak lima meter. Melihat breanna tertampar dan dikepung, secepat mungkin brian menghampiri mereka ditempat.

"Keterlaluan! Menjauhlah dari pacarku!" tepis brian seraya menggapai tangan breanna, membawanya keluar dari kepungan.

"Urus pacar brengsekmu ini!"
"Jangan berani-berani mendekati william lagi!"
"Memalukan! Benar-benar tidak tahu diri!"
Hujam valerie dengan nada tinggi menunjukkan jari tegas kearah breanna yang kini tergugup berada didekapan brian. Valerie mencoba mencengkram serta mengacaukan breanna dengan sulut emosi tidak terkendali, namun brian berhasil menghalau tangan valerie.

"Tutup mulutmu perempuan jalang!" emosi brian.

Deng

tiba-tiba saja perkataan yang terdengar kasar itu tidak habis fikir terucap dari bibir manis brian yang berhasil mengejutkan setiap telinga dari mereka, tidak terkecuali breanna dan ketiga teman valerie melotot kejut kearah brian. Seketika penuturan brian menahan sejenak tindakan valerie, sesaat kemudian valerie menghela nafas panjang dan membangkit murka, dia mendorong keras dada kekar brian membuat breanna dan brian secepat itu terpental kelantai.

Sophia,jasmine dan georgia hanya bisa ternganga menyaksikan.

"Brengsek kau!" lontar valerie. Dia menendang kaki brian yang masih terkapar dilantai kemudian berlalu meninggalkan mereka semua ditempat.

"Vale!!!"
"Valeeee!!"
"Valerie!!!" teriak jasmine memanggil namun valerie tidak menghiraukannya.

* * *

Seusai sekolah brian mengantarkan breanna pulang, untuk memastikan pacarnya aman dari gangguan valerie dan teman-temannya. Breanna sempat menanyakan kenapa brian tiba-tiba mengatakan hal kasar--perempuan jalang-- kepada valerie, namun brian mengatakan kalau dia hanya terbawa emosi saja.

Didepan gerbang rumah, breanna berterimakasih kepada brian karena telah mengantarkannya pulang. Mereka berdua menatap william yang ternyata juga menatap kearah mereka, william kemudian mengalih pandang dengan membuka pintu rumahnya lalu masuk.

Brian menoleh kembali kearah breanna, setelah tadi sorot matanya kearah william.

"Mm.. Sebaiknya kau jauhi saja anak itu" tatapan brian agak ragu mengatakannya, namun dia dengan nada halus mencoba menyampaikannya kepada breanna yang dia tahu betul kalau breanna adalah teman dekat william.

Breanna menatap brian menggeleng tidak percaya. "Eng.. Iya aku tahu! Dia adalah temanmu, tapi.. Bagaimana kalau valerie kembali mencelakakanmu dan aku sedang tidak ada disampingmu?" lanjut brian.

"Entahlah.. Aku tidak bisa secepat itu mengambil keputusan" geleng breanna kalut.

Brian menatap prihatin, dia memeluk breanna. "It's ok! Aku faham, karena hal itu.. Aku tidak akan pernah letih untuk memastikan kamu aman dari orang-orang yang ingin menjahatimu, terutama valerie".

Breanna menatap dan menarik senyum ditengah dekapan laki-laki jenjang tersebut.

Dibalik gorden jendela depan rumah, ternyata william menyaksikan mereka berdua sedari awal tanpa terdeteksi, sorot wajahnya hanya menampil datar lalu memilih menutup gorden lalu berjalan menuju kamarnya.

THE LAST BLOODWhere stories live. Discover now