RUANG TERSEMBUNYI

55 9 16
                                    

"Terimakasih" bisik breanna dalam dekapan lembut william didepan gerbang rumah. Matanya semakin membengkak seiring dengan kurasan airmata sepanjang perjalanan pulang.

"Sudah, jangan menangis lagi" william menyekakan airmata.
"Suatu hari nanti kau akan menemukan laki-laki yang tulus mencintaimu" lanjut william terus meyakinkan.

"Sekarang masuklah kerumahmu, jangan hadirkan brian difikiramu lagi! Karena sama saja kau akan menyakiti diri sendiri" pesan william.

"Jika kau butuh pendengar untuk menceritakan segala yang mengganjal perasaanmu, kau bebas menghubungiku" breanna menatap haru terhadap kepedulian william, dia semakin kehilangan kata untuk membalas semua perlakuan baiknya selama ini, akhirnya breanna memeluk william sebagai tanda terimakasih.

"Thanks will".

Breanna menurut, dia mulai membuka gerbang seketika melambai kearah william, william pun berbalik melambaikan tangan sembari memperhatikan breanna berjalan sejauh mata memandang dan memastikan kalau breanna sudah memasuki rumahnya.

_

"Kenapa baru pulang?" potong alexis mendapati putrinya membuka pintu dan baru kembali kerumah ketika jam sudah menjukkan 00.45.
"Kepesta boleh saja, tapi jangan sampai lupa waktu seperti ini!" lirik alexis menyoroti pakaian yang breanna kenakan.

"Iya, maaf" singkatnya menunduk pandang menyembunyikan bengkakan dikantung mata, breanna meninggalkan alexis ditempat menuju kamarnya.

Pletak

Mengunci diri didalam kamar breanna merebahkan seluruh tubuh pegalnya keatas empuknya ranjang.

01.00am

Breanna membalikkan badan merubah posisi tidurnya, tidak lama kemudian berbalik lagi dan begitu seterusnya. Sepertinya ketidaknyamanan mulai dirasa, dia terbangun mendongaki seluruh langit-langit dan seisi kamarnya seolah tengah ada sesuatu yang menganggu naluri.

vi...ngança.. vi..ngançaaa...

Bisikan itu tiba-tiba hadir, terdengar halus dan pelan namun sangat jelas membisiki telinga ditengah diamnya malam. Sesekali bisikan itu menghilang dalam sekejap, Breanna terkejut dengan cekatan beringsut keluar dari kamarnya dalam keadaan berdebar.

"Suara apa itu?" napasnya mulai terengah memegangi dada didepan pintu kamar.

Bisikan itu kembali terlintas pelan, sedikit takut namun rasa penasaran besar pun muncul dalam benaknya, breanna mulai melengkingkan telinga, pelan-pelan mencoba mengikuti arah suara yang kadang menghilang dan terdengar berbisik.

"Sangat jelas, tapi darimana?"
Batinnya mengernyitkan dahi berulang.

Suara bisikan tadi kembali terdengar mendayu.

"Sepertinya dari dalam sini" gerutu breanna mulai menempelkan telinga pada dinding diluar kamar. "Aneh, tapi disini justru terdengar sedikit jelas" berjalan menyusuri dinding mengikuti arah suara hingga tiba disamping dinding dapur.

Vingança.. vingança...

Tok.. Tok..
Breanna mengetuk-ngetukkan jari-jarinya pada dinding.

"Rasanya aku pernah mendengar ucapan ini" batin breanna mencoba mengingat persis.

"Aku ingat! Waktu itu shawn dirasuki dan makhluk itu mengucapkan ini, aku harus cari tahu maknanya" bisikan itu menuntunnya seperti sebuah kompas menuju sumber suara.

THE LAST BLOODWhere stories live. Discover now