Nine

33.9K 2.6K 87
                                    

THERESA POV

Aku mengusap wajah gusar menunggu Ally yang tidak kunjung pulang padahal sudah hampir pukul sebelas malam. Kemana dia?! Anak itu, suka sekali membuatku khawatir. Berkali-kali sudah ku hubungi ponselnya namun tidak diangkat, apa yang sedang dia lakukan? Sepenting itukah? Atau seseru itukah hingga dia tidak bisa mengabariku barang sejenak? Aku benar-benar dilanda gelisah, Ally tidak pernah begini sebelumnya. Ya Tuhan, aku bisa gila memikirkannya.

Aku menghempaskan tubuhku ke sofa, menarik nafas panjang untuk menenangkan diriku sendiri. Aku harus yakin Ally pasti baik-baik saja, dia mungkin hanya kesal karena aku pergi dengan Nick. Iya, benar, dia hanya sedang kesal. Dia akan segera kembali lalu memelukku dengan hangat. Ally pasti pulang. Dia tidak mungkin tega meninggalkanku sendiri di rumahnya, walaupun di samping rumahnya itu ada rumahku. Sebentar lagi, batinku. Jangan berpikir yang tidak-tidak Theresa! Sekuat tenaga aku menghalau segala pikiran buruk yang mendatangi otakku.

Sampai akhirnya aku mendengar suara mobil berhenti di halaman rumah, dengan cepat aku berlari dan membuka pintu. Aku sudah menyiapkan segala omelan yang akan kulontarkan pada Ally karena telah membuatku khawatir, namun itu semua sirna saat kulihat Edwin membopong tubuh Ally yang terkulai lemas dengan Dino yang mengikuti di belakangnya. Aku bungkam, tidak tahu harus berkata apa. Tapi tanganku dengan cekatan membuka pintu lebih lebar agar mereka bisa masuk.

Edwin melewatiku begitu saja, dia terburu-buru menaiki tangga dengan wajah cemas.

"Tunggu!" Aku menahan Dino yang ingin menyusul, "Ally kenapa?"

Aku mengguncang lengan Dino pelan, menatapnya lekat-lekat agar jujur padaku. Karena terkadang saat Ally melakukan kesalahan Edwin dan Dino menutupi kesalahannya, kali ini aku tidak menerima kebohongan setelah melihat kondisi Ally yang membuat hatiku sakit.

"Gue.. Gue nggak tau, kak," jawabnya terdengar ragu. Aku mencengkram erat lengannya.

"Jujur, Dino! Dia habis ngapain?!"

"Kak..." Dia memelas, "gue ga berhak ngasih tau lo, mending lo tanya langsung sama anaknya"

"Ally nyembunyiin sesuatu?"

"Emm.. Mungkin? Gue baru tau dikit"

"Apa yang lo tau?"

"Rahasia. Gue aja taunya dari Edwin, Ally malah nggak ngasih tau gue"

"Edwin bilang apa?"

"Tanya sendiri! Udah deh, mendingan kita liat gimana Ally sekarang!"

Aku membiarkan Dino berjalan pergi ke lantai atas. Sementara aku masih diam di tempat menahan segala perasaan yang kurasakan. Aku marah, kecewa, sedih, khawatir, takut, semua menjadi satu. Ally selalu begini. Dia tidak pernah mau menceritakan hal buruk yang sedang menimpanya, dia hanya ingin berbagi kebahagiaan tanpa mau berbagi kesedihan denganku. Aku tidak suka, rasanya seperti dia tidak membutuhkanku dan itu menyakitiku. Aku berada di sisinya, bukan hanya untuk bersenang-senang dengannya, tapi juga merasakan kesedihan yang dia rasakan. Demi Tuhan aku menyayanginya, aku tidak ingin hal buruk terjadi padanya.

Sebelumnya aku tidak pernah sepeduli ini pada orang lain, bahkan keluargaku saja tidak kuperhatikan sebagaimana aku memperhatikan Ally. Anak nakal itu.. Aku tidak bisa membayangkan jika hidup tanpa dirinya. Mungkin aku lebih memilih mati daripada menjalani hari tanpa dia di sisiku.

Aku menghembuskan nafas berat, lalu dengan gontai melangkahkan kakiku menuju kamar Ally. Melihat dia dalam kondisi tidak baik adalah salah satu hal yang kubenci.

Cklek.

Aku membuka pintu kamar mendapati Edwin dan Dino berdiri dalam diam sambil memandangi Ally yang tidak sadarkan diri. Mereka bahkan tidak mau repot-repot menoleh ke belakang dan memilih mengabaikan kehadiranku.

Sorry, I Love You (GxG) ✔Where stories live. Discover now