Six

38K 2.8K 44
                                    

ALLISON POV

Musuh. Aku sama sekali tidak menginginkan itu. Tapi you know lah, sebaik apapun seseorang pasti ada orang lain juga yang membencinya. Entah karena iri atau apa. Yang jelas, aku sendiri sudah berusaha untuk bersikap baik pada semua orang, termasuk pada pria yang sedang berdiri di hadapanku saat ini. Panggil saja Boy.

Aku tidak tahu kenapa dia terlihat begitu membenciku, bahkan sejak pertama kali kami bertemu ketika awal masuk SMA. Boy selalu mencari gara-gara denganku, semakin lama dia semakin jahat padaku. Tentu aku tidak bisa diam diperlakukan seperti itu, saking jahatnya dia padaku aku pun jadi ikut benci padanya. Aku selalu bertanya-tanya dan mencoba mengingat apakah aku pernah berbuat salah padanya, tapi sepertinya tidak, masa iya dia membenciku tanpa sebab?

Aku sekarang sedang berada di perpustakaan, dan tidak sengaja menabrak Boy yang kebetulan juga ada di sana. Kami saling bertatapan dengan sinis, dia terlihat tidak terima karena aku sudah menabraknya. Lagipula aku tidak sengaja, dia pun tidak lecet sama sekali. Kenapa memasang muka begitu?

"Kalo jalan jangan cuma ngandelin kaki, mata lo gunain juga buat liat jalan, bitch!"

Rahangku mengeras mendengar ucapannya, tapi aku tidak ingin tersulut emosi, maka dari itu aku berusaha untuk menenangkan diri.

"Kalo lo tadi juga liat jalan, ga mungkin kan lo biarin gue nabrak lo? Mikir, bastard! Punya otak ga digunain percuma!" Aku membalas ucapannya dengan tidak kalah pedas. Boy menatapku dengan pandangan menusuk, namun tidak membuatku merasa takut. Justru aku semakin mendongakkan kepala menantangnya. Bahkan ketika dia mempersempit jarak di antara kami, aku masih bergeming.

Boy menunduk mensejajarkan tingginya denganku, lalu dengan lirih berbisik. "gue benci sama lo"

"Gue ga peduli"

"Gue bakal ngehancurin hidup lo"

Aku tertawa sinis. "Coba aja kalo bisa"

Aku berjalan melewatinya sambil menabrakkan bahu mungilku dengan bahunya yang kekar. Tidak kupedulikan bagaimana reaksi wajahnya sekarang. Terserah dia mau berbuat apa, jika memang berniat menghancurkan hidupku ya silahkan saja, ada Tuhan yang akan membalas.

Aku melangkahkan kaki menuju kelas dengan langkah ringan, sampai tiba-tiba saja ada yang merangkul bahuku dari belakang. Tidak perlu menoleh, aku sudah tahu siapa pelakunya. Tentu saja Edwin.

"Gue cariin daritadi, taunya nongkrong di perpus," Edwin menyisir rambutnya ke belakang.

"Ngapain nyari gue?" tanyaku cuek.

"Yeee, kita kan bestfriend goals. Ke mana-mana harus bareng," jawab Edwin sambil mengacak-acak rambutku. Ku cubit pinggangnya pelan.

"Gausah berantakin rambut gue!"

"Ya maaf," Dia kembali merapikan rambutku. Kami terus berjalan sambil bersenda gurau, tapi harus terhenti saat melihat Lesa ditarik paksa oleh Chris. Kulirik Edwin yang memperhatikan mereka dengan sangat lekat, lalu tiba-tiba saja dia menarikku untuk mengikuti mereka, mengabaikan bel masuk yang sudah berbunyi. Aku tidak memberontak dan mengikuti Edwin yang melangkahkan kakinya lebar-lebar, mungkin dia tidak ingin kehilangan jejak pujaan hatinya yang sedang diseret pria brengsek.

Chris membawa Lesa ke belakang sekolah, sedangkan kami berdiri di balik dinding mengawasi mereka berdua. Kudengar Chris adalah pria yang kasar, aku jadi sedikit cemas jika dia melakukan hal buruk pada Lesa. Gadis polos dan pendiam itu terlihat menunduk ketakutan karena Chris menatapnya marah, entah apa masalah mereka berdua.

"Jalang!" Chris memaki. Bisa kulihat Lesa sedikit tersentak.

"Ngapain kamu deket-deket sama cowok sok kegantengan tadi?! Lupa udah punya tunangan?! Atau lagi belajar pengen jadi jalang hah?!"

Sorry, I Love You (GxG) ✔Where stories live. Discover now