Chapter 1

86.4K 1.7K 41
                                    

"Sayang, jangan loncat-loncat, nanti jatuh," tegur Ella pada seorang anak kecil yang melompat-lompat naik turun di atas meja. Tampak si anak tak mendengarkan dan kembali naik lagi, dan kala ia melompat Ella langsung menangkap tubuh kecilnya. "Aduh, Bunda bilang jangan! Nanti kamu jatuh sakit, sedih Bunda!"

Si anak hanya tertawa geli. "Maaf, Bun ...," ujarnya dengan aksen khas kekanak-kanakan.

Ella tersenyum. "Iya, enggak papa, jangan ulangin lagi, ya!" Ella menekan hidungnya lembut dan kembali si anak tertawa. "Ayo, kita ke dapur, kakak-kakak sama adik-adik kamu udah ke sana buat sarapan, lho. Masa kamu masih main di sini?"

Lagi, si kecil itu hanya tertawa.

Mereka pun menuju dapur, dan kala sampai di ambang pintu Ella terdiam sejenak melihat seorang wanita tua dengan wajah sedih meletakkan sesendok kecil bubur putih polos ke piring seorang anak yang mengantri paling depan.

"Kamu ambil piring sendiri terus antri, ya, Sayang." Wajah yang sempat murung itu tersenyum hangat sembari menurunkan anak kecil di gendongannya. Sang anak mengangguk dan berlari kecil mengambil piring sebelum akhirnya mengantre di belakang. Ella berdiri, setelahnya menghampiri sang wanita.

"Bunda," panggil Ella, si wanita tua yang ia panggil Bunda mendongak, hanya sejenak menatapnya dan kembali melakukan aktivitas itu lagi. Setelah selesai, di mana semua anak memakan lahap bubur polos yang tersaji, Ella dan wanita tua itu menuju ke area yang jauh dari mereka.

Untuk berbicara empat mata.

"Cuman itu yang kesisa, mereka kelaparan jadi ... enggak ada yang protes. Anak-anak malang." Wajahnya menyedih. "Bunda ... ibu yang buruk ...."

Ella menatap sendu wanita itu. "Itu enggak bener, Bunda. Itu cuman soal waktu ... roda kehidupan berputar, bukan salah Bunda karena Bunda sudah berusaha. Bunda benar-benar ibu yang baik bagi mereka! Bunda, banyak kasus penelantaran di luar sana, hal buruk, penyiksaan anak-anak, perbudakan ... sementara kita merawat mereka! Aku bakalan kerja buat nambah-nambah, nyuci di rumah juragan ...."

"Jangan!" Wanita tua itu menghentikan gerakannya. "Bunda ... sudah enggak sanggup jagain anak-anak sendirian, Bunda perlu kamu. Biar Bunda saja yang jaga toko kue depan sama para kakak, kamu tetep jagain anak-anak di rumah."

Ella terdiam.

Wanita tua itu tersenyum. "Sesuai perkataan kamu, kan? Roda kehidupan berputar. Kalau kita berusaha keras ... kita akan berubah."

"Itu kata-kata Bunda, kok." Ella tersenyum balik dengan hangat.

Bunyi piring terdengar, dua wanita itu menoleh ke sumbernya. Mereka lalu menghampiri ke arah suara dan menemukan para kakak menumpuk piring-piring yang telah dihabiskan isinya.

Mereka pun membantu para kakak membereskan perlengkapan dapur.

"Bunda, kami boleh main?"

Wanita tua itu tersenyum hangat. "Boleh, tapi kalian istirahat dulu biar gak sakit perut ... kan habis makan."

"Oke, Bunda!" sahut anak itu, mengacungkan jempol. "Ayo kita main!"

Para adik pun berlari keluar.

"Hati-hati, Sayang! Jangan lari-lari dulu!" tegur Ella. Ia lalu kembali membereskan perlengkapan tersebut, menghela napas seraya menggelengkan kepala. "Aduh ... anak-anak ini."

"Psst ... psst ... Bunda! Bunda!" Mereka menoleh ke suara itu, menemukan beberapa anak yang berdiri di ambang pintu dengan badan di balik tembok dan kepala yang menyembul ada di sana. "Bunda, ada orang ...."

"Yeay!" Terdengar juga suara pekikan bahagia di depan.

"Eh?" Ella dan wanita tua itu bertukar pandang, sebelum akhirnya si wanita tua berdiri dan menuju depan. Nyatanya, memang ada orang, beberapa pria dewasa yang membawa sebuah tas ... dan kala dibuka tas tersebut dipenuhi mainan, makanan, dan minuman.

Wanita tua itu masih terperangah sampai seorang pria tua yang tampak seumuran dia melangkah menghampiri.

"Maaf, Pak ... ada ...."

Pria tua itu memutus ungkapannya. "Anda punya seorang putri, mana putri Anda?" tanyanya, langsung ke inti.

Tentu saja, wanita tua itu terkejut. "Pak, sebenarnya ada apa, Pak?" Ia bingung dan agak takut serta khawatir. Ia lirik sekilas anak-anak memastikan mereka baik-baik saja dengan para pria berjas dan berbadan tegap tersebut.

"Ah, benar ... maaf." Pria itu memijat batang hidungnya sejenak, pun menghela napas panjang. "Ada hal ... yang ingin saya bicarakan. Dengan Anda, dan anak Anda. Juga ... tentang panti asuhan kalian."

"Bunda," kata sebuah suara lembut, wanita tua itu menoleh dan melihat di samping belakangnya telah ada Ella berdiri. "Mm ... mohon maaf, Pak. Ada apa?" tanyanya, seraya memperhatikan anak-anak yang makan dengan lahap, atau bermain di depan matanya.

Pria tua itu tersenyum menatap Ella dari atas ke bawah, sementara sang ibu khawatir dengan cara menatap pria itu.

Namun, ia menepis pemikiran buruknya lebih dahulu. "Si-silakan duduk, Pak! Kita lanjutkan di dalam!"

Memasuki ruangan keluarga, Ella dan ibunya duduk di sofa seberang pria itu yang lebih dahulu duduk.

Ella tersenyum. "Ingin minum apa, Pak?"

"Tidak, tidak perlu ... saya akan mencoba sesingkat-singkatnya akan hal ini." Pria tua itu merogoh saku di balik jasnya, dan selembar kertas keluar di sana. Bukan kertas biasa, melainkan sebuah foto seorang pria muda yang cirinya hampir mirip dengan pria tua di hadapannya, rambut, manik cokelat, seperti seumuran Ella tersenyum kekanak-kanakan ke arah kamera. "Ini putra saya. Usianya mungkin sama seperti anak Anda."

Ella dan ibunya memperhatikan foto itu, keduanya bingung kenapa si pria memperlihatkan foto tersebut kepada mereka.

"Apa menurut kamu dia tampan, Ella?"

"Mm ... dia memang tampan, Pak ... mm ...." Ella tak tahu harus berkata apa setelahnya. Ia dan ibunya agak kaget si pria mengetahui namanya.

"Ah, benar, perkenalkan, saya William, Bu, Ella! Saya terlalu ... yah, tergesa-gesa, maaf!" William menyalami kedua wanita di hadapannya. "Anda tidak usah khawatir, kedatangan saya bukan bermaksud jahat ... saya ingin menjadi donatur di panti asuhan ini."

Keduanya perlahan mengerti, walau masih bingung terlebih karena adegan unjuk putra William tadi.

"Ah, terima kasih banyak, Pak!" Wanita tua itu angkat suara, tersenyum hangat terlebih ia menatap para anak-anak yang keperluannya kini akan terpenuhi.

"Bukan hanya donasi, juga pendidikan dan segala keperluan anak-anak di sini akan terpenuhi. Juga, tenaga kerja, semuanya ... Anda tak perlu lagi khawatir! Tak perlu!" Mata keduanya membulat sempurna.

"Tuhan menberkati Bapak ... terima kasih banyak, Pak!" Ella membungkuk ke arah William.

"Terima kasih banyak, Pak! Tuhan memberkati Bapak!" Ibunda Ella menimpali.

"Bukan masalah ... tapi, ada satu hal yang saya minta, dari kalian." Kini, wajah itu menatap dengan tunggu. "Saya ingin ... Ella menikah dengan putra saya."

Mata Ella dan ibunya membulat sempurna. Kedua wanita itu kini bertukar pandang. Keduanya lalu menatap si pria, semakin bingung dua wanita itu.

"Mungkin Anda berdua berpikir, jika saya melakukan ini agar Ella mau menikahi putra saya, itu benar ... tapi selain itu saya juga ingin beramal dan membantu anak-anak di sini mengejar cita-citanya, niat saya tulus soal itu. Dan kenapa saya ingin Ella jadi menantu saya ... karena saya percaya dia bisa menjadi yang terbaik untuk Donovan, putra saya, saya takut ia jatuh ke orang yang salah mengetahui dia ...."

Cerita ini tersedia di
Playbook: An Urie
Karyakarsa: anurie
Dan bisa dibeli di WA 0815-2041-2991

SPECIAL HUSBAND [B.U. Series - D]Where stories live. Discover now