Bab 8: Jangan Dengarkan Sarannya

5.9K 863 45
                                    


Kenapa jadi begini?

Noura mendengkus sambil melirik kesal ke arah cowok yang duduk di sampingnya. Pasalnya, cowok itu memilih duduk di samping Noura dibandingkan bangku-bangku kosong lain di dalam kelas. Yang menjadi pertanyaan Noura adalah, kenapa?

Kenapa dia, Devan, harus duduk di samping Noura? Membuat kesal saja.

"Kamu duduk di depan, Van?"

Devan yang ditanya mengangguk mantap. "Iya, Bu."

Ibu Endah mengerutkan kening. "Kalau kamu ada kegiatan lain, bisa tunggu di luar kelas. Nanti kalau kelas ini selesai akan Ibu WA supaya kita bicarakan hal tadi lebih enak. Gimana?"

Di kursinya, Devan terlihat berpikir. Namun, setelah beberapa detik berlalu, cowok itu menggeleng. "Enggak perlu, Bu. Saya tunggu di sini juga enggak apa-apa. Sekalian inget-inget materi kalkulus buat ngajar asistensi nanti."

Ibu Endah mengangguk-angguk. "Tapi, kenapa kamu duduk di depan, Van? Dulu ketika di kelas kalkulus saya kamu duduknya selalu di belakang dan jarang masuk. Tapi, kalau disuruh maju atau ngerjain ujian selalu bisa. Sampai bingung saya."

Berpasang-pasang mata melirik Devan dengan kagum, termasuk Noura. Bukannya apa-apa, tetapi Noura sangat kagum dengan Devan yang bisa diingat oleh Ibu Endah sebagai mahasiswa pemalas. Super sekali!

Ibu Endah menyalakan laptop dan menarik layar proyektor untuk menampilkan materi hari ini. Semua mahasiswa di dalam kelas mencatat materi pada slide presentasi dengan giat. Begitu pun dengan Noura. Cewek itu mengeluarkan pulpen beraneka warna untuk menulis. Sebenarnya, ini adalah kebiasaan Noura sejak dia di bangku SMA. Dia sangat senang melihat warna-warni di kertasnya ....

"Ngapain bawa barang banyak-banyak? Nyusahin aja."

Tangan Noura yang sedang menyalin tulisan di layar proyektor sampai berhenti saat suara milik Devan mengomentarinya. Benar-benar, ya. Orang lagi serius belajar malah diganggu.

"Serius. Lo buang-buang waktu nyatet apa yang ada di presentasi."

Lagi-lagi Devan membuka mulut, membuat Noura menggigit bibir untuk menahan diri agar tidak membalas cowok itu. Teman-teman Noura yang lain masih terus menyalin dengan cepat tanpa benar-benar memperhatikan penjelasan Ibu Endah, sama seperti cewek itu.

"Mendingan lo dengerin penjelasan dosen, deh. Terus catat apa yang dijelasin dosen dan enggak ada di presentasi. Nanti—"

Belum sempat menyelesaikan salinan dari slide presentasi sebelumnya, Ibu Endah sudah mengganti ke slide berikutnya. Beberapa mahasiswa terdengar mengeluh, tetapi dosen kalkulus itu tidak menanggapi dan terus melanjutkan penjelasan di layar proyektor.

"Tuh, kan. Udah gue bilang. Mending lo nyatet penjelasan Ibu Endah aja."

Duh. Karena siapa coba Noura tidak bisa mencatat materi presentasi kalkulus?

***

"Gimana kelas kalkulusnya?"

Saat Putri menyapanya dengan pertanyaan di sela-sela kunyahan, Noura hanya bisa tersenyum kecut sambil duduk di bangku seberang temannya itu. Ketoprak dengan porsi kuli disodorkan Putri ke arah Noura, tetapi cewek itu menolak.

"Dosen gue galak banget," jawab Noura sedikit berteriak. Dia tidak bermaksud marah-marah kepada Putri dengan menjawab pertanyaan seperti itu, tetapi suasana kantin Teknik siang itu memang sangat padat. Puluhan meja terisi penuh, termasuk meja khusus untuk mahasiswa-mahasiswa yang merokok.

[CAMPUS COUPLE] Hanifah Khairunnisa - Senior from HellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang