Bab 2: Mungkin Dia Terlihat Sedikit Keren, tetapi Jangan Jatuh ke Perangkapnya

8.2K 948 37
                                    

"Noura, bangun!"

Noura merasakan tubuhnya diguncang-guncang, diiringi seruan-seruan memekakkan telinga. Bayangan di kepalanya persis seperti teriakan monyet-monyet saat dia melakukan kunjungan ke Ragunan beberapa waktu lalu. Namun, gambaran itu buru-buru dia tepiskan saat matanya yang sedikit terbuka menangkap wajah Rina yang berkerut-kerut marah sambil mengangkat-angkat sapu.

"Udah jam berapa sekarang, Nou?" Rina menyandarkan sapunya di kepala ranjang, lalu berkacak pinggang. Gadis paling cantik di rumah itu melirik jam beker di atas nakas. Pukul setengah tujuh!

"Aduh, Mama! Udah jam segini! Kenapa Mama enggak bangunin aku?" Noura melompat dari atas ranjang ke ubin lantai sambil berharap dirinya mendarat sempurna dengan kedua kaki. Namun, apa mau dikata. Noura mendarat di atas wajahnya dengan suara gedebuk yang menyakitkan.

Melihat anaknya berciuman dengan lantai kamar yang keras membuat Rina meringis sambil menggeleng-geleng. Sang anak bungsu bangkit sambil memajukan bibir dengan gaya manjanya yang khas.

"Sakit, Ma!" rengek Noura. "Lihat. Lidah aku kayaknya kegigit."

Rina mengangkat dagu lancip Noura dan mengamati lidah yang dijulurkan anaknya itu. Ada segaris luka samar di sana, juga setitik darah merah yang nyaris tak terlihat. "Hati-hati, makanya," dia berkata."Kamu mandi sana. Sarapan sama bekal udah Mama siapin di meja makan. Kata Devan, OSPEK kamu mulai jam tujuh, lho."

Napas Noura tersekat saat satu nama itu meluncur di udara. Devan ... di sini?

Rina mengambil selimut Noura dan melipatnya, sama sekali tidak menyadari tubuh anaknya yang menegang saat nama Devan keluar dari bibirnya. "Devan sampai Mama suruh berangkat duluan. Kasihan dia nungguin kamu kelamaan."

Fiuuuh. Akhirnya, Noura bisa bernapas lega. Devan tidak ada di sini! Itu berita bagus! Membayangkan berangkat bersama Devan adalah mimpi buruk dari yang terburuk. Berboncengan bersama, berhenti di lampu merah sambil saling lirik lewat kaca spion, dan melihat punggung Devan sepanjang perjalanan adalah daftar hal-hal yang tidak ingin Noura lakukan seumur hidupnya.

Setelah mendengar kabar indah pada pagi hari yang cerah ini, Noura menyambar tumpukan pakaian di atas meja yang telah dia siapkan sejak semalam. "Oke, deh, Ma. Aku siap-siap dulu."

Rina menatap kepergian Noura hingga menghilang di balik pintu kamar mandi dengan perasaan bersalah. Kalau saja Noura berhasil dia bangunkan lebih awal, anak itu tidak akan merasa sedih dan kesal karena terlambat mendatangi OSPEK hari keduanya. Namun, satu hal yang tidak wanita itu tahu: Noura senang bisa terbebas dari Devan.

***

Kenyataannya, Noura tidak bisa terbebas dari Devan. Tidak akan pernah, selama dia masih menjadi mahasiwa Jurusan Teknik Elektro Universitas Pionir Nusantara. Buktinya, detik ini Devan berdiri di depannya dengan lengan terlipat di dada. Di sampingnya, cowok yang kemarin menyeret Noura ke depan lapangan ikut memperhatikan cewek itu.

"Lo tahu, 'kan, OSPEK mulai jam berapa?" Cowok bernama Yudha itu bertanya setelah membawa cewek itu ke bawah pohon besar dekat lapangan tempat kegiatan OSPEK berlangsung.

Noura mengangguk.

Devan mendengus.

"Terus, alasan lo sekarang apa? Kemarin enggak izin mau ke toilet. Sekarang terlambat. Lo pikir OSPEK cuma main-main?" Yudha kembali berucap, kali ini dengan intonasi yang lebih tinggi. "Kemarin lo denger, 'kan, hukuman bagi yang terlambat? Lo harus lari keliling lapangan mengikuti jumlah menit keterlambatan lo. Coba hitung. Berapa jumlah lari keliling lapangan yang harus lo lakuin?"

Glek. Tenggorokan Noura langsung tersekat saat kepalanya selesai mengalkulasi jumlah putaran yang harus dia lakukan. Lagi pula, memangnya ada aturan seperti itu, ya? Sepertinya kemarin Noura tidak mendengarnya. Atau, kehadiran Devan di jajaran panitia OSPEK mengalihkan perhatian Noura?

[CAMPUS COUPLE] Hanifah Khairunnisa - Senior from HellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang