23- Positif

303K 11K 1.1K
                                    

Detik-detik kelulusan semua murid kelas dua belas sibuk menyiapkan perpisahan yang akan sekolah selenggarakan. Mereka ingin acara penutup selama tiga tahun sekolah memorable. Semua antusias kecuali sisiwi yang duduk menyendiri di taman sekolah, siswi itu ialah Vella.

Vella termenung memikirkan apa yang akan ia lakukan kedepannya, rasanya Vella tidak bersemangat berkegiatan. Ia hanya ingin bertemu ayahnya. Tak berselang lama ada Lisa yang menghampiri Vella.

"Vella ih! Gue cariin kemana-mana taunya bertapa disini."

"Kayaknya Vella mau izin pulang duluan deh Lis. Vella mau istirahat di rumah."

"Iya sih keliatan banget lo lesu, yaudah kita ke kelas dulu ambil tas udah gitu lo pulang." Seru Lisa yang dibalas anggukan oleh Vella.

Keduanya berjalan menyusuri koridor. Hingga perhatian Vella dan Lisa tercuri oleh gerombolan siswi kelas sepuluh tengah bersorak histeris.

"Eh ada apaan sih itu?" Tanya Lisa pada salah satu siswi.

"Itu lagi kasih kenang-kenangan plus ucapan perpisahan buat Kak bastian Kak. Sama peresmian Tianers."

"Apa? Tianers? Apaan tuh?"

"Itu nama fans club Kak Bastian, Kakak baru tahu ya?"

"Fans? Yaampun! Yaudah thanks infonya."

"Iya Kak, mari."

Lisa menoleh sejenak pada Vella yang mulai geleng-geleng kepala.

"Vell... kayaknya jadi tuh bocah gebleknya."

"Yaudahlah biarin aja." Jawab Vella. Ia pun melanjutkan kembali langkahnya agar cepat sampai ke kelas. Saat melintas bisa Vella dengar kalimat-kalimat yang keluar dari mulut adik kelas yang menggilai Bastian.

"Kak minta keringetnya"

"Tian till i die."

"Bastian rahimku anget."

"Gantengnya melampaui batas."

"Kak Tian kamu buat aku candu, aku buat kamu canda."

"Kak ayo skidipapap, rahimku siap mengandung the next Bastian junior sebanyak-banyaknya dalam kurun waktu sesingkat-singkatnya."

Vella mempercepat langkahnya karena tak kuat mendengar kalimat-kalimat berlebihan yang ditujukan kepada Bastian. Vella tidak cemburu, hanya saja ia menyayangkan perubahan sikap tebar pesona yang berujung playboy pada pribadi Bastian.

Tapi sudahlah, Vella tak punya hak atas Bastian. Biarlah Bastian menjadi seperti yang ia inginkan.

***

Saat perjalanan pulang Vella melihat apotek dan ia teringat sesuatu, ia pun mampir terlebih dahulu disana.

"Pak berhenti di apotek depan ya, Vella mau beli— beli obat demam."

"Iya Non."

Mobil pun berhenti. Vella keluar dengan tak yakin, tapi hatinya tak tenang.

"Permisi..."

"Iya dek cari apa?" Jawab pegawai apotek dengan nada kurang ramah.

"Um— a-ada... ada testpack nggak?"

Pegawai tadi langsung menatap horor Vella.

"Buat adek?"

"B-bukan, buat Bunda. Iya buat Bunda."

Pegawai bername tag Desi itu hanya berdecih pada Vella.
"Duh Dek, masih kecil kok udah tekdung aja. Punya wajah cantik itu jangan disalah gunakan." Ujarnya seraya menyodorkan barang yang Vella cari.

Vella tak menjawab, ia segera membayar dan memasukan tespack itu kedalam tas sekolahnya.

"Makasih Mbak, permisi."

Pegawai tadi tak menjawab, ia hanya menatap rendah Vella hingga wanita berseragam putih abu itu memasukki mobil.

Didalam mobil Vella menjadi resah tetapi bukan karena pegawai apotek, melainkan hasil yang akan ditunjukkan barang yang tadi ia beli.

"Non kita mau pulang, ke kantor apa ke rumah sakit?" Tanya sopir Vella.

"Kita pulang ke rumah aja Pak."

"Baik."

***

Di rumah sakit disalah satu ruang inapnya nampak Atalia tengah bersiap untuk pulang ditemani Binara, Arrinda juga Brian.

"Jangan kamu tahan-tahan lagi semua ini Arrinda, beri tahu Vella secepatnya jika tidak mau beban ini semakin berat." Ujar Binara pada sang putri.

Brian dan Arrinda sama-sama diam.

"Kita semua akan semakin berdosa jika terlalu lama merahasiakan hubungan ayah dan anak, meskipun Arkan sudah tiada setidaknya Vella sudah tahu ayah kandungnya. Mama juga akan lebih tenang jika masalah ini terpecahkan."

Arrinda bersandar ke dinding seraya memejamkan matanya. Jika dirasa-rasa kepalanya terasa akan pecah memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi.

"Iya kita akan beritahu Vella secepatnya, apapun reaksi Vella kita harus terima dan hadapi."

"Ini salah aku."

"Tidak Bella, ini kesalahan bersama. Stop menyalahkan dirimu sendiri."

"A-aku takut Vella ben—"

Ucapan Arrinda menggantung karena Brian segera mengintrupsi.

"Tidak akan. Vella tidak akan membenci kamu, percaya aku."

"Yasudah, kita bahas lagi ini di rumah Papa Brian, Arrinda. Lebih baik sekarang kita pulang." Ajak Binara yang dibalas anggukan oleh semua.

***

Positif.

Vella meraba-raba perutnya yang datar seraya menatap tak percaya benda pipih yang menunjukkan dua garis merah. Tak lama ia menjatuhkan benda itu ke lantai seraya menggelengkan kepalanya.

"N—nggak, nggak mungkin."

Sulit untuk Vella mempercayai hal ini. Vella Hamil? Jika benar berarti janin yang ada di dalam perutnya adalah darah daging Kenzo.

"Nggak! Ini pasti salah, iya salah! Vella nggak boleh percaya begitu saja tespack ini. Mungkin Mbak apotek tadi memberikan tespack kadaluarsa hingga hasilnya keliru seperti ini." Vella menghibur dirinya sendiri.

Meskipun seperti itu tetap saja, ketakutan tengah membelenggu Vella. Sepertinya Vella harus memastikan lebih lanjut untuk mengetahui kebenarannya.

Vella & KenzoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang