Ch.33 Mystery

55.7K 5.3K 113
                                    

Pertama kali melihat Mya, dia mengecat rambutnya warna hijau terang. Terakhir kali bertemu, dia membuatku pangling dengan rambut blonde. Namun, di hari pertama bekerja denganku, dia tampil kalem dengan rambut hitam yang dipotong pendek sebahu.

"Kenapa, Mas?" tanya Mya.

Aku tergelak. "Rambutmu. Tumben enggak warna warni."

Mya meraih sejumput rambutnya dan tertawa pelan. Pipinya memerah, tampak seperti seseorang yang sedang tersipu. "Lagi pengin istirahatin rambut aja." Dia mengangkat wajah dan menatapku. "Enggak masalah, kan, rambutku warna warni?"

Aku mengangkat bahu, sama sekali tidak masalah mau apa pun warna rambutnya. Bagiku yang penting kerjaannya bagus, terserah dia mau memiliki gaya senyeleneh apa pun.

Mya berada di urutan pertama orang yang ingin kuajak bekerjasama. Meski selama ini dia hanya anak magang, tapi dia menunjukkan kinerja yang luar biasa. Di balik gayanya yang nyeleneh itu dan rambut hijaunya yang jujur saja membuatku sakit mata, Mya memiliki kreativitas yang tidak kusangka-sangka.

Aku sempat salah paham awalnya, menganggap dirinya anak manja yang tidak tahu bekerja dengan baik. Namun, Mya langsung mematahkan anggapan tersebut.

Ah, aku memang payah dalam menilai orang lain.

Ketika mengajak Mya untuk bekerja denganku, aku tidak menyangka dia akan langsung menerimanya begitu saja. Dia meminta waktu karena sudah berencana ingin liburan selama tiga bulan penuh setelah wisuda, sekaligus memanfaatkan momen terakhir menghabiskan uang orangtuanya—itu katanya kepadaku waktu itu. Jadi, Mya baru bisa bergabung setelah seminggu kantor ini efektif dibuka.

Mila langsung menyukai Mya, begitu juga dengan Lara, karyawanku yang lain dan bertugas membantu Mila. Mereka langsung akrab di hari pertama, membuatku merasa tersudutkan. Apalagi, hanya aku satu-satunya pria di sini, membuatku tidak punya teman.

"Berhubung kantor ini masih kecil dan baru, jadi saya sangat mengandalkan kamu. Tentunya bekerja di sini sangat berbeda dibanding saat kamu magang dulu, karena selain saya, hanya ada kamu desainer di sini. Load yang ada lumayan banyak dan saya yakin kamu bisa bertanggung jawab." Aku berkata panjang lebar.

Mya mengangguk mantap. Dengan rambut hitam itu, dia tampak lebih serius ketimbang di saat dia masih memiliki rambut warna warni.

"I'll work hard. Aku enggak nyangka aja masih fresh graduate tapi dikasih tanggung jawab besar. This is the perfect place to learn and I can't thank you enough because I can learn from the best." Mya tersenyum lebar.

"Saya masih enggak nyangka kamu mau nerima tawaran bekerja di perusahaan yang belum jelas seperti ini," beberku.

"I like it. Bekerja di perusahaan besar memang memberikan banyak benefit, tapi aku lebih suka tantangan. That's why I'm here."

"Thank you."

"Lagipula, aku percaya Mas Donny. You're a man behind the gun, jadi kesuksesan perusahaan ini sudah terjamin karena Mas Donny yang menjalaninya."

Sekarang, giliranku yang dibuat salah tingkah oleh Mya. Aku baru tahu kalau dia sangat diplomatis dan pintar memilih kata-kata seperti ini.

"Selain itu, aku suka sama Mas Donny. Itu juga jadi alasan aku bekerja di sini."

Sekali lagi Mya sukses membuatku mati kutu. Teringat ucapan Lisa yang pernah memperingatkanku kalau selama ini sikapnya ternyata malah membuat Mya salah paham. Aku tidak pernah menyangka kalau kebaikanku malah berakibat jadi awkward seperti ini.

[COMPLETE] Playing with FireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang