Ch.9 Bare Yourself

80.8K 7.5K 160
                                    

Aku mendudukkan tubuh di kursi yang ada di teras rumah Donny sambil mencerna apa yang baru saja kulihat. Aku menebak-nebak siapa sosok perempuan yang ada di tempat tidur itu, dan firasatku menyebutkan beliau adalah ibu Donny.

Detik ini aku menyadari aku tidak tahu apa-apa tentang Donny. Dia memang tidak pernah menceritakan hal pribadi tentangnya, dan selama bekerja dengannya aku pun tidak memiliki kesempatan untuk bertukar hal pribadi dengannya.

Hubunganku dengan Donny selama ini seperti sungai tenang tanpa riak. Namun tiba-tiba saja beberapa bulan terakhir muncul gelombang dahsyat yang memengaruhi hubunganku dengan Donny.

Aku sontak berdiri ketika sosok Donny muncul di teras. Dia tidak sendirian, melainkan bersama dokter yang tadi ada di kamar itu. Donny melirik ke arah sekilas dan tersenyum hangat, sebelum kembali berjalan bersama dokter itu. Dari tempatku, aku masih bisa melihat mereka berbincang sebelum akhirnya si dokter masuk ke mobilnya dan meninggalkan Donny.

Aku masih mematung di tempat sampai Donny tiba di hadapanku. Aku hanya bisa tersenyum canggung sambil mencari alasan soal keberadaanku di sini.

"Sorry udah narik lo ke masalah gue," ujar Donny, memecah keheningan.

Aku menggeleng. "Tadinya gue mau pamit. Gue enggak bermaksud ikut campur." Aku berusaha untuk tersenyum. "Gue balik, ya."

Tanpa diduga, Donny malah memelukku. Desahan napasnya terasa berat ketika berada di pelukanku, seakan-akan beban yang dirasakannya sangat berat.

"Nginap sini, ya, Kha. Temenin gue." Donny berkata lirih.

Di pelukannya, aku hanya tertegun. Lidahku terasa kelu sehingga tidak bisa menyuarakan jawabanku.

**

Donny menyodorkan secangkir teh hangat yang kusambut dengan tangan gemetar. Apa yang lo lakuin di sini, Mikha?

Tanpa menunggu jawabanku, Donny menggandeng tanganku dan mengajakku masuk ke rumahnya. Aku masih terdiam sampai dia mendudukkanku di sofa. Dia mengusap kepalaku pelan sebelum beranjak ke dapur dan membuatkanku minuman.

Aku belum menjawab, tapi kesediaanku mengikuti ajakannya sudah mewakili jawabanku.

Donny duduk di sofa yang sama denganku meski dia memberi sedikit jarak di antara kami. Aku meneguk minuman itu, sekadar mengulur waktu.

"Yang di kamar tadi nyokap gue, in case lo penasaran."

Hampir saja aku melepaskan cangkir itu dari pegangan ketika Donny berbicara. Aku meletakkan cangkir di meja dan menoleh ke arahnya. "Nyokap lo sakit apa?"

"Stroke, sejak tiga tahun yang lalu."

Jawabannya menyentakku. Selama itu, dan aku sama sekali tidak tahu. Lagipula, Donny juga tidak menunjukkan gelagat ada masalah besar di keluarganya. Dia masih bisa berfungsi dengan baik di kantor, menyelesaikan semua pekerjaannya dengan baik, sedikitpun tidak menunjukkan ibunya mengidap penyakit parah seperti ini.

"Sejak tiga tahun ini mama cuma bisa duduk di kursi roda, enggak bisa ngomong, enggak bisa jalan." Donny melanjutkan.

Aku memandang ke sekeliling ruang tamu dan menatap foto yang memenuhi dinding. Kebanyakan hanya ada foto Donny, ibunya, dan seorang perempuan yang lebih muda darinya. Jelas, itu bukan perempuan yang kulihat ada di kamar tadi.

Siapa perempuan itu?

Dan juga, aku tidak melihat foto ayahnya di usia dewasa Donny.

"Lo yang ngurus sendirian?"

Donny mengangguk. "Dibantu Mbak Mira. Yang tadi ada di kamar, itu Mbak Mira. Dia perawat yang sengaja gue hire buat ngerawat mama. Lo tahu sendiri, kan, kesibukan gue gimana. Gue enggak mungkin ninggalin mama di bawah pengawasan sembarang orang."

[COMPLETE] Playing with FireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang