31. AURORABOREALIS • AMARAH DAN TANGIS

Start from the beginning
                                    

Borealis tau. Hati Aurora pasti hancur. Dia butuh ketenangan.

🌈🌠

Mereka berhenti disebuah danau yang sepi. Berpijak diatas tanah berumput yang telah dipotong rapih.

"Jadi?" Borealis membuka suara.

Aurora tidak menjawab. Dia masih menatap sepatu hitamnya.

"Apa ini yang lo sebut 'kepercayaan yang sudah hancur dan sebuah kehilangan' yang lo maksud waktu itu?"

Aurora menggigit bibir bawahnya. Dadanya begitu sesak.

"Gue nggak tau ternyata lo mengalami hal yang lebih buruk dari kehidupan gue."

"Ini bahkan diluar pikiran gue."

Tidak ada sahutan dari Aurora.

"Kalo gue jadi lo mungkin gue akan lebih memilih buat keluar dari rumah dan bunuh diri."

"Kenapa lo bisa sekuat ini?"

Pertahananan Aurora runtuh. Perempuan itu terisak.

Perih.

Sesak.

Sedih.

Marah.

Semua menimpanya secara bersamaan. Seperti rintik hujan yang turun dengan derasnya tanpa guntur.

"Gue nggak suka kesendirian. Gue nggak suka kehilangan," isak Aurora.

Borealis menatap sendu gadis disebelahnya.

Bersikap seolah semua baik-baik saja disaat semua tidak sedang baik-baik saja, adalah sebuah pilihan yang sulit.

"Lo terlalu tangguh, gue bahkan iri sama lo," ucap Borealis.

Aurora menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

"Gue malu. Gue malu sama diri gue sendiri."

Isakannya terdengar jelas ditelinga Borealis. Apalagi suasana malam ini begitu sunyi.

"Apa gue boleh egois? Gue mau Tuhan menukar nyawa gue dengan orang yang masih menginginkan kehidupannya."

"Lo nggak boleh ngomong kayak gitu."

"Gue benci kehidupan gue!"

Dengan frustasi Aurora menarik surainya.

"Hei! Hei!" tenang Borealis mencoba memegang tangan Aurora. Menghentikan aksi perempuan itu.

"Liat gue! Ini bukan pilihan lo! Tuhan memberikan cobaan ini karena Dia tau bahwa lo bisa melewatinya. Tuhan percaya lo tangguh."

Aurora menggeleng. Airmatanya turun begitu derasnya.

"Lo boleh nangis! Tapi lo nggak boleh menyalahkan takdir hidup lo."

Tangisnya semakin menjadi.

Borealis pun merasakan sesak didadanya melihat Aurora rapuh seperti ini.

Cowok itu merengkuh tubuh Aurora dengan erat. Membiarkan gadis itu menjadikan tubuhnya sebagai tumpuan.

"Gue nggak suka liat lo rapuh kayak gini."

Aurora mengeratkan tangannya yang melingkar ditubuh Borealis. Sesekali dia mencengkeram dan memukul punggung cowok itu.

"Jangan nangis. Gue benci liat orang di sekitar gue nangis."

Borealis mengusap lembut surai panjang Aurora.

Dia merasa bahwa perempuan dalam pelukannya itu harus dia lindungi. Jangan biarkan perempuan itu menangis.

Sebuah perasaan nyaman tercipta ketika dia berada didekat perempuan itu. Sebenarnya perasaan apa ini?

"Lebih baik lo pukul gue. Lo maki-maki gue. Lo balapan sama gue. Daripada gue harus liat lo nangis dan lemah kayak gini Ra."

"Lo cewek tangguh. Lo cewek pemberani. Gue sangat sangat terkesan dengan sifat dan kepribadian lo itu. Jadi apa bisa lo menjadi seperti itu? Tanpa tangis? Tanpa isak? Dan tanpa airmata?"

Aurora hanya terdiam.

Dia juga tidak menginginkan menjadi lemah dan rapuh. Tapi menjadi lemah bukanlah sebuah pilihan.

"Tolong jadi Aurora Pelangi seperti waktu lo mengakui sebagai Angel Alger di depan Markas Kingston."

"Tolong jadi Aurora Pelangi seperti waktu lo nolongin Ganendra dari Dalton."

"Tolong jadi Aurora Pelangi yang tangguh seperti waktu lo berhadapan sama Kingston di lapangan Braja."

"Tolong jadi Aurora Pelangi yang sinis waktu berhadapan dengan Borealis."

Borealis mengeratkan pelukannya. Dia nampak sangat khawatir dengan perempuan dihadapannya.

"Tolong Ra. Demi Alger, demi anak Angkasa. Dan kalo boleh demi gue."

Lagi dan lagi Aurora terisak di dada bidang Borealis.

"Semuanya bakal baik-baik aja, percaya sama gue."

"Dan inget, jadilah tangguh ketika lo benar-benar rapuh. Jadilah senyum ketika lo benar-benar menangis. Dan jadilah tawa ketika lo benar-benar terluka."

Borealis mengusap surai Aurora dengan sesekali mengecup puncak kepalanya.

"Re-Rey-" lirihnya.

"Ada apa? Lo butuh sesuatu?"

Aurora mendongak. Dan disaat itu Borealis tengah menatapnya.

Sedetik kemudian kedua manik mereka bertemu. Ada sebuah kehangatan menjalar diantara keduanya.

"Ra?" ucap Borealis lembut, seraya mengusap air mata di pipi bulat Aurora, "don't cry please."

"Makasih."

Borealis tersenyum dan mengangguk.

"Gue bakal bilang sama-sama, asalkan lo jangan nangis lagi ya."

"Gue nggak nangis."

"Tadi nangis kok."

"Airmata gue aja yang tiba-tiba keluar."

"Sama aja itu."

"Beda."

"Sama Aurora."

"Beda Borealis."

"Sama aja bego."

"Kok lo ngatain gue bego sih?"

"Karena lo emang bego."

"Enak aja. Gue anak olimpiade sains ya, kalo lo lupa itu."

"Bodo amat."

Bugh!

Aurora memukul dada Borealis. Membuat siempunya mengaduh.

"Rasain tuh."

Borealis terkekeh dan kemudian mengacak surai Aurora. "Nah gitu dong, itu baru namanya Aurora Pelangi yang brengsek."

"Baku hantam yuk!"








AURORA BOREALIS [ ✓ ]Where stories live. Discover now