"Oh, God!" ungkap Pascal, menutupkan kedua tangan pada wajahnya. "It's still hard for her to walk ... to run again."

Itu memang memilukan, "Istirahatlah, aku yang akan berjaga untuk mengawasinya."

Pascal menggeleng, "Enggak, kamu juga sudah berhari-hari terus tertahan di sini."

"Ingat waktu London kena badai salju? Aku kena gejala typus dan merahasiakannya karena Mamaku juga sakit? Waktu itu orang tuamu terus mendesakmu pulang, tapi kamu memilih tetap tinggal di asrama dan merawatku."

"Waktu itu penerbangan juga terbatas dan aku—"

"HW-Hospital sudah seperti rumah kedua untukku," sela Zhao dan beranjak ke kursi tunggu di samping tempat tidur Iris. "Tidurlah dulu."

"Jawab pertanyaanku," pinta Pascal, membuat Zhao menoleh.

Pascal menatap adiknya yang terlelap, cukup lama sebelum berganti menatap Zhao. "Apakah ada harapan untuk Iris? Kak Hoshi bilang sesuatu tentangnya? Kak Hoshi pasti mengajakmu berdiskusi untuk perawatan lanjutannya."

Zhao mengulas senyum, "Kakak membuat penilaian berdasarkan hasil pemeriksaan, jadi... memang harus menunggu."

"Kalau menurutmu? Apakah dia bisa kembali berjalan?"

Dua pertanyaan itu membuat Zhao terdiam cukup lama, "Kamu tahu, bahwa separah apapun kondisi pasien, sesulit apapun cedera yang mereka dapatkan ... aku selalu percaya pada harapan," jawabnya melirik wajah yang masih pucat di atas tempat tidur. "Semoga Iris juga begitu."

Pascal menundukkan kepalanya, "Jika keadaannya memburuk, apalagi sulit untuk sembuh, itu salahku," ucapnya dengan getir.

"Terkadang, beberapa luka yang tidak tersembuhkan, bukan karena kurangnya usaha dalam berobat," ungkap Zhao merapikan selimut untuk menutupi lengan Iris. "Diri kita sendiri juga, terkadang tanpa sadar malah mempertahankan luka, bodoh memang ... tapi itu yang nantinya menyadarkan bahwa kita masih mampu merasai kehidupan."

"Jika Iris membenciku—"

"Iris enggak pernah membencimu, Pas..." kata Zhao, kembali mengulas senyum. "Pikiranmu mulai enggak keruan, itu signal bahwa kamu butuh istirahat."

Pascal menghela napas lalu begeser ke sofabed. Cukup lama keheningan membentang sampai saat Pascal menatap ke arah tempat duduk penunggu, Zhao duduk di sana dengan sebuah tablet buku digital. "Kalau kamu bosan menunggu, bangunkan aku."

"I will," balas Zhao, meski hingga pagi menjelang masih bertahan duduk di tempatnya.

== [flawsome] ==

Iris tidak ingin bangun lagi, kenyataan ini begitu sulit ia terima. Segalanya hanya bertambah buruk dari hari ke hari, sakit di kedua lengannya, rasa tidak nyaman di punggungnya, hingga rasa pusing yang mendera kepalanya.

"Suster sebentar lagi datang, bersama dokter akan membawamu untuk dipindai ulang. Itu akan berlangsung selama beberapa saat tapi aku akan menemanimu," kata Pascal sembari menggenggam tangan Iris.

Iris belum pernah melihat Pascal dalam penampilan sekacau ini. Jelas, kakaknya itu hanya sekadarnya mengurus diri. Rambut yang biasa tertata rapi, tak beraturan tersugar jemari. Wajah yang biasanya segar, kini memiliki lingkar mata yang ketara. Lebih dari itu, Iris bisa melihat ada kesedihan dalam sorot mata Pascal.

"Pascal..." isak Iris, takut sekaligus kesulitan menerima keadaannya ini.

"Shh... it's alright, I'm here for you," ucap Pascal, tangan kanannya bergerak untuk mengusap lelehan air mata Iris.

"What will happen to me? Another surgery?" tanya Iris, air matanya tidak bisa berhenti mengalir.

"No, ini sekadar pemeriksaan... mereka harus memastikan cederamu, lalu menyusun prosedur pengobatan, it's okay. You're so strong, right?"

FLAWSOME #PasqueSeries IWhere stories live. Discover now