Chapter 6

84.4K 9K 512
                                    

He doubts hating me.

____________

ATHAYA memutar bola matanya malas ketika mendengar suaraku yang meninggi. I know my voice had risen a little before, but it was pure in shock. "Kamu bisa kan bicara sama saya tanpa nge-gas begitu? Kenapa memangnya kalau kita meeting di hotel?" tanyanya membuatku terdiam memikirkan jawabannya. Sudah kutebak dia akan bertanya seperti itu. Astagfirullah, kenapa otakku kotor sekali sih? Kenapa juga aku malah berpikiran yang macam-macam?

"Ng-nggak ada apa-apa, Bos," jawabku terbata-bata. Aku langsung mengotak-atik handphone mencari nomer resepsionis Hotel Raffles yang sudah dua kali kuhubungi dalam seminggu terakhir ini. It's none of my business Shafira, of course it's none of my business!

Athaya bangkit dari kursiku dan hendak masuk ke ruangannya lagi. "Kabari saya nomer kamarnya, kita ketemuan disana jam lima nanti. Jangan lupa kabari juga Tania," katanya membuatku mengangguk lagi sambil menghela nafas panjang.

Setelah mereservasikan kamar di Hotel Raffles yang berada di kawasan Kuningan itu. Aku kembali duduk di kursiku, menyalin beberapa berkas kedalam laptop yang mungkin kubutuhkan untuk meeting nanti.

Beberapa menit dari itu, Najwa menghubungiku lewat video call. Dia pasti bertanya aku sudah pulang kantor atau belum. Penampakan gadis itu muncul ketika kugeser panel untuk menjawab panggilannya.

"Assalamu'alaikum, Shaf? Aku udah nyampe nih. Kamu masih dimana? Udah pulang kantor belum?" tanyanya benar-benar mirip dengan tebakanku tadi. Aku menjawab salamnya terlebih dahulu sebelum berbicara lebih lanjut.

"Naj, sorry banget nih ... Aku nggak bisa dateng. I have a sudden meeting, outside of the schedule. Gimana dong?" kataku sambil memasang wajah cemberut, hanya pada Najwa aku berani bertingkah seperti itu. Sambil berbicara, mataku was-was mengamati keberadaan Athaya. Takut sewaktu-waktu dia muncul lagi secara tiba-tiba. 

"Suddenly again?" tanya Najwa seolah tidak percaya. Aku mengangguk mengiyakan.

"Ya ampun, Shaf ... nggak bosen apa over time terus? Kok rasanya kamu jadi sering banget meeting di luar jam kantor? Lama-lama kamu bisa tua di kantor loh," katanya.

Kuceritakan sedetail mungkin mengenai kekesalanku pada Athaya. Mulai dari tamu perempuan yang sering datang ke kantor, sampai bagaimana Athaya menyuruhku menarik jadwal untuk meeting hari esok menjadi sore ini. Najwa malah tertawa ketika kuceritakan semuanya.

"Bagus dong, atasan kamu ada kemajuan. Lebih baik di hotel, kan? Daripada suara-suara laknat itu kedengeran di kantor, bahaya kalo sampe udah kedengeran uh ah uh ah begitu mah," komentarnya sambil masih tertawa.

"Nggak ada yang lebih baik kali Naj, mana ada zina yang halal? Mental aku lama-lama bisa kena nih, kelakuannya nyerang psikis tahu."

"Hahahaha aduh kamu ini, banyakin istigfar deh Shaf. Atau perlu aku cariin ustadzah yang suka ngeruqiah? Sekalinya reservasi, langsung di luxury hotel in Jakarta lagi. Raffles loh itu! Kemarin aja Raja Salman ginep di sana waktu berkunjung ke Indonesia," kata Najwa. Aku baru tahu tentang itu, pantas saja pelayanan hotelnya terasa begitu mahal dan berkelas.

"Nggak heran sih kalo kerjaan kamu selalu seabreg dan over time tiap hari. Secara kan? Nata Adyatama Properti Grup asetnya aja triliunan, ditambah kantor cabangnya dimana-mana," kata Najwa. Padahal yang dicari dari tempat kerja itu bukan sekedar perusahaan yang punya nama dan salary besar saja, tapi juga kenyamanan. Percuma perusahaan besar, tapi sistem kerjanya bak kerja rodi di zaman penjajahan Belanda.

SHAF ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang