"Gue pamit, ya."

"Hati-hati," sahut yang lain.

Reyhan mengambil tas dan sepatu. Sedari tadi ia belum berganti pakaian. Masih mengenakan seragam putih abu-abu. Ia saja belum mandi. Namun itu tak menghilangkan ketampanannya.

Kulit putih bersih yang menegaskan bahwa ia jarang keluar. Lebih banyak menghabiskan waktu di dalam ruangan sambil main game. Memiliki hidung yang mancung dan mata dengan tatapan tajam namun meneduhkan. Postur tubuhnya yang tinggi. Lebih tinggi dari Aldi dan Henry. Rambutnya yang mulai gondrong.

Sepertinya ia harus memotong rambut. Bisa kena omel guru BK kalau ketahuan. Lebih parahnya lagi bisa dicukur di tempat. Seperti temannya yang lain di sekolah.

***

Pagi-pagi sekali Reyhan sudah tiba di sekolah. Di kelas tidak ada siapa pun. Ia melihat jam di dinding. Masih pukul enam dini hari. Pantas saja sepi begini.

Ia pun memutuskan untuk pergi ke kantin. Semoga saja sudah ada kantin yang buka.

Harapannya pupus. Kantin belum buka. Mungkin sebentar lagi. Akan tetapi, ia tidak mau menunggu. Ia pun berjalan ke luar sekolah. Membeli susu kotak rasa pisang kesukaannya di minimarket dekat sekolah. Walaupun tidak dekat-dekat amat.

Setelah itu, ia kembali ke kelas. Namun, langkahnya terhenti tatkala ia melihat seseorang sedang menunduk di ujung lorong.

Tidak terlalu kelihatan karena lorong yang begitu sempit. Tempatnya pun jauh dari ruangan yang lain. Kalau saja matanya tidak awas, mungkin ia tidak melihat seseorang tersebut.

Reyhan terpaku. Ia melihat ke sekeliling. Masih sepi. Mungkin saja yang dilihatnya bukan manusia. Tetapi, kakinya tetap melangkah maju.

Pelan-pelan.

Hingga tibalah ia di depan lorong. Dan Nampak jelas bahwa seseorang yang dilihatnya memang benar manusia.

"Sarah," gumamnya.

Sarah duduk dengan memeluk kaki. Kepalanya ia tenggelamkan bersama pelukan. Bahunya berguncang. Gadis itu sedang menangis. Sebisa mungkin ia menahan agar isakannya tidak terdengar. Dihapusnya airmata yang mengalir deras.

Sudah cukup.

Ia bangkit. Membersihkan roknya dari debu yang menempel. Ia terkejut tatkala matanya bertatapan dengan seorang pria yang entah kapan berdiri di sana.

Sama halnya dengan Sarah, Reyhan juga terkejut. Ia buru-buru meninggalkan tempat itu. Kembali ke kelas.

"Reyhan," gumam Sarah.

Sarah berjalan menuju kamar mandi. Membasuh wajahnya di wastafel. Menatap pantulan wajahnya di cermin. Hidungnya merah dan mata sembab. Ia terus menatap pantulan dirinya. Seakan mengejek betapa mengenaskan wajah itu.

Sekali lagi, ia membasuh wajah. Menarik sudut-sudut bibirnya ke atas.

"Semangat, Sarah! Jangan sampai masalah kecil merusak harimu," ucapnya pada diri sendiri.

Gadis itu berjalan di koridor kelas sebelas. Beberapa orang menyapanya. Ia hanya membalas dengan senyuman kecil dan anggukan kepala.

Di sekolah ini, ia cukup terkenal karena posisinya sebagai sekretaris OSIS. Selain itu, ia juga mudah bergaul dan ramah dengan siapa saja. Walau kadang ia dituntut tegas dalam dunia kepemimpinan. Seperti halnya kala ia di kelas-suka marah-marah.

"Sarah," panggil seorang siswa.

Sarah menghentikan langkah kakinya dan menoleh ke belakang. Dilihatnya seorang pria berlari ke arahnya. Pria yang akhir-akhir ini mendekatinya, Ivan.

Ruang dalam Relung (Re-upload)Where stories live. Discover now