23. AURORABOREALIS • RUANG SENDU

Start from the beginning
                                    

"Iya Bos," sahut Leon.

Aurora nampak berpikir. Untuk melawan mereka semua bisa saja, tapi masalahnya Aurora sedang mengenakan dress dan itu membuat gerakannya terbatas.

"Kok diem?"

Aurora mengatur nafasnya. Mencoba bersikap biasa saja.

"Theodoric Nakamaru. Lo nggak inget beberapa hari lalu bahkan lo gue buat tumbang. Lo mau gue buat masuk rumah sakit? Atau lo mau gue buat tinggal nama?"

"Jaga omongan lo bangsat!"

Aurora tersenyum miring. Meremehkan.

"Udahlah, mau lo berantem siang ataupun malem kalo lawannya gue ya tetep aja lo bakal kalah!"

"Sombong banget lo jadi orang!"

"Gue nggak sombong, gue bicara fakta."

"Banyak bacot lo!"

Theodoric mendekat sekaligus melayangkan sebuah bogem-namun belum sempat pukulan itu mengenai wajahnya, Aurora sudah terlebih dulu menangkisnya.

"Jangan berani-berani sama gue Theodoric!" sarkas Aurora.

Terjadilah pertarungan sengit antar keduanya. Meskipun Aurora sedikit kewalahan tapi dia tetap bisa melawan Theodoric dengan lihainya.

"Butuh bantuan Theodoric?" tawar Leon.

Tanpa membutuhkan jawaban dari ketuanya, Leon sudah mendekat dan siap menghajar Aurora.

"Banci lo beraninya keroyokan!" pekik Aurora.

"Selamat datang di acara pertempuran hebat kita Nona Aurora."

"Bacot lo!"

Mereka bertiga saling menghantam.

Sampai ketika belasan motor besar hitam biru berhenti dihadapan Dalton. Mereka Alger. Dengan Alaska sebagai pimpinannya.

Dagh!

Alaska menendang Theodoric dan Leon bergantian membuat keduanya tersungkur.

"Jangan pernah lo berani sentuh Aurora!" sarkas Alaska, seolah melindungi Aurora, membiarkan perempuan itu berdiri dibelakang punggung tegapnya.

"Atas dasar apa Alger tiba-tiba datang kemari? Mau main sama Dalton?" tanya Theodoric sinis.

"Alger nggak suka mengotori tangannya untuk meladeni anak-anak macam Dalton."

"Oh ya? Terus kenapa kalian tiba-tiba kesini? Mau baku hantam juga sama penghianat ini?"

Tunjuk Theodoric pada wajah Aurora.

"Gue bukan penghianat brengsek!" sarkas Aurora.

"Hei! Lo bahkan nggak bareng sama anak Alger, dan lo juga kesini sama mobil si ketua Kingston yang cupu. Pasti lo abis pergi sama dia kan?"

"Siapa yang lo sebut cupu ha!" teriak Borealis, dia datang bersama Kingston.

"Wah wah, kalian ini mau ngeroyok kita ha!" sinis Theodoric.

"Nggak penting ngeroyok lo, tendang aja udah jatoh," ucap Aryan, disambut gelak tawa anggota Alger.

"Bangsat lo!" umpat Theodoric.

"Yang lebih bangsat siapa HA! Ngeroyok cewek!" timpal Titan.

Borealis menuruni motor George. Dia memang tadi mengubungi George untuk membantunya mencari mobil sportnya, tapi dia tidak menyangka ternyata George membawa anak Kingston juga.

"Balikin mobil gue," ucapnya sambil menengadahkan tangannya.

"Kita perlu bicara Ra," ucap Alaska.

"Gue nggak mau ngomong!" sarkas Aurora.

"Tapi kita perlu bicara Ra, tadi itu gue juga nggak tau tiba-tiba di—"

"Gue muak sama muka lo!"

Alaska meraih tangan Aurora. "Ra—"

"Apalagi sih Ka! Gue nggak mau liat lo!"

Aurora menarik tangan Borealis dan menyeret tangannya menuju mobil sport hitamnya.

"Wah, wah, ada drama apa nih? Kayaknya seru banget," ledek Theodoric.

"Bacot lo!" umpat Aryan.

"Ra lo mau kemana?" tanya Alaska,mencoba meraih tangan perempuan itu, tapi nihil.

Aurora bahkan tidak mengindahkan ucapan Alaska. Dia memasuki mobil dan menutupnya.

"Jalan," lirihnya.

"Lo pikir gue sopir apa?!"

"Please, just for this time."

Borealis yang mengerti keadaan Aurora yang sedang kacau, akhirnya melajukan mobilnya pergi dari jalan itu.

Selama perjalanan mereka hanya terdiam. Bahkan sejak tadi Borealis hanya melajukan mobilnya mengikuti jalan tanpa arah dan tujuan.

"Lo nggak seharusnya pergi," Borealis membuka keheningan.

Sorot mata Aurora masih kosong menatap lurus pada jalanan, "terus gue harus apa."

"Ya lo dengerin dia dulu lah, bukannya pergi dan lari kayak gitu."

Hening.

"Gue nggak nyalahin lo sih, tapi ini juga bukan sepenuhnya salah Alaska."

Hening.

"Gue tau lo itu kaget karena tiba-tiba si Seina nyium Alaska. Secara dia itu Alaska yang selama ini selalu memprioritaskan lo dari segala hal, Alaska yang selalu membuat lo jadi cewek paling dia lindungi, Alaska yang—"

"Cu-cukup," pertahanan Aurora runtuh, dia terisak.

"Eh kok nangis? Anjir gue salah ngomong ya?"

Borealis menghentikan laju mobilnya.

"Jangan nangis please," lirih Borealis.

"Ken-kenapa g-gue nangis," isak Aurora, seraya menghapus airmatanya dengan kasar.

"Sekuat apapun lo, lo itu tetep cewek yang rapuh Aurora."

"Gue-"

Borealis menatap sendu perempuan disebelahnya.

Detik selanjutnya Aurora merengkuh tubuh Borealis. Menjadikan bahu cowok itu basah karena airmatanya.

Borealis tercengang. Dari dulu tidak pernah ada seorang perempuan yang serapuh ini di pelukannya. Bahkan Edeline, hanya sesekali menangis dan itu juga tangisan senang karena dating pertama mereka.

Isakan Aurora semakin terdengar pilu. Tak kuat melihatnya Borealis membalas melingkarnya tangannya di tubuh Aurora-lebih erat.

"Lo boleh nangis sepuas lo detik ini menit ini, asal setelah itu lo tersenyum bahagia untuk setelahnya dan waktu-waktu setelahnya."

AURORA BOREALIS [ ✓ ]Where stories live. Discover now