02

98.2K 9.4K 467
                                    

Pagi ini sedikit berbeda dari pagi-pagi sebelumnya. Ketika baru bangun tidur, rasanya aku ingin tidur lebih pulas lagi.

Rasanya aku benar-benar tidak menginginkan hari ini untuk terjadi.

Membayangkan bertemu dengan Pak Arvian saja sudah membuat pagi ku terasa suram, apalagi harus bertatap muka setiap hari.

Setelah memesan taksi online yang semakin lama tarifnya makin naik dan jarang dapet promo, akhirnya aku sampai ke kantor dengan selamat dan tidak terlambat.

"Makasih Pak." Ucap ku setelah diantar oleh pengemudi taksi online. Mau bagaimanapun mereka adalah orang-orang yang memudahkan hidup kita dan membantu kita melalui jasa yang mereka tawarkan, jadi tidak ada salahnya untuk mengucapkan terima kasih.

Beberapa karyawan perempuan yang melirikku nampak berbisik-bisik ketika aku sedang jalan melewati mereka.

Aku memerhatikan name tag baruku yang menjadi pusat perhatian karyawan-karyawan disini, mereka pasti merasa iri atau setidaknya kesal karena aku yang terpilih menjadi sekretaris Pak Arvian. Padahal, aku bisa dibilang masih belum lama bekerja dan mungkin bagi mereka aku belum cukup kompeten untuk menjadi sekretaris Pak Arvian.

Sebenarnya aku yakin alasan utama mereka iri adalah karena aku bekerja untuk seorang Pak Arvian. Wanita mana sih yang enggak mau berada di dekat Pak Arvian setiap hari?

Ada sih, itu aku. Mereka belum saja mengenal watak asli Pak Arvian. Kalau sudah kena marah mah, pasti pada kabur.

"Kamu telat dua menit."

Aku mendongak mendengar suara pria yang aku yakini Pak Arvian itu sedang berdiri di depan meja kerjaku.

"Enggak telat kok, Pak. Tadi saya ke toilet dulu." Kilahku.

Memang benar kok aku sempat ke toilet terlebih dahulu.

"Tetap saja. Tidak ada alasan. Kenyataan yang saya tahu adalah kamu telat."

Aku menghembuskan napasku seraya memaksakan senyum untuk terbit di wajahku, "Maaf Pak, saya salah karena sudah telat."

"Memang benar kamu salah." Jawab Pak Arvian dengan nada datar.

"Jadi, ada perlu apa Bapak mencari saya pagi-pagi begini?"

Pak Arvian menjulurkan tangannya yang berisikan sejenis buku. Sepertinya sebuah buku catatan atau buku diary?

"Ini apa Pak?"

"Catatan tentang keseharian saya dari sekretaris sebelumnya. Kamu pelajari. Saya tidak menoleransi adanya kesalahan." Ujar Pak Arvian dengan nada tegas.

"Manusia itu tempatnya salah, Pak." Gumamku kesal seraya membaca beberapa halaman buku catatan itu.

"Apa?"

"Saya ngomong sendiri, Pak. Abaikan saja. Itu kebiasaan buruk saya."

Pak Arvian tidak mengindahkan ucapanku. Dia langsung melenggang masuk ke ruangannya.

Aku membaca satu persatu kalimat yang dimuat dalam buku catatan sekretarisnya sebelumnya.

Sepertinya sekretaris sebelumnya itu seorang pria. Terlihat jelas dari nama yang tertulis di buku catatan itu, Sutrisno.

Enggak mungkin kan nama Sutrisno itu nama seorang wanita?

"Pak Arvian enggak suka makan pedas toh. Sama dong kayak aku." Gumamku ketika membaca catatan mengenai makanan kesukaan, yang tidak disuka, dan alerginya Pak Arvian.

"Sarapan sukanya homemade, enggak suka makanan siap saji."

Mampus. Lah aku kan enggak bisa masak.

My Weird Boss Where stories live. Discover now