"Makanan kesukaan nasi goreng."

Oh, kalau nasi goreng doang mah gampang. Bisa pakai bumbu instan.

"Nasi gorengnya ada resepnya juga?!"

Sepasang bola mataku membulat ketika membaca halaman berikutnya. Secerewet itukah Pak Arvian soal makanan?

Aku menjadi lebih terkejut lagi ketika melihat pesan WhatsApp dari nomor tidak dikenal yang katanya adalah Pak Arvian.

Sejak kapan Pak Arvian punya nomor WA aku?

+6289612345688
Simpan nomor saya.
Saya Arvian.
Segera ke ruangan saya.
(Read)

Aku pun lantas segera masuk ke ruangan Pak Arvian. Pertama kali masuk, raut wajahku langsung mengekspresikan rasa tidak suka ketika melihat ruangan Pak Arvian yang sangat didominasi dengan warna hitam sehingga ruangannya terkesan sangat suram dan gelap.

"Pak, gordennya enggak mau dibuka? Biar ada cahaya masuk gitu."

"Tidak. Baca lagi catatan sekretaris saya yang dulu."

Lagi-lagi secara reflek aku menggeleng-gelengkan kepalaku heran dengan pemikiran pria di hadapanku ini, "Gak bisa baca dan ingat semua dalam sehari, Pak."

"Tidak ada yang tidak bisa kalau kamu mau usaha." Jawab Pak Arvian yang langsung membantah ucapanku.

"Terserah." Gumamku kecil hingga terkesan sedang berbisik. Aku memang suka menggerutu sendiri.

"Jadi ada apa Pak?"

"Saya tadi belum sempat sarapan."

"Jadi?"

"Buatkan saya sandwich."

"Ada request khusus tempat makan mana Pak untuk sandwich-nya?"

Pak Arvian tersenyum miring, "Saya bilang buatkan bukan belikan. Pendengaran kamu masih berfungsi dengan baik kan?"

Aku enggak congek loh. Tapi masalahnya ini tuh sedang di kantor. Mau buat dimana? Lagian di dapur kantor juga belum tentu ada bahannya.

Satu kata. Ribet.

"Hari ini ada jadwal meeting atau aktivitas di luar?" Bukannya mendengar responku terlebih dahulu, Pak Arvian langsung menanyakan jadwal.

Satu kata. Nyebelin.

Oke, pagi ini aku sudah menemukan dua kata untuk Pak Arvian. Masih pagi loh padahal. Benar-benar menguji kesabaran.

"Hari ini enggak ada aktivitas di luar Pak. Besok sih yang jadwalnya cukup padat. Hari ini cuma perlu tanda tangan beberapa berkas terus ikut meeting dengan tim jam 2 siang nanti." Jawabku yang memang sudah hapal dengan jadwal Pak Arvian dalam seminggu ke depan.

Teknik menghapal yang biasanya aku terapkan saat ujian tertulis ternyata manjur juga.

"Bagus. Sekarang kita ke rumah saya."

Aku cengo sebentar, "Ngapain?"

"Biar kamu hapal. Saya malas kalau nanti kamu nanya-nanya."

Aku hanya bisa mengangguk patuh mendengar penuturan Pak Arvian.

Aku tuh sebenernya seorang sekretaris atau asisten pribadi sih?!

Sabar, Kinera.

"Baik, Pak."

"Sebelum itu kita belanja bahan makanan dulu."

"Buat apa?"

"Bahan buat kamu masak."

"Memang saya harus masak Pak?"

Pak Arvian mengangguk cepat, "Iya."

Aku benar-benar tidak habis pikir dengan deskripsi pekerjaan sekretaris seorang Arvian itu apa saja.

Seharusnya kemarin aku menanyakan hal itu. Disaat genting, otakku yang sering aku banggakan itu tidak bisa bereaksi dengan cerdas.

"Pak Arvian tuh mau nyari sekretaris, asisten rumah tangga, atau istri sih? Nyebelin banget tugasnya." Gumamku yang sepertinya kali ini volumenya agak keras akibat rasa frustasi yang menumpuk dalam hati.

"Sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui. Pernah dengar pepatah itu kan?"

Aku mengangguk pasrah, "Terus? Apa korelasinya?"

"Pikir saja pakai otakmu yang katanya pintar."

Pak Arvian benar-benar menguji kesabaran aku.

Inhale...
Exhale...

"Oh iya Pak, kata Bu Siska jam kerja bisa disesuaikan."

"Iya."

"Kalau begitu, kesepakatannya gimana?"

"Mulai besok dan seterusnya, pagi-pagi jam tujuh kamu harus ke rumah saya. Siapin semua keperluan saya. Lalu, jam kerja kamu di kantor itu bebas. Kalau saya tidak lagi butuh tenaga kamu, kamu bisa pulang. Satu poin penting yang harus kamu ingat, kapan pun saya butuh, kamu harus siaga."

"Beneran? Bebas pulang nih?"

Pak Arvian menganggukan kepalanya tanpa ragu, "Iya."

"Jatah liburan gimana?"

"Kalau saya izinkan, kamu libur saja. Lagian nanti tugas kamu juga dibantu Sisil."

"Hah? Mbak Sisil?"

"Iya."

"Kok dia? Ngapain ada Mbak Sisil?"

"Tugas dia selain di marketing, dia juga akan bantu kerjaan kamu. Kata Siska kamu masih kuliah, makanya untuk jaga-jaga, Sisil juga bantu." Jelas Pak Arvian.

Mending aku kelabakan daripada dibantu manusia semacam Sisil.

Hari pertama kerja dan masih pagi hari saja sudah membuat kesabaran ku diuji.

Ayo, Kinera!
Semangat!

Demi bisa nonton konser K-POP, jalan-jalan ke luar negeri, terus belanja tanpa melihat harga.

Demi gaji besar, harus tetap optimis bahwa tidak akan jadi gila selama bekerja dengan Pak Arvian!

Semua akan baik-baik saja.

Semoga.

My Weird Boss Where stories live. Discover now