Mendengar jawaban Ayra benar-benar membuatku paham bahwa Alastair tidak main-main dengan perasaannya sampai-sampai ia rela keluar dari zona nyamannya.

"Kalau sama Cakra, gue kayak gak bisa berekspresi. Karena dari sononya gue orang yang pasif jadi agak susah buat nyatu sama dia yang dingin." Aku jadi tiba-tiba mengingat saat bertemu Alastair di depan mading kala itu. Iya, saat aku tidak sengaja menginjak kakinya. Dia benar-benar terlihat dingin memang. Tidak salah lagi.

"Ra, Alastair suka sama lo gak main-main buktinya dia rela keluar dari zona nyaman hanya karena lo ngomong gitu."

"Iya, dia emang gak main-main buktinya dia setia suka sama gue dari kelas sepuluh. Tapi kembali lagi kan, lo gak bisa maksain hati orang."

"Jangan buat lo nyesel sendiri, Ra."

"Emang lo mau gue terima Alastair lo itu?."

"Eh apaan sih?!"

"Gue udah tau kali dari Gilang."

"Katanya lo harus jadi penyebab dia berubah?"

Aku tidak tahu kalau Ayra ini sebaik apa karena dilihat dari senyumnya saja, menenangkan sekali. "Dan gue bukan orang yang tepat buat dia berubah."

"Gue apalagi."

Dia terkekeh manis. "Semangat!"

"MARKONA! BAYAR UTANG LU NYING!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"MARKONA! BAYAR UTANG LU NYING!"

Aku tertawa saat Reindra dengan nada kesalnya menagih utang Mario yang sudah menunggak 2 minggu.

Pukul setengah empat sore di koridor sekolah aku berjalan bersama ketiga sahabatku juga pacar mereka. Tanpa Alastair dan Dipo.

Ghea yang dirangkul bebas oleh Mario terlihat melepaskan rangkulan cowok itu. "Bayar utang kamu! Jangan taunya minjem aja."

"Iya, Yang. Besok janji gue bayar."

"Paling besok lo pura-pura lupa lagi." Billy menyambar yang membuat Cani mencubit pelan lengannya.

Tidakkah para pasangan-pasangan ini terlihat bahagia?

"Awas aja besok lo gak bayar, Mar. Gue buatin spanduk di tengah lapangan terus gue tulis tagihan gue di sana."

"Bilangin ke Cakra aja kali, paling besok tuh anak yang bayarin." Perkataan Billy membuatku spontan menoleh yang membuatnya menoleh padaku, juga. "Apa lo? Kaget? Lo tau kan bos lo itu orang kaya? Utang Mario mah kecil buat dia."

"Ya gak gitu juga keles," jawabku.

"Gila lo Bill, kalau lo laporin yang ada gue diturunin dari jabatan secara tidak terhormat, gembel!"

"Makanya dibayar!" Jessica angkat bicara yang membuat Mario menyentil dahinya.

"Bacottt."

Jujur, aku bahagia melihat mereka. Rasanya seperti mendapat keluarga baru. Walaupun Jessica itu pacar Reindra akan tetapi Mario tidak akan segan-segan menjahili atau pun menentang apa yang dikatakan Jessica begitu pun dengan yang lain. Bahkan kurasa Ghea sudah biasa melihat pacarnya itu menjahili dan menggoda sahabat-sahabatnya.

Terkadang kalau aku hendak pulang bersama Ghea dan Mario, cowok itu akan merangkul Ghea di sisi kanannya kemudian merangkulku di sisi kirinya tanpa rasa bersalah sedikit pun pada pacarnya. Ya, aku lebih dari tahu kalau Mario itu sudah menganggap aku, Jessica dan Cani adalah adik-adiknya.

Mario suka sekali berujar saat kami sedang di mobil bertiga. "Gue gak bakal pretelin cowok yang deketin lo kecuali sahabat gue."

Entah apa yang memotivasinya mengatakan itu. Mungkin saja karena sahabat-sahabatnya sudah ia ketahui seluk beluknya luar dalam jadi ia bisa menjaminnya.

"Lo yakin nih gak bareng kita pulangnya?" Pertanyaan Jessica kuangguki dengan cepat. Jadi, di antara aku dan ketiga sahabatku itu yang paling muda itu Cani, kemudian Ghea, disusul aku kemudian terakhir Jessica.

"Iya. Lo gak liat apa gue gak bawa tas?"

"Terus lo mau kemana nyet?"

"Mau beli makanan di luar titipan anak dance." jawabku santai. "Udah sana hus!"

"Pulang langsung pulang yah Than." Aku tersenyum sembari mengangguk mendengar perkataan Cani.

"Bentar-bentar, gue telepon orang dulu." Mario menghentikan kami, kemudian ia telihat serius menelpon dengan seseorang dari kejauhan lima meter dari kami. Tidak cukup lima menit cowok itu kembali.

"Bimo sama Erza anak dance juga, kan?"

Pertanyaan Mario membuatku mengangguk. "Kenapa emang?" Bimo dan Erza itu teman ekskulku yang berada di tingkatan yang sama.

"Tuh 2 yang bakal pantau lo selama di sekolah hari ini."

"Woy! Hey! Apaan sih!" Kesalku saat Mario dan yang lainnya mulai mendekati mobil mereka masing-masing.

"Bimo sama Erza itu anak buahnya Cakra. Masalah?"

"Ya gak gitu juga! Woy!" Mario tidak menghiraukanku dan lebih memilih melambaikan tangan saja sembari ia memasuki mobil.

Gila! Mereka memang gila!

Klakson mereka beriringan berbunyi saat meninggalkanku di pelantaran parkiran tanda bahwa mereka akan pergi. Kulambaikan tanganku tak lupa meneriakkan kata 'hati-hati'.

Kulangkahkan tungkaiku menuju rumah makan di luar halaman sekolah. Namun di gerbang aku melihat seseorang yang akhir-akhir ini memenuhi pikiranku, Ayra.

Ternyata cewek itu sedang menunggu sesuatu di depan gerbang. "Nungguin siapa?"

"Tuh." Dia menunjuk dengan dagunya sebuah mobil merah yang baru saja sampai di depan kami. Senyum Ayra mengembang kala si pengendara turun dari mobil.

"Cepetan pulang!" Baru saja selangkah keluar ia sudah dengan kasarnya menyuruhku pulang. Ayra menegurnya agar tidak seperti itu padaku.

"Gak mau barengan Than? Lo mau pulang juga, kan?"

"Gak usah, dia biasanya pulang naik angkot kok." Aku mendengus mendengar perkataan Gilang.

"Ah, iya, Ra. Soalnya gue ada latihan dulu." Dia mengangguk. Kemudian berpamitan untuk pulang lebih dulu.

"Hati-hati," ujarku seraya melambaikan tangan.

"Saya baru tau kalau kamu emang seegois itu." Aku spontan menoleh ke belakang.

Alastair.

Aku berlari ke arahnya dengan perasaan campur aduk. Kemudian, berusaha untuk menahannya. "Al! Al, lo ng-" Alastair tidak ingin mendengarkan penjelasanku.

Aku benar-benar merasa bersalah.

Yakin seratus persen kalau Alastair pasti mengira aku terlalu egois.

"Al, pliss, gue-"

"Gue apa?" Cowok berjaket hitam ini berhenti dari pergerakan mengeluarkan motornya dari kukungan motor-motor lain.

Rasanya lidahku kelu apalagi melihat kedua bola matanya yang tajam. "Gue-"

"Gue terlalu egois? Iya?"

"Al! Pliss." Tanpa mau mendengarkanku lagi. Alastair melajukan motornya meninggalkanku dengan penuh rasa bersalah.






TBC.
Hayoloh yang kesel sama Ayra kemaren?!

Besok, tahun depan! Happy New Year gengs!

nisaafatm

Alastair Owns MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang