'AOM; 17'

92K 11K 2.6K
                                    

ALASTAIR ditolak.

Pertama kali mengetahui itu aku merasa lega. Terdengar egois memang tetapi aku tidak bisa membohongi perasaanku.

Setelah mengetahui semuanya, aku merasa bersalah. Sangat, sangat bersalah apabila aku merasa bahagia setelah mengetahui Alastair ditolak. Tolong jangan menghakiminya apalagi Ayra.

Bayangkan saja orang yang kamu taksir hampir tiga tahun lamanya namun sekalinya mengungkapkan perasaan malah ditolak. Aku benar-benar tidak bisa berkata-kata setelah mengetahui itu. Ternyata, di balik aku yang menyukainya, Alastair sudah lebih dulu mengidamkan orang lain.

Ayra yang memberitahukanku.

Semuanya.

Saat aku tidak sengaja bertemu dirinya di ruang inap Ibuku.

Kala itu, saat aku datang. Aku bertemu Ayra di sana sedang menemani Ibuku. Kaget? Tentu saja, begitu pun dengan dia. Saat kutanya ke mana Gilang pergi ia menjawab dengan nada khasnya yang kelewat lembut kalau Gilang sedang membeli sesuatu di luar.

"Lo dan Gilang?"

"Iya." Aku mengernyit dengan jawabannya.

"Kalian berdua pacaran?"

Dia terlihat tersenyum. "Iya."

Spontan aku kaget mengetahuinya. Jadi, bagaimana dengan Alastair? "Alastair?"

Demi Tuhan. Aku memang iri dengan apa yang dimiliki Ayra namun aku tidak pernah sekali pun berpikir kalau dia itu cewek jahat.

Kulihat Ayra masih mempertahankan senyumnya. "Cakra ... dia baik. Baik banget malah, tapi gue ngerasa kalau kita gak cocok."

Sekali lagi kukatakan bahwa aku tidak mengerti perasaan dan jalan pikiran orang lain. Untuk ukuran diriku yang haus akan cowok ganteng dan yah melihat bagaimana berpengaruhnya Alastair di sekolah. Apa ada alasan untuk menolaknya? Tetapi kembali lagi, bahwa setiap hati punya nyaman yang berbeda.

Kekehanku keluar begitu saja. "Dari segi apa? Jangan bilang lo diancam Gilang buat nerima dia."

Ayra langsung menggerakan kedua tangannya tanda bahwa ia tidak setuju dengan pernyataanku. "Nggak sama sekali."

"Percaya sama gue, Cakra gak semanis yang lo kira."

"Dan Gilang gak sebaik yang lo pikir."

Ayra menangkup kedua pipiku. "Gue tau lo gak begitu deket sama Gilang. Dia kasar. gue benerkan?" Aku mengangguk cepat yang membuatnya tersenyum. "Gue kenal dia dari gue SMP, deket banget dan dia gak pernah main tangan sama gue."

"Ra, gue bukannya gak setuju lo sama Gilang. Tapi, gue ... gak mau lo ikutan jadi korban. Hari ini lo bisa bilang gitu gak tau kedepannya kayak gimana."

"Terkadang lo harus jadi penyebab dia berubah."

Kuhembuskan napasku kasar dengan dia yang melepaskan tangkupannya. "Gue gak setuju lo bilang Alastair dingin."

Kali ini Ayra yang terkekeh. Anggun sekali. Wajar sih kalau Gilang dan Alastair jungkir balik memperebutkannya. "Kenapa gitu?"

"Dia baik sama gue."

"Gue minta maaf harus ngomong ini, tapi gue kayaknya harus bilang biar kedepannya lo gak salah paham lagi."

"Kenapa emang?"

"Dia pernah ceritain lo ke gue, yang gue balas kalau dia gak boleh ketus dingin atau pun segala macam yang bikin lo gak nyaman." Dia menatapku. "Gue kira dia gak ngelakuin apa yang gue bilang ternyata dia bener-bener lakuin."

Alastair Owns MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang