'AOM; 9'

104K 10.4K 1K
                                    

follow ig resmi Batalyon, yah @batalyon2017_

- - -

Kakiku menapak di atas aspal basah akibat siraman hujan tadi. Di bawah langit polos, aku berjalan masih dengan seragam sekolahku, menenteng kantong kresek berisi sayuran mentah juga beberapa obat untuk Ibuku.

Kemarin Ibuku sudah sempat membaik namun entah apa yang salah ia kembali sakit. Sudah kuusulkan untuk dirawat ke rumah sakit saja namun ditolaknya dengan alasan uang dipakai untuk keperluan sehari-hari, sekolahku, dan kuliah Gilang saja. Lagi pula, katanya ia akan segera pulih. Tetapi lihat, hampir mencapai dua minggu ia belum memberikan kondisi yang membuat hatiku baik-baik saja.

Hal yang membuatku semangat untuk menggantikan pekerjaan Ibuku untuk sementara yaitu selain karena anak majikannya, Alastair, juga karena Bunda Aruna yang berhati Ibu Peri. Setiap pulang bekerja beliau memberiku uang saku yang bisa dibilang lebih dari cukup belum lagi sayur mentah yang kebanyakan akan Bunda Aruna berikan padaku agar bisa dibawa pulang.

Bunda Aruna benar-benar mengerti bagaimana krisisnya kami.

Saat pulang tadi aku diantar oleh Kakak pertama Alastair, Kak Arka. Cuma sampai di depan gang saja, soalnya jalanan masuk sangat tidak mendukung. Kak Arka, Seperti adik-adiknya, ia tampan. Aku diantar menggunakan mobilnya yang baru ia beli dua bulan lalu. Pembahasan di jalan hanyalah pembahasan biasa, seputar sekolahku dan pekerjaannya.

Tidak usah bertanya mengapa bukan Alastair yang mengantarku, karena banyak kemungkinan-kemungkinan di kepalaku yang bersarang, akibat kejadian tadi.

Sekitar dua puluh menit setelah bel pulang berdering, aku yang baru saja keluar dari ruang latihan dance mendapati telepon dari Bunda Aruna.

Aku menjawab salam ketika di seberang sana wanita itu memulai percakapan. “Ah iya Bun, aku coba cek dulu yah.” Bunda Aruna memberitahukan padaku agar pulang bersama Alastair saja sekalian singgah membeli beberapa sayuran untuk lauk makan. Ia sempat meminta maaf akibat terlambat memberitahu apalagi ponsel Alastair yang tidak bisa dihubungi, jadi Bunda Aruna tidak bisa memberitahu cowok itu.

Rasanya aku ingin berterima kasih bekali-kali lipat kepada Bunda Aruna, karena hatiku kembali berbahagia karenanya.

Lorong-lorong sekolah sudah mulai lenggang akibat dimakan oleh kesunyian. Langkah demi langkah kutata hingga mencapai kelas Alastair. Sudah tidak ada orang di sana, tidak berbeda jauh dengan kelas Alastair kelasku juga kosong melompong saat aku berpindah mengecek ke sana.

Mataku bergerak mencari-cari berharap menemukan cowok itu tadi.

Kutemui Cani yang entah dari mana ia, dia kelihatan kerepotan dengan beberapa buku paket di tangannya. “Can, sini gue pegangin dulu.”

Cewek itu mengangkat kepala saat aku mengatakan itu. Ia yang tadinya kerepotan dengan buku-buku tersebut juga ranselnya langsung menjatuhkan beberapa barangnya yang menyusahkan padaku. “Kenapa sih?”

“Nyari dompet Thana sayang.” Aku mengangguk-angguk saja. Ponsel Cani yang saat itu kugenggam mendadak bergetar yang membuatku spontan melihat apa gerangan itu. Tenang saja, aku tidak sekepo itu untuk mengecek pesannya hingga ke akar-akar. Namun, aku hanya melihatnya sepintas dari layar kunci ponselnya yang menampilkan beberapa notifikasi. Kukira pesan dari orang tua Cani ternyata dari Billy yang di sana tertulis ‘aku tungguin di parkiran syg’

“Ada pesan dari Billy.” Cani yang sudah menemukan dompetnya, langsung mengambil ponsel yang kusodorkan.

“Gue duluan yah, Than, ada les soalnya, bai-bai Thanaku sayang.”

Hanya acungan jempol yang kuberikan balasan kepada cewek itu karena aku harus segera menemui Alastair.

Baru sampai langkah ke lima, cowok itu muncul dari lorong bersama seorang cewek beransel merah. Dengan rambut hitam sebahu aku tahu itu Ayra.

Alastair Owns MeNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ