Wattpad Original
Ada 1 bab gratis lagi

4. Kafe dan Mas Kampret

128K 9.8K 199
                                    

Buat apa punya otak tapi nggak punya adab?

...
Senyum Rania tak pernah pudar setelah ia dinyatakan bisa bergabung dengan Urlux Radio dan bisa memulai siaran malam nanti. Terhitung hari ini, ia sudah menjadi announcer yang akan mengudara dan melatih kembali keceriwisannya bersama Urlux Radio tiga jam setiap harinya.
Beruntung statusnya yang bukan lagi fresh graduate tidak membuatnya ditolak dan harus luntang-lantung mencari kerjaan lain. Rania juga tadi sempat dites, layak dan mampukah dirinya menjadi seorang announcer. Untung saja ia tak grogi dan mampu mengeluarkan bakatnya di bidang broadcast, jadi hasilnya tadi cukup memuaskan.

"Lah, Si Goblok! Gue baru pulang, Cal. Jatah siaran gue malem. Jadi, apa yang bikin lo telepon gue di sore yang sibuk begini?" Rania memasuki coffeshop yang ramai dengan headset yang menggantung di telinganya. Entah kerasukan setan apa, Calvin yang selalu membuatnya sebal itu menelponnya di sore seperti ini. Padahal Rania jamin, lelaki itu baru saja menyelesaikan pekerjaannya. Dan suasana bising di dalam kafe nggak membuat Rania dan sahabatnya itu memutuskan sambungan.

"Lo kapan pulangnya? Gue bawa martabak telor, terus siapa yang mo makan? Tega lo, Ran, ninggalin cowok seganteng gue sendirian. Tar kalo diselong, lo kehilangan, kan?" Calvin mengeluh di seberang sana, merasa kesepian karena biasanya pasti Rania akan merusuhi lelaki itu.

Rania mendengus menanggapi Calvin Kalen yang terlalu percaya diri. "Gue baru tiga hari di sini, Cal. Masa langsung pulang. Ngabisin ongkos, dong, ah. Kampret lo!" Calvin sepulang kerja dan martabak telur kesukaannya jelas menjadi kombinasi yang pas untuk menghabiskan malam.

Tetapi, kini yang terpenting adalah Rania sudah punya pekerjaan dan ia harus giat. "Bentar, Cal. Gue pesen minum dulu."
Rania memesan matcha latte dan black forest untuk mengganjal perutnya. Rasanya sudah lama sekali ia tidak nongki-nongki di kafe dan memesan cake kesukaanya seperti sekarang ini.

"Di mana lo?" tanya Calvin penasaran di seberang sana.

"Kafe lah! Lama banget gue nggak nongki-nongki gini, Cal. Sayang duitnya kalau kemarin. Lo juga sih, nggak pernah ngajakin gue ngafe! Mentang-mentang udah dapet duit sendiri dan gue belom." Rania menggerutu dalam bicaranya. Sumpah ya, ngafe sendirian kayak gini tuh rasanya beda. Biasanya, kan, ada Nala sama Calvin. Tapikan Calvin jauh dan temannya satu lagi itu sedang sibuk.

"Gaya lo, Ndro. Mentang-mentang sekarang udah dapet kerjaan. Sombong amat! Makanya pulang, ntar gue traktir makan apa pun yang lo mau, deh, nggak cuma martabak doang."

"Lah, Si Kampret! Perasaan lo nyalahin gue mulu sejak gue pergi. Lo kehi—"

"Mbak, bisa pindah? Saya harus bertemu klien dan tidak ada tempat yang kosong," tanya seorang lelaki yang menyela pembicaraannya dengan Calvin.

Lah ini lagi manusia! Udah tahu nggak ada yang kosong ngapain nyuruh gue pindah, jirr! Rania tak memedulikan lelaki yang sepertinya pekerja kantoran itu, malah menyeruput matcha latte dinginnya.

"Mbak, pindah bisa nggak, sih?! Bentar lagi klien saya datang!" ucap lelaki itu terdengar kesal. "Urgent."

"Udah tahu penuh, ngapain nyuruh saya pindah, Mas? Situ sehat?"

"Soalnya cuma kamu yang sendirian. Lainnya bawa teman dan kamu ngenes. Makanya saya nyuruh kamu pindah atau pergi saja, karena klien saya ini penting." Lelaki dengan kemeja berwarna biru dongker itu mengedarkan pandangan ke segala penjuru ruangan lalu menggumam. "Ngajak ketemuan, kok, di tempat gini, padahal kantor nggak jauh dari sini. Sial."

Cerewet!

Rania menggretakkan giginya kesal. Sialan banget ini laki satu! Iya, sih, ganteng. Tapi, kalau pertama ketemu aja udah minus, gantengnya buyar dan berterbangan lalu menempel pada orang sejenis Babang Tamvan.

"Situ aja yang pergi. Ini kan tempat duduk saya, saya duluan yang menempati!" ujar Rania ketus.

"Udah ngenes, tambah keras kepala. Ck!" Lelaki itu dengan tidak tahu dirinya malah semakin gencar menghina. Kampret.

Rania yang sudah geram pun mengepalkan tangannya yang berada di atas meja. Ia meremas cream yang ada di atas black forest-nya lalu berdiri. Setelahnya, Rania mengusapkan dengan kasar cream pada rambut klimis yang ujungnya berombak itu dengan gemas. Mampus lo, Bujang!

"Selamat meeting, Mas Kampret!" Rania pergi meninggalkan kafe dan lelaki yang memandangnya dengan pandangan ingin menelannya secara utuh.

...

RANJU: Yaudah Lah!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang