Wattpad Original
Ada 4 bab gratis lagi

1. Rania dan Martabak Telur

330K 13.2K 595
                                    

Hidup itu emang sering susah, tapi kalau nggak dinikmatin, ya, makin susah.
...
Rebahan, main ponsel, kemudian berguling ke kanan dan ke kiri di atas ranjang berbalut seprai lusuh yang warnanya sudah pudar adalah kebiasaan Rania sejak dua tahun lalu.

Dua tahun setelah lulus kuliah, Rania masih belum mendapatkan pekerjaan. Padahal dirinya sudah berusaha melamar ke sana-kemari supaya mendapatkan pekerjaan dan setidaknya meringankan beban orang tuanya. Tapi, sekarang cari pekerjaan susah, bro! Apalagi ia sudah bukan fresh graduate lagi. Pasti peluangnya diterima bakal lebih susah, karena tiap tahunnya pasti banyak pelamar yang masih fresh. Apalagi Rania belum pernah punya pengalaman kerja selain menjadi pelayan kafe, itu pun hanya seminggu.

"Woi pengangguran! Turun lo!" teriakan dari bawah membuat Rania yang sedang asyik menggulir laman Instagram terlonjak. Untung ponselnya tidak jatuh. Kampret!

Si merek sempak itu pingin banget ditampol kayaknya. Cih! Nggak sudi dirinya mengakui Calvin Kalen itu sahabatnya. Dari suaranya saja sudah membuat ubun-ubun Rania mendidih. "MATI AJA LO SANA, HOY, MEREK SEMPAK!"

"Yakin lo?! Gue bawa martabak telor."

Segera saja, setelah mendengar apa yang Calvin Kalen itu bawa, Rania melesat secepat yang ia bisa ke ruang tamu. "Mana martabaknya?!" tanyanya dengan mata berbinar.

Semenjak menjadi pengangguran abadi, Rania memang jarang sekali makan makanan kesukaannya. Hal itu tentu karena dirinya merasa tak enak meminta uang pada ayahnya. Rania sadar diri, dirinya sudah tak pantas lagi meminta karena harusnya ia yang memberi. Cih, memalukan.

Untung saja masih ada tetangga sekaligus sahabatnya, Calvin Kalen yang sering membawa makanan selepas lelaki seumurannya itu pulang kerja.
Rania melahap martabak telur itu dengan ceria. Tidak peduli dengan Calvin yang menatapnya aneh. Padahal dirinya sering membawa makanan berlemak itu untuk sahabatnya.

"Santai aja kali, Ran, makannya." Calvin menatap Rania geli. Ck! Rania terlihat seperti sudah nggak makan selama setahun. Padahal ia sering membawanya untuk perempuan bar-bar yang sayangnya sahabatnya itu.

"Biarin, sih, Cal! Jarang-jarang ini."Rania mengambil sepotong lagi, lalu melahapnya.

"Makanya kerja, atuh, Ran. Biar bisa makan martabak sepuasnya. Ibu juga pengen dibeliin sama kamu tau." Nyonya Satri yang baru saja bergabung di ruang tamu pun ikut menimpali.

"Besok, ya, Bu. Sekarang Rania lagi menikmati hidup," jawab Rania cengengesan.

"Mau sampai kapan, atuh? Sudah dua tahun masih pingin sama orang tua terus.
Bosen Ibu liat kamu tiap hari."

"Ya, pokoknya besok lah, Bu. Kalau ada pekerjaan."

"Wong kamu, ya, nggak ada niatan nyari, gimana mau dapet kerjaan."

Haduh, bisa nggak sih, nggak usah bahas statusnya yang pengangguran di depan Calvin. Demi Tuhan, Rania juga usaha! Kalau nggak percaya, silakan cek e-mail dan kertas yang berserakan di kamarnya. Rasa-rasanya dunia akan kena supernova cuman gara-gara dirinya belum kerja. Lebay!

"Iya, Bu, Rania emang nggak pernah usaha. Kerjaannya cuma main ponsel sama ngabisin makanan," ujar Rania sedikit ketus. Lama-lama panas juga telinganya karena mendengar perkataan Nyonya. Nggak cukup Rania dengar dari mulut tetangga memangnya, ya?

Calvin menarik kunciran Rania kemudian melotot ketika perempuan itu menoleh padanya. "Yang sopan!"

"Apa sih, Cal!" Rania balas menjambak rambut Calvin dengan sekuat tenaga. Tidak peduli dengan kenyataan bahwa kepala lelaki itu pening karena seharian bekerja.

...

RANJU: Yaudah Lah!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang