Chapter 1: Malam Itu

23.1K 758 88
                                    

Rintik air hujan turun perlahan menyentuh permukaan bumi. Menciptakan sensasi tersendiri di ari-ari kulit. Bebauan khas menyeruak lebih dominan dari sebelumnya. Agak aneh memang, di cuaca yang dingin seperti ini, air conditioner masih saja dinyalakan. Hal itu membuat kesan bahwa sang pengajar di depan tidak bisa membaca suasana dengan baik.

Karena ... ayolah, ini sangat dingin.

Aku menengok ke luar jendela. Dapat terlihat jelas tetesan air pecah setelah bertemu dengan tanah. Ha, dan juga terlihat dua orang perempuan muda menggunakan payung sedang mengobrol di pinggiran trotoar luar sekolah. Satu kata yang dapat kuungkapkan. Rajin. Kenapa mereka tidak mencari tempat untuk berteduh agar bisa mengobrol dengan tenang? Mungkinkah mereka penganut aliran non-mainstream?

Ting~ Tong~ Ting~ Tong~

Tidak terasa bunyi bel istirahat terdengar. Setelah meninggalkan beberapa tugas rumahan, guru di depan mengucapkan salam perpisahan, merapikan komputernya, dan pergi meninggalkan ruang kelas.

Kuamati murid di sekitarku mulai terbagi. Ada yang meninggalkan kelas, ada pula yang mengeluarkan bekal makan siang dan menyantapnya di kelas ini. Sialnya, aku lupa membawa dompet. Dan juga tidak membuat bekal. Jadi, agenda pada jam istirahat hari ini adalah tidur.

Brak!

Seorang perempuan berambut hitam agak kecoklatan yang dikuncir kuda tiba-tiba mengetuk, atau lebih tepatnya menggebrak pintu. Setelah menilik ke seisi kelas, ia datangi perempuan lain yang sedang menyantap bekalnya di sudut ruangan.

Biar kuberitahu, kejadian ini sudah biasa karena hampir berulang setiap hari. Jadi tak ada yang kaget dengan ketukan super dari perempuan yang notabene adalah adik kelas itu.

Ah, sudahlah, lupakan. Oh iya, aku belum memperkenalkan diri. Namaku Ramon Wolfgang. Umur 16 tahun. Kini berstatus sebagai siswa kelas 2 SMA. Tak ada yang istimewa dari diriku. Hanya seorang murid biasa yang pergi sekolah, belajar, pulang, tidur.

Kehidupan tenang tanpa gangguan luar biasa dari bocah dan orang tua yang sok tau kini tengah aku jalani. Rasanya luar biasa. Kau bisa mengerjakan apapun yang disukai. Hebat bukan?

Baru beberapa detik merebahkan sebagian atas tubuh di permukaan meja, seorang siswa datang menghampiriku. Dari indera penglihatan ini yang hanya sebatas dadanya saja, dari jenis baju seragam, sudah jelas bahwa dia adalah laki-laki.

Kemudian aku mengenali sepenuhnya orang itu setelah dia berdehem pelan, memaksaku untuk menatap ke arah wajahnya.

“Woi, Ramon. Antarkan buku di belakang sana itu ke ruang guru. Secepatnya ya,” ujarnya dengan nada memerintah.

Tch! Dia adalah orang menyebalkan yang masuk ke dalam blacklist-ku. Ketua kelas bernama Larry. Dengan motto ‘ketua kelas adalah penyuruh dan bawahannya adalah pesuruh’.

“Aku sibuk, suruh yang lain aja,” ketusku seraya memalingkan muka.

Di sini masih dipenuhi anggota kelas yang lain, jadi aku malas jika masih ada orang lain yang bisa disuruh.

Terdengar dia menghela nafas berat.

“Dengar ya, om Ramon. Sampai sekarang cuma Anda saja yang belum pernah menerima suruhan dari saya. Jadi, dengan bijak dan tegas saya perintahkan Anda untuk melaksanakan tugas yang mudah ini.”

Ah, kali ini terdengar lebih menyebalkan. Apalagi dengan struktur kata sok formal itu. Aku membalas dengan suara agak pelan.

“Kalau mudah lakukan saja sendiri.”

“Hee?! Maksud lo? Ketua kelas adalah penyuruh! Ingat itu baik-baik!” serunya kemudian. Rupanya yang aku katakan tadi tidak cukup pelan.

“Larry ... sudah, sudah. Biar aku yang melakukannya.”

Lonely GhostWhere stories live. Discover now