Aera memegang pundakku, menatapku dengan pandangannya yang tajam itu. "Pikirkan lagi ... Kurasa Taehyun pantas kau tinggalkan."

Hatiku mencelos bersamaan dengan Aera yang berjalan keluar dan membiarkanku sendirian lagi. Entah dari mana mataku mendadak perih. Aku juga sedih mendengar berita itu dari Aera. Memang lebih baik aku mengurung diri tanpa perlu melihat hal tersebut secara langsung. Mendengarnya saja sudah membuat hatiku nyeri apalagi melihatnya dengan mata kepalaku sendiri.

Tapi apapun yang terjadi, sekuat hati aku akan terus berpikir positif.

Taehyun masih peduli padaku.

Itu pasti.

.

.

.

Aku merasa aneh sendiri dengan hidupku. Hampir setiap hari aku berjalan sendiri dan hampir setiap hari juga banyak yang membicarakanku. Padahal tidak ada yang salah dengan penampilanku, jadi aku mencoba tidak mempedulikan mereka semua.

Dalam seminggu terakhir aku menjelma menjadi murid rajin—meskipun sebelumnya sama. Aku selalu mengurung diri di kelas dan kalau ada waktu luang lebih senang kuhabiskan di perpustakaan. Aku berencana mencapai angka tertinggi saat ujian nanti karena Jimin Oppa akan mengajakku jalan-jalan. Maka dari itu aku lebih menyibukan diri untuk belajar saja.

Bahkan sore ini banyak buku yang kupinjam dari perpustakaan sekolah. Aku sedikit keberatan membawanya walau hanya ada lima tumpuk, tapi tebalnya mungkin melebihi pantat Jimin Oppa.

Aku terkekeh mengingat selalu mengatai kakakku itu. Lagipula patat Jimin Oppa memang besar. Hahahaha. Seharusnya aku tidak boleh seperti itu karena Jimin Oppa sudah berbaik hati akan mengajakku jalan-jalan.

Bel pulang sudah berbunyi sendari tadi dan banyak orang yang berlalu lalang sambil menggendong tas. Hanya aku saja yang menenteng lima buku tebal ini sendirian.

Bruk!

"Aish!" Aku mendesis karena menabrak seseorang dan dua bukuku merosot jatuh begitu saja. Aku mendongak melihat siapa yang menabrakku dan langsung berjengit mendapati wajah datar dari Taehyun. "Oh, maaf."

Aku menunduk mengambil dua buku yang tergeletak karena menabrak Taehyun tadi. Aku juga sedikit takut kalau Taehyun marah karena kutabrak. Ekspresinya datar dan dia masih berdiri di hadapanku tanpa ada pergerakan.

Setelah selesai, buru-buru aku pergi karena sudah tak ada apapun lagi. Taehyun juga masih diam, jadi tanpa meliriknya lagi aku kembali berjalan. Namun, setelah dua langkah napasku mendadak tercekat karena Taehyun mencekal lenganku. Badanku kaku dan jantungku berdetak cepat sekarang. Aku takut kalau Taehyun marah karena kutabrak tadi.

Mencoba memberanikan diri, aku pun menoleh dan menatapnya yang terdiam dengan tenang. Sial, kenapa dia makin tampan dari terakhir kami bertemu.

"Ayo bicara!" ajaknya. Suaranya mengalun begitu saja dan sukses menyadarkanku yang sendari tadi terpaku menatapnya.

Suaraku mendadak hilang saat ingin membalasnya. Lagipula aku masih terkejut karena dia bicara duluan dan keterkejutanku makin bertambah saat Taehyun mengambil semua buku yang kubawa.

Aku melotot dan langsung saja berkata, "Ah, tidak perlu. Biar aku yang membawanya."

Dia diam sambil menatapku datar. Aku meringis, merasa tidak enak karena merepotkannya. "I-itu terlalu berat, Taehyunie. Biar aku saja yang membawanya."

Care [Kang Taehyun]Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu