Bagian 12 - Leukimia?

1K 52 2
                                    

8.00 WIB

Adit terlihat sedang duduk di balkon kamar, sulit untuk menebak eskpresi-nya. Sudah 3 hari berlalu sejak pengumuman yang sangat mengerikan bagi Adit.

Drit... Drit..

Ponsel Adit kembali bergetar untuk kesekian kalinya. Adit melihat layar ponselnya tersebut, terdapat 53 panggilan tidak terjawab dan 300 lebih notifikasi chat dari teman-temannya. Adit membuka aplikasi WhatsApp yang sudah 3 hari tidak pernah dibukanya, lalu melihat spam chat dari kontak Anoa 1, Anoa 2, dan Ren-Ren.

Adit tidak memiliki niat untuk membaca ataupun membalas chat dari temannya tersebut. Dia menutup aplikasi WhatsApp ponselnya, lalu membuka Google dan mengetik pada jendela pencarian

Dampak dari kemoterapi.

Terdapat ratusan artikel yang muncul, dan Adit mengklik salah satu artikel paling atas. Dia membacanya sebentar, lalu kembali mengunci layar ponselnya dan meletakkan kembali ke atas meja. Adit menarik panjang nafasnya, lalu menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi. Matanya kembali menerawang ke arah langit di atasnya.

Terdengar suara Tyas memanggil Adit dari balik pintu kamarnya. "Dit, Mama masuk ya."

"Iya Ma, gak Adit kunci kok, Adit di balkon." Adit sedikit berteriak menjawab panggilan mamanya itu.

"Dit... Gak siap-siap?, jadwal tes darahnya dua jam lagi loh." Tyas menghampiri Adit, lalu duduk di kursi sebelahnya.

"Iya, bentar lagi Ma, dua jam itu kan lama Ma."

Tyas tersenyum mendengar jawaban Adit tersebut. Lalu dia mengelus kepala Adit dengan lembut.

"Ma..." Suara Adit terdengar lirih.

"Kenapa, Dit?"

"Emangnya harus ya Ma?, Kemoterapi.."

Tyas terdiam mendengar pertanyaan anaknya tersebut, dia melihat wajah Adit yang sedang menatap langit, dan terdapat butiran air bening di sudut matanya yang tertahan untuk jatuh. Tyas kembali mengusap kepala Adit, lalu menarik pelan kepala Adit agar bersandar ke pundaknya.

"Perlu dong Dit, kan supaya kamu sembuh."

"Emangnya bisa sembuh Ma?".

Deg..
Jantung Tyas serasa berhenti mendengar pertanyaan anaknya tersebut.

"Pasti Dit, pasti sembuh."

Air mata Tyas jatuh tanpa komando membasahi pipinya, begitu juga dengan Adit yang tidak bisa menahan lagi air matanya. Tyas lalu memeluk erat tubuh Adit, sambil berbisik, "kamu pasti sembuh Dit, Mama jamin."

Padahal pagi ini cerah, tetapi entah kenapa terasa sangat mendung bagiku.

★★★★

"Gimana Ren?" Rido bertanya kepada Rencani sambil mengunyah potongan biskuit di depannya.

Rencani menggeleng kepalanya, "Gak diangkat juga, chat gua juga gak dibalas," Rencani terlihat gelisah sambil terus mengecek ponselnya berulang-ulang berharap chatnya barangkali dibalas oleh Adit. "Do, Gung, lu berdua beneran gak tau si Adit kemana?."

Kini gantian Rido dan Agung menggelengkan kepalanya kompak, "gak Ren, gua udah spam tu anak. Jangankan dibalas, dibaca aja kagak chat gua," jawab Rido sambil tetap mengunyah.

7 MonthsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang