17. AURORABOREALIS • HUKUMAN

ابدأ من البداية
                                    

"Udah-udah kalo masih ada penawaran lagi, nggak segan-segan Bapak kasih kalian surat panggilan orang tua."

"Eh jangan Pak."

"Udah-udah sana keluar."

Mereka berdelapan keluar dengan wajah lesu. Tepat ketika mereka keluar-banyak sekali tatapan dari anak-anak SMA Pangeran.

"Nggak usah liat-liat! Gue congkel tuh mata!" ucap George.

Semua langsung berlalu mencoba mengabaikan itu.

"Pak Yudhistira lama-lama kejam bener kayak emak tiri," celetuk Ganendra.

"Emang udah kejam dari embrio Gan," sahut George.

"Eh gimana kalo kita ngerjain hukumannya bareng-bareng aja? Pertama gudang dulu abis itu—"

Kalimat Ganendra terhenti ketika Alister menyela, "kalo kayak gitu kapan selesainya?"

"Ya tapikan jadinya capek bareng-bareng Ter."

"Apa minta tolong anak Kingston aja?" saran George.

"Nggak. Ini hukuman kita. Jangan bawa-bawa Kingston yang nggak tau apa-apa," tegas Borealis.

"Iya Bos. Maaf. Gue kan cuma menyarankan tadi daripada ntar kita kecapean terus belum lagi entah kapan selesainya hukuman ini."

Aurora yang tadinya berjalan di belakang bersama Alana dan Edeline, tiba-tiba menyelip antara Sean dan Alister.

"Luka lo harus di obati dulu, ntar infeksi," ucapnya lirih tapi bisa membuat ketujuhnya menoleh.

"Wess, Ra, Bos juga luka tuh. Masa cuma Sean yang mau diobati," celetuk Ganendra.

"Ya diakan ada pacarnya, pastinya bakal diobatin lah," ucap Aurora.

Aurora lalu meraih lengan Sean dan membawanya ke UKS. Sean hanya menurut.

"Rey–" Edeline tergugup.

"Kalo lo cuma mau ngobatin gue karena tersinggung sama omongan dia, mending nggak usah," ucap Borealis datar dan menusuk.

Tanpa memperdulikan yang lain ketua Kingston itu berlalu menuju ke gudang.

"Bu Bos, maafin Pak Bos ya. Dia pasti lagi banyak pikiran deh," ucap Ganendra.

"Iya nggak apa kok Gan, mungkin dia butuh waktu sendiri."

Alana mengusap punggung Edeline. Meskipun sedikit canggung karena mereka tidak pernah dekat sebelumnya, "gue tau perasaan lo."

"Makasih ya."

"Mending sekarang kita ke lapangan belakang Del," ajak Ganendra.

Edeline mengangguk dan kemudian mengikuti Ganendra yang sudah berjalan terlebih dahulu.

Sedangkan Alister, Alana dan George berjalan menuju kamar mandi.

🌈🌠

Borealis tengah memindahkan beberapa bangku yang sudah tidak layak pakai-menatanya kesisi kiri gudang supaya bisa lebih mudah menata barang yang lain.

Tidak memperdulikan rasa nyeri di beberapa bagian tubuhnya yang terluka.

"Ganti baju lo," titah Aurora sambil memberikan kaos putih polos di hadapan Borealis—dia mendongak.

"Lo nggak mungkin kan bakal pakai seragam yang udah nggak layak pakai itu," ucapnya lagi.

Borealis masih enggan menerima kaos itu.

"Ini kaos lo yang diambil Sean dari tas lo, bukan kaos gue" jelasnya.

Borealis meraih kaos itu dan mengganti seragamnya dengan kaos itu.

"Ngapain lo kesini?" sarkasnya.

"Lo lupa? Gue juga dihukum disini."

"Lo beresin yang ringan-ringan aja, biar yang berat gue yang handle."

Baru saja Borealis akan mengangkat meja, tangannya sudah ditarik Aurora dan mendudukannya di bangku.

"Apaan sih! Jangan harap gue bakal turutin nafsu gila lo ya," sarkas Borealis.

Bugh!

Sebuah hantaman mengenai tengkuk leher Borealis. "Gue nggak bernafsu gila ya!"

"Lah terus lo ngapain narik-narik gue gitu?! Lo nafsu kan sama gue!"

"Kurang-kurangin deh otak mesum lo itu!"

"Siapa yang mesum? Heh! Lo tuh yang tiba-tiba narik tangan gue."

"Luka lo perlu diobati."

Aurora mendudukan diri disamping Borealis dan kemudian membuka kotak P3K yang tadi dia bawa dari UKS.

Perlahan dengan hati-hati Aurora mengobati luka di wajah Borealis. Cowok itu tercengang dengan perlakuan Aurora.

"Bukannya tadi lo bilang bakal ada pacar gue yang obatin gue? Kenapa malah lo obatin gue?" tanya Borealis

"Ya karena lo udah nggak punya pacar."

"Tau darimana lo?"

"Edeline cerita ke gue, dia sempat mampir ke UKS buat nanya kenapa lo bisa berantem sama Sean dan Sean bilang lo kayak ada masalah, terus Edeline cerita deh kalo mungkin putusnya kalian itu yang ngebuat lo jadi kayak gitu."

Borealis menatap lekat wajah Aurora. Dalam jarak sedekat ini justru membuatnya lebih leluasa memandangnya. Cantik. Satu kata itu lolos dipikirannya.

"Salah nggak sih kalo gue kayak gitu?" tanya Borealis parau.

Aurora menghentikan aktivitasnya dan kemudian menatap manik Borealis.

"Berlaku kayak gitu yang mana? Lo pukul Sean? Lo mau ninggalin Kingston? Atau lo yang dingin sama Edeline?"

"Semuanya."

"Kalo gitu lo salah. Kalo lo ada masalah sama Edeline, lo selesaikan sampai tuntas dan menemukan titik akhirnya, bukan melampiaskan sama suatu hal yang nggak ada sangkut pautnya."

Borealis mengacak rambutnya frustasi.

"Gue yang nggak bisa jujur sama Edeline"

"Emang. Kalian itu menjalin hubungan dan harusnya saling terbuka bukan menyimpan sebuah kenyataan yang nantinya akan menyakitkan."

"Gue cuma berusaha menjaga perasaan dia, asal lo tau itu."

"Tapi cara lo salah."

"Iya gue salah. Gue emang brengsek. Gue tolol. Seorang seperti Edeline, justru gue kecewain kayak gini."

"Penyesalan pasti akan datang di akhir."

Borealis berdiri dan menghantam meja di depannya. Memukulnya berkali-kali sampai ruas jarinya berdarah.

"Gue ini emang brengsek! Gue nggak berguna," geramnya.

Aurora yang tidak tahan melihat kelakuan Borealis langsung berdiri dan menghentikan Borealis.

"Kalo lo mau menebus rasa salah lo, ngga gini caranya!" bentak Aurora.

"Terus gue harus apa?! Hubungan gue udah hancur! Edeline itu nggak suka dibohongin, bahkan gue udah dianggap sampah sama dia."

"Kalo dari awal lo tau Edeline nggak suka dibohongin kenapa lo bohongin dia!"

Borealis kembali memukul meja dihadapannya. "Argh!"

"Heh! Percuma lo nyakitin diri lo gitu! Nggak akan merubah apapun!"

"Gue brengsek banget! Gue emang pantes dianggap sampah sama Edeline! Argh!"

Borealis kembali memukul meja, bahkan dia tak segan menendangnya.

Aurora memandang itu prihatin. Dan detik selanjutnya dia meraih tubuh Borealis dan mendekapnya.

"Jangan nyakitin diri lo sendiri, yang lo butuhin ketenangan bukan emosi yang berapi-api," ucap Aurora lirih, seraya mengusap punggung Borealis.

Awalnya Borealis hanya terdiam, tapi kemudian dia membalas pelukan Aurora, mendekapnya erat-erat.

"Gu-gue cowok brengsek."

AURORA BOREALIS [ ✓ ]حيث تعيش القصص. اكتشف الآن