Emma: "Baru pulang latihan?" Tanya Emma dengan canggung. Wolfy mengangguk sambil berjalan ke kamar mandi. Ragu-ragu, Emma menyiapkan alkohol dan obat. Emma tau ia mencemaskan sesuatu yang tidak perlu. karna pasti luka itu akan hilang keesokan harinya. Tapi tetap saja ia tak bisa menghilangkan rasa khawatir melihat Wolfy terluka dan kesakitan.

Wolfy keluar setelah selesai mandi, perlahan berjalan melewati ruang tengah. Emma menahan tangan Wolfy, Wolfy menghentikan langkahnya dan menatap Emma.

Emma: "Hmm.. Aku obatin luka kamu ya, sebentar." Emma menunjuk ke arah sofa, meminta Wolfy untuk duduk di sofa.

Wolfy: "Nggak usah, besok juga sembuh." Emma tetap menahan Wolfy dengan memegang erat lengan Wolfy, memandang Wolfy dengan tatapan memohon.

Wolfy membalas tatapan Emma dengan malas, menghela nafas dan akhirnya duduk di sofa. Emma membersihkan luka dengan alkohol.

Wolfy: "Kamu melakukan hal yang nggak perlu, kamu tau kan?" Ia menarik nafas dalam menahan rasa perih saat Emma membersihkan lukanya dengan alkohol. Emma mengangguk.

Emma: "Setidaknya biarkan aku bersihin lukanya."

Wolfy: "Aku nggak akan mati karna kotoran atau bakteri." Emma menatap Wolfy dengan kesal.

Emma: "Kamu setengah manusia, ingat?" Mereka saling bertatapan dengan jarak yang begitu dekat. Jantung Emma berdegup kencang, ia buru-buru menundukkan kepalanya, pura-pura fokus membersihkan luka di dada Wolfy.

Wolfy: "Kamu masih saja.. haah.." Ia menghembuskan nafas pelan.

Wolfy: "Aku sudah bilang, jangan tertarik padaku." Tangan Emma terhenti dari kesibukannya membersihkan luka, matanya sedikit menerawang.

Emma: "I'm working on it. Apa aku sama Ares aja si tetangga, akan lebih mudah kalau ada pengalih perhatian tampaknya." Emma bergumam pelan.

Wolfy: "Dia bukan manusia. Apa kamu sudah tau?" Wolfy bertanya dengan suara pelan setelah terdiam sesaat.

Emma menatap Wolfy terkejut dan matanya terbelalak, bibirnya terbuka, berteriak tanpa suara. Wolfy hanya mengangguk pelan, mengkonfirmasi bahwa Emma tidak tau tentang Ares.

Emma: "Damn!" Emma melempar kapas di tangannya dengan kesal.

Emma: "Kenapa aku dikelilingi oleh makhluk-makhluk begini. Kukira dia beneran mau berteman." Emma membereskan kapas dan alkohol ke dalam kotak.

Wolfy: "Kurasa dia nggak ada niat jahat. Kamu bisa berteman dengan Ares, tapi jangan tertarik padanya. Cari manusia biasa, lebih aman buat kamu Emm." Emma beranjak dari sofa, menyimpan kotak obat dengan pikiran yang berantakan.

Emma: "Aku ke kamar. Good night." Wolfy menundukkan kepalanya dan menghela nafas lelah.

Keesokan harinya, Emma berkumpul bersama Dika dan Felix. Ia merasa butuh berada disekeliling manusia biasa untuk menetralisir hidupnya dari makhluk-makhluk aneh itu. Sorenya ia berkumpul dengan teman-teman tim di perpustakaan hingga malam. Malamnya ia menyibukkan diri dengan mengerjakan skripsi. Diam-diam ia merasa lega, merasa menjadi manusia biasa lagi seperti ini.

Emma berusaha keras untuk tidak terlalu memedulikan Wolfy seperti biasa. Ia berusaha lebih cuek kepada Wolfy, malam hari ia mengerjakan skripsi di dalam kamar agar tidak bertemu dengan Wolfy. Emma pun sudah tak pernah bertemu Ares di teras, ia ingin sebisa mungkin jauh-jauh dari para makhluk itu. Beberapa minggu ia berusaha keras melawan perasaannya yang sangat menginginkan Wolfy.

Malam itu ia pulang larut malam setelah mengerjakan skripsi bersama Dika. ketiga temannya Tasya, Nia dan Phanie sudah selesai mengerjakan skripsi mereka dan sedang menunggu jadwal sidang. Emma merasa tertinggal dan berusaha segera menyelesaikan skripsinya.

Emma baru saja keluar dari lift apartemen lantai 10 dan berbelok ke arah apartemen Wolfy, namun ia mendengar suara keras dari belakangnya. Ia menoleh ke arah suara itu dan melihat Ares yang terjatuh di depan pintu apartemennya. Ares terlihat kesakitan, tangan kanan memegang perut sebelah kiri. Emma berlari mendekati Ares sambil meneriakkan namanya.

Emma: "Ares! Kamu kenapa?!" Emma terduduk, mengangkat tubuh Ares agar bersandar pada lengan Emma. Ia terkejut melihat cairan biru yang muncul dari perut Ares. Ares tersenyum lemah.

Ares: "Aku cuma terluka sedikit."

Emma: "Kamu punya kotak P3K?" Ares menggeleng pelan.

Emma memapah Ares ke apartemen Wolfy, membantu Ares duduk di sofa dan segera mengambil kotak P3K. Ia membuka baju Ares dan membersihkan luka di bagian perut Ares.

Emma: "Lukanya cukup dalam. Apa yang terjadi?"

Ares: "It's ok. Lukanya akan membaik perlahan-lahan. Yang kucemaskan adalah sekarang kamu tau aku bukan manusia biasa." Ares tersenyum kecil. Emma memandang darah berwarna biru yang berkilauan dari perut Ares.

Emma: "Ternyata bahkan warna darah kalian berbeda.. Kita memang makhluk yang berbeda.. " Ares terkejut.

Ares: "Kamu.. sudah tau?" Emma mengangguk. Emma membubuhkan obat, mengambil perban dan menutup luka itu perlahan. Ia menunduk mendekati luka untuk memasang perban. Saat itu, pintu terbuka dan Wolfy berada di depan pintu apartemen, wajahnya tampak sangat terkejut melihat Emma yang berada sangat dekat dengan Ares.

Wolfy: "Apa yang kalian lakukan?"

WOLFYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang