💞 Untuk yang terakhir kalinya 💞

Start from the beginning
                                    

Karena belum sempat mencari alasan yang tepat untuk menjelaskan perihal ia menolak Irene.

"Mama kapan datang?" tanya Seokjin memecah keheningan.

Nyonya Kim bangkit dari singgasananya dengan helaan napas berat sambil melipat tangan di atas dada dan melihat penuh selidik putra tertua nya.

"Mama minta penjelasan sekarang juga," ujar Nyonya Kim tanpa basa-basi.

Lidah Seokjin kelu, tak bisa di gerakkan, malah irisnya yang bergerak bebas berkelana menelusuri seluk beluk rumahnya sendiri.

"Irene kurang apa?" tanya Nyonya Kim serius.

Seokjin menghela napas terlebih dahulu sebelum berujar, "justru karena itu-" ujarnya menggantung, membuat tatapan penuh selidik Nyonya Kim semakin tajam padanya.

"Karena dia gak punya kekurangan Ma, terlalu sempurna untuk anakmu yang tidak tahu diri ini."

Nyonya Kim menurunkan tangannya dramatis, pandangan tajamnya berubah teduh penuh kasih sayang menatap sang buah hati yang menunduk lesu.

Maju satu langkah untuk menggapai bahu lebar sang putra, Nyonya kim kembali berujar, namun kali ini lebih lembut penuh pengertian, "hei, ada apa? Apa yang salah sama anak paling tampan mama yang satu ini, cerita sama mama!"

"Ck, bukannya adek yang selalu jadi paling tampan?" Canda Seokjin dengan mengkambing hitamkan sang adik, membuat Nyonya Kim berdecih tak suka, namun mengingat bukan saatnya memperdebatkan siapa yang paling tampan digaris keturunan keluarganya, Nyonya Kim menuntun Seokjin untuk duduk di sopa bersamaan dengan dirinya kembali menatap hangat wajah tampan putranya, menunggu sang anak membuka suara secara sukarela seperti biasa.

"Tampan aja gak cukup, banyak yang kurang dari aku, Irene terlalu sempurna Ma, maaf," ujarnya lirih setelah lama diam sambil mendekat dan menjatuhkan kepala di pundak tua mamanya.

Guratan lelah sang anak membuat Nyonya Kim menghela napas. Tak mungkin berdebat jika keadaan nya saja sedang lelah-lelah nya. Membuat Nyonya Kim berdialog dalam hati, berharap sang anak segera mendapat pendamping yang bisa menemani saat lelah seperti ini.

Ingin sekali ia mempresentasikan seribu satu kelebihan putranya sendiri sebagai penyemangat dan pengingat bahwa dirinya pantas bahkan sangat pantas jika bersanding dengan sang calon menantu yang memang ia setujui terlalu sempurna.

Namun mengingat anaknya tak mungkin menyia-nyiakan wanita sesempurna Irene dengan alasan krisis kepercayaan diri membuat Nyonya Kim tak bisa berkata apa-apa.

Jelas alasan itu tidak masuk akal. Hingga mau tak mau Nyonya Kim yang harus memutar akal.

Sambil mengelus sayang bahu lebar anaknya yang langsung terbuai hingga memejamkan mata, Nyonya Kim berfikir dalam diam bagaimana caranya membuat sang calon menantu menerima kekurangan dari anaknya yang ia tak tahu apa, namun mengingat penjelasan Irene yang sudah ia temui sebelum menemui anaknya terlebih dahulu yang jelas tidak sepenuhnya terima atas keputusan Seokjin.

Irene hanya berusaha menghargai.

Harap-harap kalau sang calon menantu masih setia di tempat.

Selebihnya Nyonya Kim yang akan mengambil alih.

💞

Chaeyoung membanting pintu kamarnya kasar membuat suara dentuman keras terdengar sampai ruang tengah yang masih di penuhi dengan yang ia sebut para tetua yang menghela napas melihat kelakuan anak mereka.

Sedangkan yang lebih tua diantara yang tua berujar yakin, "siapkan semuanya, biar urusan sekolah papa yang mengatur." Sambil berdiri sedikit merapikan bajunya dan bersiap pergi.

Tuan Son ikut berdiri setelah mengangguk mengerti akan apa yang dikatakan Tuan Son yang lebih tua.

Mengantar kepergian kepala sekolah sekaligus Ayahnya, dengan Nyonya Son yang ikut tersenyum sambil berdiri namun memilih memutar tungkai menuju kamar sang anak.

"Bi, biar saya aja," ujarnya tegas pada Bi Ana, membuat Bi Ana berhenti mengetuk pintu yang tak kunjung terbuka itu, wajah tua yang penuh kekhawatiran dan banjir aliran liquid bening itu memilih pamit undur diri pada majikannya.

Nyonya Son mengeluarkan kunci cadangan dari kantongnya, memutar kunci beberapa kali pada lobangnya sebelum menarik gagang pintu untuk memasuki kamar anak semata wayangnya.

Hati seorang Ibu pasti hancur jika melihat sang anak histeris dengan menghancurkan setiap barang yang ada di kamarnya.

Bahkan cermin sudah tak berbentuk entah beradu dengan apa, seketika wangi menyengat memasuki penghidu Nyonya Son, bisa di pastikan botol parfume melayang menghantam ubin dingin yang ia pijaki.

Meja rias berantakan, tempat tidur berantakan, berbagai macam cairan dan pecahan bertebaran di lantai.

Singkatnya, hancur, hancur berantakan, entah kamarnya, atau anaknya, yang jelas semua hancur berantakan di mata sendu Nyonya Son yang menutup bukaan mulut tak percaya mendapati pemandangan yang mampu menghancurkan hatinya sampai kepingan yang tak bisa disatukan lagi.

Sejujurnya, Nyonya Son perduli dengan keadaan putrinya. Teramat malah, namun sikap wanita itu yang cenderung lebih memperdulikan karir ketimbang sang anak membuat keluarganya hancur berantakan, sialnya Nyonya Son baru menyadari kehancuran itu setelah yang di suguhkan di hadapannya lebih dari sebuah kehancuran.

Keterlambatan. Keterlambatan menyadari kehancuran kekuarganya.

Sedangkan Chaeyoung di sana, menyandar di tempat tidur, terduduk dengan memeluk lutut, dengan genangan yang sudah menumpahkan isinya, tanpa henti mengiris benci, dengan keadaan yang paling hancur yang pernah ia tunjukkan.

Sudah cukup bermain peran sok tegar dengan menangis dibawah bantal setiap kali pertengkaran orang tua dan anak terjadi.

Gadis itu sudah muak menjadi anak penurut.

Jadi, dengan satu tarikan napas berat bersamaan dengan mengalirnya liquid bening yang tak bisa di bendung lagi, gadis itu tersenyum sinis "Puas?" tanya gadis itu sambil menghapus kasar air matanya menggunakan punggung tangan, menatap kosong pada udara.

Nyonya Son tak berkedip, namun tak kuasa menahan air yang menggenang lebih lama.

Tangan yang menutup mulut ia turunkan. "Sayang," ujarnya lirih bersamaan dengan jatuhnya sang pertanda kehidupan.

Dengan maju beberapa langkah tanpa kehati-hatian melewati serpihan kaca di lantai, Nyonya Son semakin mendekat sampai jarak yang cukup untuk merangkul.

Namun angan tinggallah angan, keinginan seorang Ibu untuk merengkuh sang anak di saat terpuruk tak terlaksana kala vokal rendah dengan nada marah terdengar rungu.

"Aku turutin kemauan kalian-

untuk yang terakhir kalinya."

💞

Fancy You With Luv LittleNisya💜

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Fancy You With Luv
LittleNisya💜

My Pedopil Teacher ✔Where stories live. Discover now