Tiga (REVISI)

2.3K 107 57
                                    




Camelia

"Oh burung... nyanyikanlah katakan padanya aku rindu.. oh burung.. burung.. burungku Paijo.. katakan pada Fahriza aku rindu.." 

Pagi ini suara Pak Bonar Lubis yang sedang bernyanyi membangunkan aku. Berapa malam ini aku selalu tidur larut karena pekerjaan, karena sebentar lagi ada festival baju adat dan aku ikut ambil bagian, walaupun tidak berharap banyak untuk menang, aku hanya mencoba dan mengasah kemampuanku dan banyak desainer-desainer senior juga ikut ambil bagian. Jadi kesempatan ini tidak boleh aku sia-siakan. 

Seperti biasa, suami istri keluarga Lubis ini memang selalu terdengar ramai, ruko milik mereka yang tiga lantai bersebelahan dengn ruko milikku. Pak Lubis yang berasal dari Sumatra utara, tanah Batak sedangkan istrinya, Ibu Fahriza yang  berasal dari Jawa adalah kombinasi yang unik.

Mereka membuka usaha furniture dan juga tinggal di ruko mereka, karena mereka malas pulang ke rumah pribadi mereka, karena jaraknya lumayan jauh sehingga mereka lebih sering tinggal di ruko. Suami istri Lubis ini memiliki dua orang anak, yang pertama anak perempuan dan sudah menikah.

Dan yang tinggal di rumah mereka sekarang ini adalah  anak perempuannya yang sudah menikah itu. Anak kedua mereka laki-laki bernama Bima dan bekerja sebagai arsitek, dia tinggal di apartemen sendiri, dan kata Ibu Fahriza, Bima sekarang sedang membuka usaha konstruksi. 

Aku turun ke bawah dan keluar ke teras depan sambil meregangkan badanku. Seperti biasa, setiap pagi suasana selalu ramai karena celoteh mereka dan melihat pasangan aku selalu merasa terhibur. 

"Mamak Bima, ada kau tengok burungku?" Pak bonar berteriak kepada istrinya dari teras samping rukonya. 

"Opo toh bang.. pagi-pagi udah berisik, nggak enak loh sama tetangga" kata Ibu Fahriza sambil menghampiri suaminya. 

"Ada kau tengok burungku Mak Bima?" Tanya Pak Bonar tanpa peduli celotehan istrinya. 

"Tadi malam masih ada kok burung Abang, emang bisa tiba-tiba terbang?" Jawab si istri dengan polosnya. 

"Kalok burungku ini memang nggak bisa terbang Mak Bima, bisanya cuma mendarat, yang aku tanya itu burungku si Paijo?” Pak Bonar mengamati istrinya “Pasti kau kan Mak Bima yang buka sangkarnya Paijo?" Pak Bonar menatap curiga istrinya. 

"Loh kok malah nuduh aku Bang?, aku nggak tau kemana si Paijo" Ibu Fahriza kelihatan tersinggung atas perkataan suaminya."Baguslah Bang kalau memang Paijo udah terbang" Kata Ibu Fahriza dengan wajah senang.

Pak bonar memandang istrinya kesal."Taunya aku mak Bima, dendam kali kau sama Paijo karena di rusaknya kipasmu itu kan?" 

Ibu Fahriza memandang suaminya dengan sengit. "Eh Bang.. aku memang masih sakit hati sama Paijo karena kipasku yang di bawa Bima oleh-oleh dari Spanyol di rusak burungmu itu, tapi aku nggak pernah punya pikiran untuk melepas Paijo dari sangkarnya, Abang jangan sembarangan menuduh!" Ibu Fahriza menatap suaminya galak.

Pak Bonar memandang istrinya dengan tatapan tidak percaya. "Udah lama kau jadi biniku Mak Bima, taunya aku gelagatmu itu, suara kentutmu aja aku kenal ya, ngaku aja kau Mak Bima.. memang kau kan yang lepaskan si Paijo perkara kipasmu itu?" 

Ibu Fahriza memandang suaminya dengan penuh amarah. "Abang jangan macam-macam sama aku ya bang, aku juga bisa jadi orang batak kalau Abang begini sama aku!, terus sekarang Abang mau apa?!! Lebih sayang Paijo ketimbang aku?! istrimu?!!!" 

Aku tertawa mendengar pertengkaran mereka yang lucu. Burung Pak Bonar yang bernama Paijo memang sering menjadi sumber pertengkaran lucu mereka.

Cinta Datang Karena Biasa (Passionate Hope #1)Where stories live. Discover now