20. Fakta Penyelesaian

Start from the beginning
                                    

"Maaf membohongimu, maaf menutupi semuanya. Aku gegabah karna merasa kalau perjodohan itu bisa dibatalkan secara sepihak, dari aku."

"Kenyataannya?" bisik Kanya. Dia ingin tersenyum, tapi wajahnya kaku.

"Sulit." Edo menggenggam kedua tangan Kanya yang meremas segumpal tissue. Ibu jari Edo memijit punggung tangan tersebut, perlahan dan membuai. "Aku nggak punya banyak kata untuk jelasin semuanya ke kamu, Key. Pada intinya, perjodohan itu batal karna aku punya wanita lain yang kusuka. Aku menyukaimu, aku mencintaimu, my best friend." Edo tersenyum tipis, ia mengedipkan mata beberapa kali sambil menatap banyak arah, mencoba untuk menghalau air matanya. For God sake, lelaki tidak seharusnya menangis.

Sementara Edo berada di titik keputus-asaannya, Kanya memilih tersenyum tipis. Dia juga ingin menangis tapi sayang air mata itu tidak mampu untuk keluar.

"Maaf nggak cukup untuk semua ini, Do. Kenyataannya, pernikahan lo sama Natalie ada di depan mata."

Edo menggeleng. Ia semakin mengeratkan genggaman di tangan Kanya. Sungguh, Edo tidak mungkin melepas Kanya hanya karna kesalah pahaman ini. Ia gila kalau berhenti untuk memperjuangkan Kanya. Wanita yang dengan besar hati mampu menjaga perasaannya pada satu lelaki selama bertahun-tahun.

"Aku membatalkan semua catering dan gedung yang disewa Natalie. Wish I could be the first man of you, I'll do it, Key. Aku akan menikahimu, bukan Natalie."

Tubuh Kanya berjengit saat Aaron mengguncang kedua bahunya. Kanya berdeham setelah sadar bahwa barusan dia melamunkan tentang Edo. Dia mengibaskan kedua tangan di depan leher. Hawa panas tiba-tiba datang membuat Kanya gerah.

"Masalah berat?" tebak Aaron melihat sahabat baiknya tiba-tiba bergerak canggung setelah lama melamun.

Kanya mengulas senyum. Menarik napas dalam kemudian mengembuskannya pelan. Wanita itu melirik pada Aaron yang menatapnya teliti. Aaron bukan lelaki yang mudah dibohongi.

Kepala Kanya mengangguk kecil. "Wish I could be his fisrt woman, what should I do?"

Sebelah alis Aaron terangkat. Tidak percaya dengan apa yang barusaja ia dengar.

***

Selesai menjadi seorang legal advisor di hari pertama, Kanya meninggalkan gedung Anderson Group tepat waktu. Jam lima sore, dia sudah membawa mini cooper kesayangannya pergi meninggalkan area parkir. Bayangan tentang seperti apa Edo tidak sanggup mengungkapkan banyak kata saking frustasinya, membuat Kanya menempa tekad untuk menemui wanita itu. Wanita yang berhasil merusak ketentraman Edo, sekaligus dirinya.

Ponsel yang sengaja disambungkan pada earset di telinga Kanya, berdering kecil membuat wanita itu menekan tombol earset, menerima panggilan.

"Ya?"

"Dia membawa pihak lain setelah gedung sebelumnya lagi-lagi dibatalkan. Banyak media mulai mengendus–" Hening tercipta membuat Kanya mengernyit. Dia menatap pada beberapa mobil di depannya yang melaju lebih cepat. "Dia bukan tandinganmu, Key. Otaknya benar-benar licik."

Kanya tersenyum. Dia semakin memijak gas mempercepat laju mini cooper-nya. "Dami, Bandung bukan kota yang menyimpan banyak lahan luas. Sekelas Natalie nggak mungkin menyewa gedung yang luasnya sepuluh kali sepuluh meter, dia punya kelas sendiri. Dan di Bandung, gedung-gedung besar itu bisa dihitung dengan jari, Dam. Sekarang aku tanya sama kamu, berapa kali Edo dan Mamanya menolak pihak gedung dan catering yang dateng ke rumahnya?"

"Sekitar ... dua belas."

"Dan kamu masih yakin Natalie bisa cari gedung lebih dari sepuluh lagi?" tanya Kanya menampar Damian di seberang sambungan.

• A Believer •Where stories live. Discover now