5. Badut cantik AEON TV

2.5K 352 76
                                    

Suasana ruang mewsroom sone ini begitu serius. Dua kamera besar menyorot wajah Agam dan Natalie yang sedang tersenyum sambil membawakan berita live. Kanya menatap pemandangan tersebut dalam diam. Hatinya masih meradang karena si seksi yang pandai bermain kotor. Selain menceburkan Mbak Poik ke dalam kemarahan Edo, Natalie juga berhasil membuat Edo jadi pribadi yang berbeda.

"Cut!" teriak Kanya begitu siaran ditutup dengan salam.

Eko awalnya bingung kenapa Kanya hanya diam saja menonton siaran. Ia ingin menegur, tetapi melihat teman baiknya hanya bisa menarik napas, kemudian mengembuskannya secara teratur, Eko memilih mundur dan diam di tempat.

Kanya menaruh skrip berita sore ini ke meja kecil yang ada di newsroom. Dia keluar tanpa pamit, meninggalkan Edo, Eko dan yang lainnya. Dia butuh pelampiasan hari ini, karena ribut dengan orang yang dia suka sejak SMP mampu menguras energi otak kanan Kanya. Jangan sampai dia sinting.

Tas leopard itu diambil, semua barang-barang yang perlu dibawa pulang, dia bawa. Jam menunjukkan pukul setengah lima tetapi Kanya tetap nekat pulang kantor. Turun ke lantai lobi menggunakan lift, Kanya menelepon nomor Damian. Sambungan pertama tidak diangkat, kedua, bahkan sampai kelima. Tetapi Kanya tidak menyerah sampai dengan suara bariton Damian terdengar terengah di seberang sana.

Belum menjawab sapaan Damian, Kanya memilih masuk ke mobilnya dan mengenakan seatbelt. Dia menaruh ponsel di jok samping yang sudah berubah ke mode loud speaker. Suara berisik orang yang sedang baku hantam terdengar memenuhi ruangan menggema.

"Lagi di mama?" tanya Kanya. Dia menyalakan mobil, melajukannya keluar AEON.

"Boxing, Indonesia has a good place to fight."

"Kirim alamat hotelmu menginap, I'm on my way."

Tidak mau dengar jawaban Damian lagi, Kanya menyentuh tombol merah mematikan sambungan. Dipijaknya gas lebih dalam saat terdengar notifikasi pesan singkat muncul di ponselnya. Kanya belum sempat membaca, dia harus menemukan traffic light untuk menemukan di hotel mana Damian menginap.

***

Bukan bangunan milik Om Nickolas, mini cooper Kanya memasuki parkiran depan Hotel Amiris, hotel satu kelas di bawah hotel milik Om Nickolas.

Saat memarkirkan mobil, seseorang kelihatan berjalan mendekati mini cooper-nya. Kanya keluar, dia melihat Damian dengan rambut setengah kering, tersenyum menyapa.

"Bad day?" Kanya mengangguk lalu berjalan memasuki hotel bersama Damian.

Sudah kebisaan bagi mereka untuk bergandengan tangan saat berdua. Bukan karena merasa saling memiliki, tapi Kanya selalu menatap Damian sebagai kakaknya. Damian lebih tua darinya tiga tahun, dan lelaki itu selalu melindungi Kanya dari banyak hal di dunia yang berniat jahat padanya.

Saat memasuki lift, Kanya mulai bisa menarik napas rilex. Kemarahan yang awalnya menyulut hati, mulai memudar setelah melihat Damian mengangkat sebelah alisnya. Damian ramah, ia selalu memamerkan senyum saat bersama Kanya. Dan Kanya sempat berpikir, mungkin jika sejak awal dia tidak memiliki rasa pada Edo, Damian menjadi satu-satunya lelaki pilihan.

"Kenapa?" Damian meneliti wajah Kanya, menyelipkan beberapa helai anak rambut Kanya ke belakang telinga.

Bibir Kanya mengerucut mengadukan segala kekesalannya hari ini. "Aku ribut sama Edo."

Damian terkekeh. "Oh, pacarmu?"

"Hm! Sebenernya dia bukan pacarku, Dam. Dia cuma cowok yang kusuka sejak middle school." Sebelah kaki Kanya bergerak seperti anak kecil yang ingin mengakui kesalahan. "Tapi dia nggak suka sama gue!" lanjut Kanya memperlihatkan wajah meweknya ke Damian.

• A Believer •Where stories live. Discover now