4. Kebohongan kecil (?)

3.2K 429 123
                                    

"Tapi lo bener, Do. Gue suka sama lo."

Menurut Edo, kalimat pengakuan tersebut mulai mengganggu fokusnya saat berkerja. Sesaat, Edo harus berdiam menganggurkan banyak berkas, hanya untuk memikirkan kenapa bisa Kanya—yang mana sudah ia anggap seperti adiknya sendiri—berani menaruh rasa lebih kepadanya.

Beberapa kali ia sering memutar kursi, meneliti suasana luar ruangannya yang terlihat sangat jelas dari dinding-dinding kaca, seperti sekarang. Dan Edo selalu mengamati sebuah meja baru di paling sudut lantai sembilan belas lebih lama. Kadang, Edo berpikir keras saat menatap Kanya yang sedang dikelilingi deadline rundown dan skrip berita, atau saat wanita itu bercanda bersama staff lain.

Apakah hubungan mereka masih akan tetap sama setelah pengakun gila Kanya? Apakah mereka bisa kembali menjadi mereka seperti sedia kala?

Pandangan Edo yang sedang menatap Kanya bekerja, tiba-tiba terhalang oleh tubuh seseorang. Edo menghela napasnya setelah tahu Natalie berdiri di depan pintu kaca tersebut. Wanita itu masuk dengan senyum manis. Begitu anggun mengenakan sepasang Loubutin yang mengiringi langkahnya.

"Hai, Do."

"Hai."

Natalie duduk di depan Edo. "Lagi ngapain? Aku barusan lihat kamu ngalamun."

"Mikir."

"Tentang?"

Sesaat Edo melirik Natalie kemudian terdiam cukup lama.

"Sesuatu," jawab Edo akhirnya.

"Masalah kita nggak akan ada solusi lain, Do. Take it or leave it. Aku 'kan udah bilang sama kamu, semakin lama kamu mikirnya, semakin lama juga kamu nggak akan betah ada di rumah."

Omongan Natalie memang ada benarnya, pikir Edo tidak mau egois. Ia memang sudah merasakan ketidak nyamanan berada di rumah setiap kali rongrongan itu mampir ke telinga. Tetapi, tahukah wanita cantik di depannya itu, kalau semua persiapan matang bisa saja Edo lakukan hanya saja mental, Edo belum siap.

Diputarnya kursi yang diduduki Edo. Ia kembali mengamati meja Kanya yang sekarang kosong. Entah kemana setan gimbal—salah, dia tidak lagi gimbal—itu pergi.

"Nggak semudah itu, Nat."

"Karena?" Natalie memasang senyuman paling manis yang dipunya.

"Sekarang masalahnya rumit."

"Serumit apa?"

Serumit saat aku tahu Kanya suka padaku.

Sebelah tangan Edo bergerak menyangga kepala. Lelaki itu masih terus menatap meja di sudut sana sampai-sampai pandangannya kembali diganggu oleh seseorang. Edo mengedip, ia melihat Kanya berdiri di pintu kaca sambil bertingkah seakan-akan sedang mengintipi kondisi dalam ruangan Edo.

Tingkah aneh itulah yang membuat Edo lupa menjawab pertanyaan Natalie. Lelaki itu hanya mendengkus tertawa kecil, kemudian menggeleng heran, membuat Natalie harus menoleh dan melihat tingkah aneh Kanya juga.

"Dia kenapa?"

Natalie menatap Edo saat pertanyaannya tidak lagi dijawab. Hatinya merasa was-was melihat Edo justru terus memperhatikan wanita aneh di luar ruangannya.

"Do, dia kenapa?" tanya Natalie lagi.

"Hm?"

"Kamu nggak denger aku tanya apa dari tadi?"

Edo menggeleng tanpa rasa bersalah. Lelaki itu justru melambai pada Kanya, menyuruh wanita aneh itu masuk dan mengganggu obrolan bersama Natalie.

"Eh, ada Natalie Soedibyo," sapa Kanya dengan senyum khas.

• A Believer •Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang