14. Beginning Problem

2.9K 381 71
                                    

Damian berlari kecil menuju perkumpulan taksi di depan bandara, sedikit terburu karena ia benar-benar tidak mau terlambat dengan undangan makan malam dari keluarga Kanya. Meskipun ia tahu ini hanyalah sebuah formalitas belaka.

"Taksi!" Damian kerepotan menyeret koper berisi berkas dan laptop demi berebut satu taksi dengan puluhan pengunjung bandara. Beberapa kali ia mengumpat karena semua taksi yang tadinya kosong akhirnya sudah memiliki penumpang semua. Damian menoleh ke sana-sini, mencari sisa taksi lainnya.

"Taksi!! Over here!"

Bule itu mendesah lega melihat satu taksi akhirnya datang menghampiri. Cuaca Kota Bandung sore ini begitu panas. Entah karena Damian barusaja pulang dari Negeri Kincir Angin atau memang di sini sedang musim panas, sampai-sampai beberapa peluh membasahi pelipisnya.

Damian masuk ke taksi, memberikan ponselnya langsung kepada sopir tersebut demi menunjukkan alamat rumah Sandro.

"It is very far, Mr." Sopir itu mengembalikan ponsel baru berkamera tiga milik Damian. Ia menatap Damian melalui spion tengah. "The distance is very very long and far. Money-nya banyak."

Kening Damian mengerut tak suka, apa sopir tersebut mengira ia tidak tahu daerah Bandung? Dan tunggu, telinga Damian justru sakit mendengar kalimat si sopir yang mencoba keras menggunakan Bahasa Inggris.

"Saya bisa berbahasa Indonesia, Pak."

Sopir itu terkejut. Meskipun aksen Indonesia Damian terkesan sangat kaku, tetapi bule itu tergolong bisa berbahasa Indonesia, belum termasuk fasih.

"O-oh .. bisa. Jadi Mr mau ke alamat tadi?"

Damian mengangguk. "Berapa argonya?"

Lagi-lagi si sopir terkejut. Tahu arti argo juga dia ....

"Duaratus ribu, Mr. Duit Indonesia yang warnanya merah, dua lembar."

Damian mengangguk sekali, membuat sopir aneh tersebut langsung senang dan menjalankan mobil. Ia tidak masalah harus merogoh kocek duaratus ribu rupiah hanya untuk sampai ke rumah Sandro. Meskipun ia tahu, jarak Bandara sampai dengan rumah Kanya tidak sampai duaratus ribu jika harus menggunakan taksi.

Sepertinya, tampang bule membuat Damian dibodohi oleh banyak orang, termasuk wanita yang hampir ia tiduri menggunakan obat perangsang. Damian mendengkus kecil, menatap banyak kendaraan melalui jendela mobil. Memikirkan Kanya semakin membuatnya merasa bersalah, sekaligus ia merasa sangat bersyukur Kanya masih mau memaafkan perbuatan bejadnya, bahkan sampai memberikan peran dalam masalah wanita itu.

***

Edo terus berusaha menghubungi Kanya saat wanita itu tidak kunjung memberinya kabar. Sejak ia mengantar wanita itu sepulang kerja, Kanya belum juga memberi kabar sampai dengan jam delapan malam.

"The number your calling is busy, please try again later."

Kembali Edo menekan kontak Kanya setelah lagi-lagi gagal menghubungi.

"Key?"

"Halo, Do?"

Edo menekan tombol volume beberapa kali karna suara Kanya terdengar kecil seperti berbisik.

"Di mana? Suaramu kecil."

"Gue baru sama Kak Noah. Tadi gue sempet bilang 'kan kalau Kak Noah nginep?"

Kepala Edo mengangguk kecil. "Oke, aku cuma tanya kabar."

Hening tercipta. Edo membuka-buka berkas di depannya saat suara Nina terdengar nyaring di seberang sana.

• A Believer •Där berättelser lever. Upptäck nu