7. Moron

3.1K 417 131
                                    

"Kanya pulang."

Wanita itu masuk rumah. Lesu, tidak punya gairah karena dia tahu Daddy dan Mommy akan mengomel ini-itu setelah melihat wajahnya.

"Duduk," perintah Kanya pada Edo.

Yang diperintah justru sudah duduk di sofa ruangan tengah lebih dulu.

Rumah Om Sandro menjadi tempat paling sering ia kunjungi selama Edo mengenal Kanya. Setiap waktu, Kanya selalu punya ide untuk mengundang Edo main, atau mungkin menjemputnya dari rumah. Dan baru Edo sadari, semua itu merupakan kedok di balik rasa suka Kanya terhadapnya.

Lelaki itu hanya berpikir, kenapa ia tidak sampai menebak ke ranah itu jauh-jauh waktu? Ah, mungkin karena dirinya sudah menganggap Kanya sebagai adiknya sendiri?

"Edo?"

Kepala Edo menoleh ke samping, wanita seumuran dengan Mama Edo muncul mengenakan celana panjang dan juga baju batik. Spontan Edo berdiri, menjabat tangan wanita tersebut dengan sopan.

"Sore, Tante Nina."

Mereka berdua duduk di sofa. Senyum wanita di depan Edo begitu manis, Nina namanya. Sampai-sampai, kadang Edo yang melihatnya justru membatin kalau Tante Nina merupakan tipe wanita idaman.

"Tumben main, Do? Apa cuma nganter Kanya balik?"

Edo tersenyum. "Anter Kanya pulang, Tan."

"Hhh ... anak itu sukanya bikin repot orang." Wanita tersebut melirik jam dinding rumahnya. "Baru jam tiga sore, lho? Dia pasti maksa minta pulang."

Edo lagi-lagi tersenyum sopan. Tak lama, lelaki berwibawa yang Edo kenal sebagai superhero di rumah Kanya, datang menyusul duduk. Edo menjabat dan menyapa sekilas lelaki tersebut. Mereka terlibat obrolan ringan sambil menunggu Kanya datang setelah mandi dan ganti baju. Awalnya, Edo tidak menginginkan kondisi ini. Ia duduk bersama dua orang penting dalam kehidupan Kanya. Edo tahu, ini akan jadi ajang mengeluarkan kekesalan dari Om Sandro ke Kanya. Di sisi lain Edo ingin menyingkir jauh, tetapi Kanya lebih dulu datang dengan pakaian sangat rapi seperti ingin pergi.

Detik itu juga, Edo mengurungkan niatnya untuk pulang. Kembali teringat soal keinginan Kanya pergi bersama Damian. Melihat dandanan Kanya sekarang, Edo yakin, sangat yakin, bahwa Kanya akan melarikan diri setelah obrolan alot bersama Om Sandro dan Tante Nina.

"Duduk," perintah Sandro pada anak keduanya.

Kanya menghela napas berat sebelum duduk di samping Edo. Dia melirik lelaki di sampingnya sedikit aneh. Memang seharusnya Edo tidak ikut campur dengan obrolan keluarga ini.

"Jadi ngerasa lamaran kalo gini, tinggal nunggu Mama-Papa Edo," celetuk Kanya membuat Edo menoleh terkejut.

"Kayak Edo mau aja sama cewek bandel macam kamu!" ejek Mommy Kanya.

Kedua mata Kanya memutar. "Tahu, emang pasarannya Kanya beda jauh sama Mommy. Kedip dikit aja bisa gaet bule sekelas Daddy. Kanya? Boro-boro ngedip, to the point bilang suka ke Edo aja dianggurin sampe sekarang."

"Key?"

"Hah?!"

Muka Kanya menebal secara otomatis. Sementara tiga orang yang ada di sekelilingnya terkejut bukan main. Edo, memilih berdeham menghilangkan kecanggungan setelah Kanya membeberkan perasaannya pada dua orang di depan mereka.

"Maksud kamu ... kamu suka sama Edo, Key?" tanya Nina selepas terkejut.

"Hm. Sejak SMP."

Lagi-lagi Nina meringis kaget. "Tapi Edo nggak suka sama kamu 'kan, Key?"

• A Believer •Where stories live. Discover now