12

5.8K 523 24
                                    

Steve menghentikan langkahnya lalu menoleh marah pada Syadza yang hampir saja menabrak tubuh steve yang berhenti mendadak.

"Apasih mau mu?" Ucap Steve cukup keras. Untunglah parkiran mall itu tidak ramai cenderung sepi.

"Aku hanya.."

"seberapa bebal sih otak mu sampai kamu tidak juga mengerti ucapan ku hah?"

"Aku dan Januar sungguh tidak melakukan apapun"ucap Syadza

Steve tersenyum sinis. "Apa menurut mu aku marah karna cemburu padamu? Oh tolong jangan gila, aku tidak peduli apapun yang terjadi padamu. Selama itu bukan Januar aku sungguh tidak peduli,"

Steve menyisir rambutnya dengan tangan. Ia menghela napasnya kesal.

"Berapa kali harus aku bilang padamu bahwa Januar hanya ingin mencari kelemahan aku. Dia ingin menjatuhkan ku! Atau kamu sengaja melakukan ini? Untuk menarik perhatian ku? Lalu kamu berfikir aku akan mencintaimu?"

Syadza tak mengatakan apapun. Seperti biasanya saat Steve marah Syadza hanya dapat diam mendengarkan.

"Tunggu, kamu jatuh cinta dengannya? Benar? Kamu menggunakan ku untuk bisa dekat dengannya? Katakan apa saja yang sudah kamu katakan padanya hah?" Ucap Steve. Steve memegang kedua lengan Syadza cukup kuat.

"Jawab aku Syadza! Apa kau mendadak bisu? Apa saja yang sudah kamu katakan padanya hah?"

"Aku tidak mengatakan apapun"

"Bohong" bentak Steve dan satu tamparan mendarat sempurna di pipi Syadza.

Baik steve ataupun Syadza sama kagetnya. Ia tau steve sering sekali marah padanya. Ia juga tau steve sangat membencinya. Tapi tak pernah sedikit pun terlintas di pikiran Syadza bahwa Steve akan sampai hati memukulnya apalagi pada wajahnya.

Steve sama terkejutnya, Ia tak menyangka akan sampai hati menampar seorang wanita dengan tangannya sendiri. Ia memang membenci Syadza namun tidak sekalipun dalam benaknya akan menampar Syadza Seperti itu. Tangan Steve bergetar namun Ia tak ingin minta maaf. Ia melakukan itu karna Mungkin saja Syadza pantas mendapatkan itu.

"Jangan memaksa ku untuk lebih kasar padamu." Ucap Steve dan meninggalkan Syadza yang sama sekali tak bergerak di tempatnya.

Tangan Syadza terulur menyentuh pipinya sendiri. Matanya menatap punggung Steve yang menjauh. Ia mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa pasti Steve hanya terlalu marah dan tak sengaja melakukan itu. Steve tak mungkin sampai hati melakukan itu dengan sengaja. Lagi pula ini memang salahnya bukan? Steve sudah mengingatkannya untuk tak menemui Januar.

Namun bagaimanapun Syadza berusaha untuk memaklumi apa yang di lakukan Steve padanya, rasa tak terima di perlakukan seperti itu tetap dan terus muncul pada hati Syadza. Sejak kecil tak pernah sekalipun Ia dipukul oleh orang tuanya sendiri atau siapapun. Ia tak merasa seperti ini pada sikap Steve sebelumnya. Hatinya terasa jauh lebih sakit, Ia tak hanya merasa sedih tetapi juga marah, rasa marah yang hanya sanggup Ia tahan.

***
Air dingin yang keluar dari shower membasahi tubuh steve yang masih berpakaian lengkap. Benar Ia harus mengguyur dirinya sendiri. Kedua tangan Steve berpegang pada Tembok. Matanya terpejam rasa marah itu sebenarnya bukan murni untuk Syadza. Tetapi untuk Januar, untu Grace untuk pengkhianatan mereka. Katakan saja bahwa Ia memang pendendam. Tetap Ia memang tak sanggup melupakan. Rasa pengkhianatan itu rasanya baru seperti kemarin. Bagaimana tidak jika sahabat karibnya tega menjalin kasih dengan kekasih yang sudah Ia pacari lebih dari 4 tahun. Wanita pertama yang Ia cintai dengan tulus.

Steve memukul dinding kamar mandi berkali-kali. Hingga tangannya benar-benar terasa sakit dan mungkin saat ini sudah membiru.

Steve berhenti saat melihat bekas luka air panas di tangannya. Hal itu mengingatkannya pada beberapa hal. Ingatan tentang Syadza yang mengobati lukanya, Ingatan tentang tamparannya pada wajah Syadza serta ingatan tentang bagaimana ayahnya memukuli ibu kandungnya dulu.

Purple Land (Complete)Where stories live. Discover now