XLIII: The Journey

615 90 4
                                    

Bring it back, 4 years ago, when Sindara left.




Bath, Somerset, England

Dalam ketenangan suatu halaman rumah, sayup-sayup terdengar suara keributan dari dalam. Waktu masih pagi, burung-burung masih berkicau dengan eloknya, tak peduli dengan keributan yang menyamainya.

Mrs. Susan sedikit kesusahan memegangi tangan Sindara yang terus memberontak. Suara tangisannya yang meraung-raung memenuhi kamar mandi. Tubuhnya berontak hingga tak sengaja menyipratkan genangan air di bathtub ke baju Mrs. Susan.

"Sindara! Listen to me." Mrs. Susan sampai harus berteriak karena Sindara yang terus menangis dan berteriak seolah tidak sadar dengan sekelilingnya.

"Jim! Jim!" Mrs. Susan beralih berteriak memanggil anaknya, Jim agar bisa membantunya.

Tak perlu menunggu lama, Jim datang dengan setengah berlari menaiki tangga dan masuk ke dalam kamar Sindara. "Help me, Jim."

"What's wrong?" Mr. Joe, suami dari Mrs. Susan juga ikut masuk ke dalam karena keributan itu.

"Help me, darling." Mrs. Susan menatap penuh harap. Wajahnya panik. Tangannya masih sibuk memegangi tangan Sindara.

Mr. Joe lalu ke dalam. "Hey, miss. Listen to me. Stop crying. It's okay." Ujar Mr. Joe sembari menepuk pelan pipi Sindara agar sadar. Tapi itu sia-sia. Sindara masih berteriak dan menangis. Mulutnya meracau tidak jelas.

Jim membantu ibunya memegangi tangan Sindara yang minta dilepaskan.

"Dad, just bring her out of here." Jim mengusul.

"Aarghh let me go! Let me go!" Sindara berteriak. Ia tak menghiraukan ucapan Mr. Joe yang mencoba menenangkannya.

"Dad!" Jim kembali berucap tegas, memberi sinyal kepada ayahnya untuk segera mengangkat paksa Sindara yang sudah basah dari dalam bathtub.

Belum sempat Mr. Joe masuk ke dalam bathtub, Jim sudah berteriak kembali. "Oh, blood!" Pekiknya. Semuanya terdiam, melihat darah yang perlahan mengalir di paha Sindara, membuat genangan air di bathtub menjadi memerah.

"Sindara!" Mr. Joe berseru, dan Sindara menjadi sedikit tenang walau masih menangis. Begitu tenang hingga akhirnya ia hilang kesadaran.

Sindara tertidur pulas di kamarnya dengan infus yang terpasang di tangannya. Mr. Joe dan Mrs. Susan berbicara dengan dokter keluarga mereka di luar.

"Tidak apa-apa. Itu hanya pendarahan pasca keguguran." Jelas dokter itu.

Mrs. Susan sampai menutup mulutnya karena terkejut. Ia tidak tahu apa-apa mengenai keguguran itu. Sindara juga tidak memberitahunya, sejak kapan ia hamil? Mengapa bisa sampai keguguran? Walaupun ia sudah menganggap Sindara sebagai anaknya, ia belum tahu banyak tentang Sindara.

Mr. Joe dan Mrs. Susan adalah buyer tetap dari Sindara, sehingga Sindara adalah supplier bagi mereka. Hubungan bisnis yang sudah terjalin lama menciptakan hubungan kekeluargaan bagi mereka. Apalagi Mr. Joe dulu adalah teman dari Papi Sindara.

"Dia mengalami depresi ringan. Hormonnya masih belum stabil. Ada baiknya jika dia konsultasi kepada dokter dan menerima terapi." Lanjut dokter itu sebelum ia meresepkan obat dan pergi dari sana.

Mrs. Susan tersenyum kepada Sindara yang baru terbangun. Tangannya mengelus punggung tangan Sindara lembut. Sindara masih pusing dan wajahnya begitu pucat.

"What do you feel?" Tanya Mrs. Susan. Ia mengambilkan air minum untuk Sindara.

"What happened with me?" Tanya Sindara bingung.

Secrets: Love between Us | Han Seungwoo X OC  ✔️Where stories live. Discover now