"Pembantunya pasti rajin," kata Iris lalu mengambil sebuah handuk dan sikat gigi baru.

Saat mendongak menatap wastafel, Iris melihat ada plester ditempelkan ke dagu dekat telinganya, saat plester itu dibuka, ada goresan kecil. Iris menyadari antingnya terlepas.

Iris tidak tahu bahwa kakaknya akan seperhatian ini, cepat-cepat Iris menggosok gigi lalu mencuci muka. Kemudian melucuti pakaiannya dan beralih ke bilik pancuran, mandi dan keramas hingga merasa lebih segar.

Tanpa repot-repot menutupi diri, Iris keluar dari bilik pancuran, mengeringkan rambutnya sembari berjalan kembali ke ruang kamar.

Langkah Iris melambat, menyadari ada orang lain di kamar tersebut. Iris mengangkat sebelah alisnya mendapati seorang pria berdiri di samping tempat tidur yang sebelumnya ia tempati. Pria itu setengah memunggunginya, mengenakan setelan rapi berupa kemeja lengan panjang, dipadu celana bahan yang sepertinya dijahit khusus.

"Kamu sudah—" Pria itu langsung terkesiap kaget ketika menoleh, langsung balik badan karena menyadari Iris telanjang.

Iris merasa sangat tidak asing dan mengenalnya, ia mengingat-ingat dalam diam.

"Can you just cover yourself, first." Permintaan sederhana itu terdengar pelan.

Iris sadar diri dengan kecantikan sekaligus kesempurnaan fisik yang ia miliki. Punya ibu berdarah Inggris membuatnya memiliki kulit putih alami, mata sebening laut mediterania, sekaligus rambut ikal yang layak menjadi model gaya di seluruh salon elit Indonesia.

"Teman Pascal?" tanya Iris sebelum beralih melilitkan handuk ke tubuhnya.

Pria itu kembali menolehkan sedikit wajahnya, balas bertanya, "Enggak ingat aku? Serius?"

Iris mendongak dan terkesiap, "Ah! Astaga!" serunya. Seketika beralih memasuki kamar mandi, mengambil salah satu kemeja untuk memperbaiki penampilan. Ia benar-benar bodoh!

"Sorry, Mas Zhao... Pascal nggak bilang ada orang lain yang ikut nginap, sorry."

Zhao mengangguk, memberi waktu untuk Iris merapikan diri dan sepenuhnya mengancingkan kemeja baru berbalik. "Uhm, mau aku carikan baju yang lebih pas?"

"Oh, nggak... sementara kemeja Pascal sudah cukup," kata Iris memastikan kemejanya terkancing sempurna.

Berbeda dari semua teman Pascal yang lain, Zhao satu-satunya yang tidak pernah banyak berkomentar saat mereka bertemu. Efek mabuk pasti belum sepenuhnya lenyap, bisa-bisanya Iris tak mengenali sahabat baik Kakaknya itu.

"Tanganmu nggak papa? Pasti sakit saat mengeluarkan jarum infusnya," kata Zhao.

Iris menunjukkan punggung tangannya yang sedikit luka, "Aku masih hangover kayaknya, enggak terasa apapun, hehe..."

Lain dari para pria beradab yang akan langsung memberi tatapan hina atas kalimat itu, Zhao hanya mengangguk tipis. "Aku punya plester untuk menutup lukanya."

"Oh, enggak usah, luka kecil aja ini."

"Oke, then," kata Zhao lalu membereskan sisa peralatan infus yang masih tergantung di dekat tempat tidur. "Ada sup pereda pengar, kalau mau, kamu bisa makan dulu sebelum pulang."

Iris yang memang merasa lapar langsung mengangguk untuk keluar kamar, Ia mengerjapkan mata saat mendapati foto keluarga yang terpajang di koridor menuju ruang makan.

Pascal tidak akan tertarik memajang foto keluarga mereka dan foto tersebut memang bukan foto keluarganya. Itu foto keluarga Walker, Zhao berdiri di belakang orangtuanya bersama sang kakak, Hoshi Walker. Sepasang orangtua itu duduk mengapit seorang perempuan yang memangku gadis kecil, saking cantiknya gadis kecil itu, Iris sempat salah mengiranya sebagai boneka.

FLAWSOME #PasqueSeries IOnde histórias criam vida. Descubra agora