73. Worst

919 130 29
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Siyeon's POV

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Siyeon's POV

Aku tidak tahu bagaimana bisa diriku tidur lelap hingga pagi dalam situasi seperti ini.

Mulanya aku hanya berbaring sambil berdoa pada Tuhan agar Dia mengirimkanku seseorang yang bisa membantuku keluar dari tempat ini secepatnya. Aku juga merindukan Mingyu, membuatku terus memikirkan sosoknya sepanjang malam.

Karena kepalaku masih terasa berdenyut, aku pun memejamkan mata mencoba melupakan nyeri yang entah kenapa tak kunjung hilang. Aku juga berharap semoga setelah membuka mata aku menemukan segala yang terjadi hari ini hanyalah mimpi. Namun kenyataannya aku masih terbangun di kamar yang sama, yang membedakan hanyalah tirai di jendela sudah tersibak.

Aku mendudukkan diri dan bersandar pada headbed. Lagi, sensasi berkunang-kunang kurasakan ketika pandanganku mengedar ke sekeliling. Tubuhku pun terasa lemas. Aku lelah padahal aku tidak melakukan pekerjaan yang berat. Ini sudah pagi—atau mungkin menjelang siang—dan sejak kemarin sore tidak ada satupun makanan yang masuk ke mulutku. Tenggorokanku terasa kering karena aku sama sekali tidak ada minum.

Sepertinya lelaki J berniat mengurungku di sini hingga aku tak lagi menghembuskan napas akibat kelaparan dan juga dehidrasi. Tapi ternyata aku terlalu berburuk sangka karena beberapa detik setelah pikiran seperti itu muncul di otakku, terdengar suara kunci di putar dari luar dan sosoknya memasuki kamar sambil membawa nampan. Ada mangkuk berisi sesuatu yang masih menguarkan uap tipis, segelas air berwarna putih yang kuyakini adalah susu, serta satu buah apel merah yang terlihat segar di sana. Demi apapun, lapar di perutku semakin menjadi setelah melihat itu semua.

"Selamat pagi," sapanya. Ia mendekat untuk meletakkan nampan di atas nakas. Dari jarak dekat aku bisa melihat mangkuk itu berisi dakjuk (bubur ayam). Entah memang tampilannya atau karena aku yang tengah kelaparan, dakjuk itu terlihat benar-benar menggugah selera. "Kau pasti lapar, kan? Maka dari itu aku menyiapkan ini semua. Makanlah." Ia mengangkat mangkuk dan menyodorkannya ke arahku diiringi senyum di bibirnya—terlihat tulus, namun aku tetap tidak bisa mempercayainya dengan mudah.

Sesuatu yang buruk bisa terjadi kapan saja. Tak menutup kemungkinan dakjuk yang terlihat enak itu mengandung racun atau sejenisnya. Meski aku sangat lapar saat ini, kewaspadaan masih mendominasi diriku membuatku tetap bergeming tak menerima mangkuk yang disodorkannya.

WHY YOU? || KIM MINGYUWhere stories live. Discover now