Teman | Tapi Bukan

448 56 1
                                    

Kadang sosok yang ini jadi pelengkap yang namanya hidup.

Tempat menuangkan rasa sepat dan pahit problema hidup.

Tapi sekarang kau sendirian.

Mereka satu persatu pergi, bahkan yang biasanya menggandeng lenganmu pun tak ada sekarang.

Kau berpendapat, mereka pergi karena perbedaan pendapat. Mereka pergi karena kepala sedang sama-sama panas. Mereka pergi karena tak sekotak pikiran.

Satu kalimat untuk kau dan mereka. "Kalian seperti anak kecil."

Anak kecil yang memperebutkan hak miliknya, bocah yang mempertahankan segala keinginannya, hingga akhirnya tak ada kata 'kalah'.

Semua sama saja. Sama-sama ingin dianggap yang 'paling'.

Kalian satu, tapi tak dibuat untuk dipersatukan.

Kalian teman, tapi nyatanya bukan teman.

*****

Sekarang dengarkan aku.

Mereka pergi bukan salahmu.

Mereka pergi karena atas keinginan langkah kaki mereka sendiri.

Kau tak bisa memaksa orang tetap ada, tapi orang itu enggan untuk dibuat ada.

Sekarang bangun dari posisi baringanmu dan hapus bekas air itu. Airmatamu mahal untuk menangisi hal yang nyatanya sudah remuk.

Sekali lagi kubilang. Ini bukan salahmu.

Berhenti menyalahkan diri sendiri. Kadang manusia memang rumit.

Hati dan pikirannya sukar ditebak, bahkan dipahami pun rumit.

Berdirilah di depan cermin dan ucapkan pada diri sendiri. "Aku tak apa. Aku baik-baik saja. Mereka manusia, akupun juga. Sama-sama pernah berbuat salah. Mereka pergi atas keinginan sendiri, bukan karena aku. Mereka masih 'teman' belum melangkah keistilah 'sahabat'. Aku yakin kau masih bisa bernafas walau tanpa hal itu."

Hidupmu bukan untuk memikirkan terlalu jauh tentang sikap manusia yang bahkan ruwet dari pada lilitan benang.

Tersenyumlah. Ada masanya kau dipertemukan orang yang memang layak disebut teman.

Tertanda

Dari tukang sambat
Untuk kamu yang tersesat

3 Desember 2019

Ditunggu kelanjutan bab berikutnya🎉
Vote+coment+share🙏

Delusi Abstraksi (SUDAH TERBIT)Where stories live. Discover now