MUARA 32

15.7K 1.5K 361
                                    

Ps: saran banget wajib dengarin soundtrack ini sambil baca. Part ini terinspirasi dari soundtrack tersebut yang bikin aku melow.

KEANU

Hari ini aku kembali mengunjungi Ibu sekaligus datang untuk menjemput anakku.

Kulihat Ibu dan Kenzie sedang bermain di halaman belakang. Ibu tidak seperti orang yang sedang sakit, Ibu terlihat sangat sehat dan bahagia.

"Kapan kamu datang?" Ibu menoleh ke belakang saat merasakaan derap langkah kaki sang anak.

Aku langsung memeluk Ibu dengan erat. "Barusan." Lalu ikut bergabung duduk di sebelah Ibu. "Ibu kan masih sakit, harusnya istirahat saja di kamar."

"Enggak ah, bosan," kata Ibu. "Berhubung cucuku satu-satunya ada di sini, kapan lagi bisa main bareng. Nanti kalau Ibu sudah tidak ada, Ibu nggak bisa ketemu cucu Ibu lagi."

"Hush... Ibu nggak boleh ngomong begitu."

"Hehehe..." Ibu menyeringai. Kemudian menatap Kenzie yang masih asyik main bersama kelinci-kelinci di taman. "Kenziee, ayo ke sini dulu. Pipu kamu datang..."

Kenzie tidak mempedulikan panggilan Ibu dan tetap bermain bersama kelinci.

"Nggak apa-apa kok, Bu. Lagipula aku nggak buru-buru bawa Kenzie pulang."

Ibu menggeser posisi tubuhnya agar bisa berhadap-hadapan denganku. Lalu tangannya menyentuh punggung tanganku dengan pelan. "Kamu ada masalah apa sama Kahyang?"

Aku diam dan menatap Ibu dengan serius. "Kahyang cerita sama Ibu?"

Ibu menggeleng. "Jangan salah paham, Kahyang tidak pernah menceritakan apapun dengan Ibu tentang rumah tangga kalian. Tapi, Nu, firasat seorang Ibu tidak pernah salah."

Aku menundukkan kepala sejenak sambil membalas sentuhan tangan Ibu. "Nunu yang salah, Bu... Nunu yang udah bikin Kahyang nggak bisa maafin Nunu lagi."

Ibu tersenyum, ia membelai rambutku seperti waktu aku masih kecil dulu. Ibu paling senang membelai rambutku sampai aku ketiduran.

"Kamu tahu mengapa Ibu dan ayahmu berpisah?"

Aku mengangkat kepalaku. Sejak dulu aku selalu ingin mendengar jawaban itu, karena dari kecil Ayah selalu bilang kalau alasan beliau pergi jauh dan tidak pernah pulang adalah; karena Ayah harus mencari nafkah dengan berlayar. Banyak orang yang membutuhkan Ayah untuk membawa mereka ke tempat tujuan dari pulau satu ke pulau lainnya. Profesi Ayah sebagai nahkoda, dan aku yakin pekerjaan itu jauh lebih berat dari profesiku sebagai HRM di office kapal.

Ketika aku beranjak dewasa, aku baru paham mengapa Ayah tak pernah pulang. Ayah dan Ibu telah berpisah.

Mungkin sekarang waktunya aku berhak tahu mengapa Ayah dan Ibu lebih memilih untuk berpisah daripada mempertahankan rumah tangga mereka.

"Ayahmu laki-laki paling egois dan keras kepala yang pernah Ibu kenal. Sama sepertimu, Nu...."

Aku menahan napasku saat Ibu mengatakan hal itu.

"Ayahmu lebih mencintai  pekerjaannya daripada keluarganya sendiri," lanjut Ibu lagi. "Ibu tahu, kita berhak menggapai impian kita selagi mampu melakukannya. Tapi, ada masanya kita mengubur impian kita dalam-dalam untuk kepentingan bersama, bukan hanya diri sendiri."

Ibu diam sejenak. Ia menatap Kenzie kembali sambil tersenyum tenang.

"Ibu nggak suka pekerjaan Ayah sebagai pelaut?" Tanyaku.

Ibu menatapku dengan bola matanya yang berbinar. "Apapun yang ayahmu lakukan, Ibu selalu memberikan doa dan juga restu. Sudah menjadi pilihan Ibu menikah dengan pelaut. Tapi...." Ibu menarik napas dalam-dalam. "Ayahmu hampir tidak pernah pulang karena kecintaannya pada laut. Dan Ibu selalu menanyakan kepulangannya, sampai akhirnya dia sendiri yang ingin berpisah dengan Ibu."

TERBELAHNYA MUARA (segera terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang